Berita Regional
Namanya Kampung Pitu karena Hanya Dihuni 7 Keluarga, Pantang Gelar Pertunjukan Wayang Kulit
Siapa sangka ada kepercayaan unik yang dipegang erat oleh masyarakat kampung di sekitar puncak Gunung Api Purba tersebut.
TRIBUNJATENG.COM - Sebuah kampung di Kalurahan Nglanggeran, Kapanewon Patuk, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), sekilas tampak seperti kampung pada umumnya.
Siapa sangka ada kepercayaan unik yang dipegang erat oleh masyarakat kampung di sekitar puncak Gunung Api Purba tersebut.
Kampung itu sejak dulu hanya ditinggali oleh tujuh keluarga saja.
Baca juga: Sibuknya Walikota Solo Gibran Dikunjungi Pejabat Penting, Popularitas di Pilgub Jateng Atau Jakarta?
Baca juga: Bakrie Group Kini Dipimpin Anindya, Putra Mahkota Keluarga Sekaligus Kakak Ipar Nia Ramadhani
Baca juga: Gubernur Viktor Laiskodat: Masyarakat NTT Ingin Bapak Jokowi Jadi Presiden 3 Periode
Baca juga: Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo Senyum-senyum Lihat Sebuah Bangunan di Solo
Tak heran kampung itu pun dikenal dengan nama Kampung Pitu.
Dalam bahasa Indonesia, pitu artinya tujuh.
Asal usul berdirinya Kampung Pitu, dari kisah telaga dan kuda sembrani
Menurut salah satu sesepuh adat Kampung Pitu Yatnorejo, keberadaan Kampung Pitu berawal dari Telaga Guyangan yang tak jauh dari rumahnya.
Konon, area yang kini merupakan persawahan dengan mata air itu adalah sebuah telaga.
Telaga tersebut pernah digunakan untuk mencuci kuda semberani.
Cerita itu dipercaya secara turun-temurun.
Bahkan warga meyakini, sisa tapak kaki kuda sembrani masih ada hingga saat ini.
Di sekitar Telaga Guyangan, sempat diadakan sayembara Keraton.
Sayembara itu berbunyi akan memberikan hadiah tanah bagi siapa pun yang mampu menjaga pohon pusaka bernama Kinah Gadung Wulung.
Ternyata hanya dua orang yakni kakak beradik Iro Dikromo dan Tirtosari yang bisa menjaganya.
Mereka dan anak cucunya diperkenankan tinggal di tempat itu.