Breaking News
Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Puisi

10 Puisi Umbu Landu Paranggi: Ibunda Tercinta, Sajak Dalam Angin hingga Kuda Merah

kumpulan puisi Umbu Landu Paranggi. Umbu Landu Paranggi meninggal dunia Selasa 6 April 2021.

Penulis: Awaliyah P | Editor: abduh imanulhaq
Istimewa
Umbu Landu Paranggi. Penyair besar Indonesia, Umbu Landu Paranggi meninggal dunia, Selasa 6 April 2021 pagi di RS Bali Mandara, Denpasar, Bali. 

takkan jemu-jemu napas bergelut di sini, dengan sunyi dan rindu menyanyi
dalam kerja berlumur suka duka, hikmah pengertian melipur damai
begitu berarti kertas-kertas di bawah bantal, penanggalan penuh coretan
selalu sepenanggungan, mengadu padaku dalam deras bujukan

rasa-rasanya padalah dengan dunia sendiri manis, bahagia sederhana
di ruang kecil papa, tapi bergelora hidup kehidupan dan berjiwa
kadang seperti terpencil, tapi gairah bersahaja harapan impian
yang teguh mengolah nasib dengan urat biru di dahi dan kedua tangan

4. Percakapan Selat

Pantai berkabut di sini, makin berkisah dalam tatapan
sepi yang lalu dingin gumam terbantun di buritan
juluran lidah ombak di bawah kerjap mata, menggoda
di mana-mana, di mana-mana menghadang cakrawala

Laut bersuara di sisi, makin berbenturan dalam kenangan
rusuh yang sampai, gemas resah terhempas di haluan
pusaran angin di atas geladak, bersabung menderu
di mana-mana, di mana-mana, mengepung dendam rindu

Menggaris batas jaga dan mimpikah cakrawala itu
mengarungi perjalanan rahasia cintakah penumpang itu
namun membujuk jua langkah, pantai, mega, lalu burung-burung

Mungkin sedia yang masuk dalam sarang dendam rindu
saat langit luputkan cuaca dan laut siap pasang
saat pulau-pulau lengkap berbisik, saat haru mutlak biru

5. Aide Memoire

bukalah jendela, di luar angin
menyiapkan pelaminan kemarau
sebelum burung-burung dan daunan
luput dari nyalang pandang dukaku
catatan-catatan mengubur segala kecewa
upacara kecil hari-hari kelampauanku
bukalah kerudung jiwa di sini
gemakan kenangan pengembaraan sunyi
jauh atau dekat, dari ruang ini
sebelum sayap-sayap derita dan kerja
pergi berlaga mendarahi bumi
dan dengan gemas menyerbu kaki langit itu
di mana mengkristal rindu dendamku abadi

6. Tujuh Cemara

sisa sampah debu revolusi
sapu dan lego dalam seni
di ibu kota kata sendi kata
si tua muda yogyakarta
(yogya sudah lama kembali)
kembalilah ke yogyakarta
cemara tujuh denyar puisi

tujuh cemara
di jantung Yogyakarta
barisan rindudendam menghela anginmu
terjaring di kampus tua
tertanam cinta terdera
di surut hari mencari
debar puisi di hati

tujuh gelandangan
(buah asam malioboro)
memanggul gitar nembakkan syair lagu
mentari jalanan bulan lorong kumuh
antara kampung kampus, gubuk gedongan
singsing singsing fajar lenganmu
prosesi tugu pasar alun-alun
bongkar pasang dadadadamu
kang becak andong muatan perkasa
kilatan raut pasi berpeluh debu
ciumlah bumi yang nerbitkan sayangmu
nyelamlah lubuk urat nadi hayatmu

tujuh gunung seribu yogya
seribu tarian gang malioboro
tujuh pikul daun pisang ibu beringharjo
(nasi bungkus pondokan selasa rabumu)
tumpukan hijau restu sanubari jelata
sujud bibir pecah yang mengulum kata sejati
hulubalang benih ilham di siang malammu

tujuh cemara gelandang
tujuh gunung seribu saksi tak bisu
gelaran tak sunyi gusargusur kakilima
bentangan dukacita langit sukma
manggang biji mata di kawah candradimuka
tak kau dengar keliling kidung sembilu
meronda dan menggedor mimpi mimpi igaumu
(tak kau ingat peta rute juang gerilya
gercik darah tumpah meriba pertiwi)
di bawah jam kota tujuh pengemis tua
bertumpu seperti mendoakan kita semua
di bawah tapak sudirman kami mangkal malam-malam ini

sisa sampah debu revolusi
sapu dan lego dalam seni
di ibu kota kata sendi kata
(yogya sudah lama kembali)
kembalilah ke yogyakarta
cemara tujuh denyar puisi

Halaman
123
Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved