Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Sahur Take Away di Semarang Sudah Berjalan Baik karena Mayoritas Pembeli Anak Kos

Pemkot Semarang mengatur operasional rumah makan selama ramadan terutama saat sahur hanya diperbolehkan take away atau pesan bawa pulang.

Penulis: iwan Arifianto | Editor: m nur huda

Penulis : Iwan Arifianto

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Pemkot Semarang mengatur operasional rumah makan selama ramadan terutama saat sahur hanya diperbolehkan take away atau pesan bawa pulang.

Pengamatan Tribunjateng.com di beberapa rumah makan atau Warteg di Kota Semarang sudah menerapkan hal itu, Selasa (13/4/2021).

Pemilik warung makan di Ngaliyan, Santi mengungkapkan, pembelinya mayoritas anak kos sehingga membeli makanan atau lauk selalu dibungkus. 

Dia tak mengetahui pasti apakah mereka tahu aturan terkait sahur take away atau sebaliknya.

"Ya mereka anak kos jadi kebanyakan dibungkus untuk makan bareng bersama teman-temannya," terangnya.

Dia mengaku, lebih bersyukur dengan suasana ramadan tahun ini.

Lantaran sudah diperbolehkan berjualan dengan aturan protokol kesehatan. 

"Tahun kemarin terhitung awal masa Pandemi Covid-19 sehingga saat ramadan tak diperbolehkan berjualan, alhamdulilah tahun ini sudah berangsur normal," tuturnya.

Penjual makanan di Semarang Utara Sulini mengatakan, tak mempersoalkan aturan tersebut semua dikembalikan ke pelangggan apakah hendak makan di warung atau dibawa pulang. 

"Kebanyakan di sini beli lauk jadi dibawa pulang. 

Mau makan di sini ya monggo selama ke sini bawa masker," bebernya. 

Mak Ni sapaanya, merasa senang tahun ini sudah bisa mulai berjualan kembali. 

"Tahun kemarin mau jualan takut karena masih tidak boleh,   selama ramadan tahun ini bisa jualan sahur sama buka," ungkapnya. 

Pemilik warteg di Gunungpati Doni menjelaskan, tak semua pelanggannya membungkus makanan Yang dibeli.

Adapula yang lebih memilih makan di tempat.

"Fifty-fifty kalau di sini ada yang makan di tempat ada yang dibungkus," terangnya.

Meski demikian, kata dia, para pembeli boleh makan di tempat asal tak menimbulkan kerumunan.

Apalagi wartegnya tak begitu luas sehingga tak mungkin ada kerumunan besar.

"Paling yang makan di sini rata-rata memang sendirian tak ada temannya.

Sebaliknya mereka memilih dibungkus karena hendak di makan bersama di rumah atau kos," terangnya.

Sementara itu seorang pembeli Yaya menjelaskan, membeli makanan sahur kali ini sengaja dibungkus karena masa pandemi lebih riskan makan sahur di tempat.

"Masih pandemi sehingga harus tetap patuhi prokes dan anjuran pemerintah di antaranya sahur harus take away ini," terangnya.

Selain itu, dia sebagai anak kos hanya membeli lauk saja tanpa nasi.

"Di kos sudah masak nasi di sini hanya beli lauk saja jadi otomatis harus makan di kamar kos," jelasnya.

Pembeli lain Maya mengatakan, sudah menjadi kebiasaan saat  membeli menu sahur selalu dibungkus.

Alasannya menu makanan sahur dikonsumsi bersama keluarganya di rumah.

"Ya sengaja aku bungkus sesuai anjuran Pemerintah untuk sahur take away.

Manut saja aturan tersebut sebagai upaya penanggulangan Covid-19," jelasnya.

Pembeli warteg Fian mengatakan, sudah tahu aturan soal take away dari Pemkot tersebut namun lebih memilih makan di warung lantaran lebih praktis. 

"Kalau dibungkus bawa ke kos kelihatan repot jadi langsung makan sini saja. 

Toh saya sendirian tak timbulkan kerumunan," terangnya. 

Dia menuturkan, tak takut jika ada operasi satpol PP karena merasa sudah membawa masker dan tak menimbulkan kerumunan.

"Kalau ada Satpol PP tidak boleh makan di warung saat sahur ya apa boleh buat mereka juga menegakan aturan," ujarnya. (Iwn)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved