Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Konflik Wadas

Pakar Hukum: Hentikan Kekerasan Aparat terhadap Warga yang Tolak Tambang di Wadas Purworejo

Sejumlah pakar hukum menyayangkan terjadinya tindakan kekerasan yang dilakukan aparat Kepolisian Puworejo terhadap sejumlah warga.

Kompas.tv/Istimewa
Warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo menolak tambang batu andesit karena takut lingkungan di sekitar mereka rusak. Aksi damai penolakan ini berakhir bentrok, Jumat (23/4/2021). 

Menurutnya, aparat kepolisian maupun gabungan dengan TNI, tidak boleh sewenang-wenang mengintimidasi apalagi melakukan kekerasan terhadap warga.

Franky menegaskan perlunya pengungkapan kasus kekerasan ini dengan cepat dan transparan, sekaligus mendesak Komnas HAM untuk melakukan investigasi terkait pelaku dan korban tindak kekerasan tersebut.

Sedangkan bagi korban-korban luka harus dipulihkan haknya, dan membebaskan mereka yang ditahan.

Franky yang merupakan pula dosen Hukum Lingkungan menegaskan bahwa penahanan atau perlakuan semena-mena terhadap kuasa hukum warga dari LBH Yogyakarta, telah merusak sistem hukum perlindungan HAM dan lingkungan, yang dijamin dalam baik UU HAM 1999 maupun UU Lingkungan Hidup (pasal 66).

Ketua Asosiasi Filsafat Hukum Indonesia (AFHI), Widodo Dwi Putro menyatakan apa yang disebut kepentingan umum, dalam kenyataannya berfungsi mengamankan kepentingan para pemodal yang ingin berinvestasi pada proyek-proyek pembangunan, yang sebetulnya masuk kategori proyek komersial atau untuk mendapatkan keuntungan bagi pihak tertentu dengan mengatasnamakan Pembangunan untuk Kepentingan Umum dan Proyek Strategis Nasional.

Pengorbanan untuk kepentingan umum, lanjut Widodo, menampilkan diri seolah-olah mengatasi kepentingan parsial individu, padahal sesungguhnya ia adalah produk kekuasaan. Pengorbanan demi kepentingan umum tidak lebih dari ”kekerasan dengan gaya mulia”.

Berkorban untuk kepentingan umum cenderung mengorbankan kelompok-kelompok yang sudah tidak beruntung bagi kepentingan elite yang sudah beruntung atas nama kepentingan umum.

Menurut Widodo, boleh jadi individu-individu diminta berkorban demi kepentingan umum, tetapi tidak dapat dibenarkan bahwa pengorbanan diminta dari orang-orang yang paling lemah, paling miskin, paling tak berdaya, apalagi merusak lingkungan dan melanggar HAM.

Pengorbanan untuk kepentingan umum harus dimulai dari orang-orang yang selama ini menikmati keuntungan.

Misalnya landreform atau redistribusi tanah untuk rakyat miskin, yang diawali pengambilan sebagian tanah dari pemilik tanah yang melampaui batas atau terlantar untuk diredistribusikan kepada rakyat miskin.

Sedangkan menurut Herlambang P. Wiratraman, Sekretaris HRLS yang pula dosen Hukum HAM menyatakan, sosialisasi itu merupakan kewajiban negara yang tak bisa dipaksa-paksakan, apalagi dengan cara kekerasan.

Kisah kekerasan ini hanya mengulang peristiwa-peristiwa kebijakan pembangunan sejak jaman otoriter Soeharto, dan anehnya, kini justru terus menerus terjadi atas nama proyek-proyek strategis (PSN).

Cara-cara kekerasan itu ciri kekuasaan otoriter, dan peristiwa ini mengafirmasi analisis banyak penelitian akademik bahwa memang masa pemerintahan Jokowi kian jamak mempraktekkan cara-cara otoriter.

Herlambang mengingatkan, hari ini publik internasional melihat demokrasi Indonesia mengalami kemunduran, jauh dari upaya maju perlindungan hak asasi manusia.

Terlebih, kekerasan ini terjadi hanya karena penolakan sosialisasi, yang prosesnya tidak dipercaya warga.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved