Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Cerita Mereka yang Tetap Mudik Lebaran: Faizi Hanya Ingin Kumpul dengan Ayah di Hari Idul Fitri

Faizi mengaku hendak mudik ke Kebumen. Alasan mudik yaitu untuk merayakan hari raya Idul Fitri bersama ayahnya

Editor: rustam aji
TRIBUNNEWS
Faizi (29), pemudik 

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA  - Faizi (29), pria asal Kebumen, Jawa Tengah, seorang diri duduk di sebuah restoran cepat saji yang berada di Stasiun Pasar Senen, Jakarta, Senin (3/5) sore. Tas ransel dan sebuah kardus terlihat menjadi bawaan pria yang sudah empat tahun bekerja sebagai supir pribadi bagi seorang pengusaha restoran di Tangerang itu.

Faizi mengaku hendak mudik ke Kebumen. Alasan mudik yaitu untuk merayakan hari raya Idul Fitri bersama ayahnya, yang kini hidup di Kebumen seorang diri selepas kepergian sang istri. "Alasan mudik ya ingin kumpul keluarga saja di hari raya. Rindu orang tua, rindu ayah, kan ibu sudah tidak ada," ucap Faizi kepada Tribun Network di Pasar Senen, Jakarta, kemarin.

Faizi tiba di Stasiun Pasar Senen sekira pukul 15.00 WIB. Dari Tangerang, pria yang masih lajang itu menaikkan kereta commuter line untuk tiba di Stasiun Pasar Senen.

Kereta api (KA) yang akan mengantar Faizi ke Kebumen diperkirakan tiba di Stasiun Pasar Senen sekira pukul 17.30 WIB. "Datang lebih awal (ke stasiun) karena harus mengurus tes Covid-19 ini, kan itu sudah prosedurnya," tutur Faizi.

Faizi mengungkapkan, dia telah mengetahui adanya larangan mudik lebaran yang akan berlaku pada tanggal 6-17 Mei. Dia sendiri memutuskan untuk pulang ke Kebumen pada 3 Mei karena aturan tersebut.

Selagi sempat, kata Faizi, ya harus mudik. Merayakan Idul Fitri di Kebumen cukup berharga baginya, utamanya agar sang ayah tidak merasa sepi di hari raya.

"Saya tahu (ada larangan mudik). Tapi ya selagi sempat ya harus mudik. Kasihan ayah saya kalau lebaran saya engga pulang, takutnya dia sepi gitu," ujar Faizi.

Faizi tidak bermaksud melanggar aturan yang diterbitkan pemerintah terkait larangan mudik. Hanya saja, menurut Faizi, aturan larangan mudik itu tidak sejalan dengan adanya prosedur-prosedur yang harus dilalui sebelum melakukan perjalanan.

"Engga bermaksud melanggar, tapi kan kita sudah melalui prosedur prokes (protokol kesehatan) yang ketat. Masa mudik masih dilarang?," tanya Faizi.

Faizi telah menjalani serangkaian pemeriksaan Covid-19 sebelum keberangkatan keretanya. Dia telah menjalani tes Swab Antigen, juga pemeriksaan menggunakan GeNose di Stasiun Pasar Senen.

"Alhamdulillah hasilnya negatif. Insyallah aman dari virus Covid-19," kata Faizi.

Pertanyakan Larangan Mudik Lebaran

Faizi kemungkinan kembali lagi ke Tangerang setelah lebaran. Tentunya juga setelah aturan larangan mudik itu berakhir.

Faizi juga mengomentari aturan larangan mudik lebaran yang diterbitkan pemerintah. Menurutnya, ada hal yang cukup kontradiktif dari pemberlakuan aturan tersebut.

Pasalnya, aturan larangan mudik diterbitkan di tengah situasi di mana tempat-tempat hiburan seperti mal dan obyek wisata diperbolehkan dibuka.

"Tempat hiburan kayak mal, wisata, dibuka, tapi kenapa mudik dilarang? Bukannya sama saja memungkinkan terjadinya kerumunan?," Ucap Faizi.

Menurut Faizi, kontradiktif antara aturan larangan mudik dengan dibukanya tempat-tempat hiburan seperti mal dan obyek wisata merupakan hal yang lucu. Faizi menuturkan, beberapa waktu belakangan, sejumlah mal dan tempat wisata ramai dibanjiri pengunjung.

"Sekarang mal ramai, tempat wisata juga ramai dikunjungi warga. Kan jadinya lucu, sama-sama saja ada kerumunan," ujar Faizi.

"Kalau tempat wisata dan mal masih buka dan ramai, harusnya mudik engga usah dilarang. Kan jadinya sama saja (sama-sama menimbulkan kerumunan)," sambung dia.

Atas dasar itu, Faizi mengharapkan agar pemerintah mengkaji ulang kebijakan-kebijakan yang dinilainya kontradiktif. Utamanya kebijakan-kebijakan terkait penanganan pandemi Covid-19.

"Ya harusnya dikaji ulang aturan-aturan soal Covid-19 ini. Di sisi mudik ada larangan, di sisi lain tempat-tempat hiburan masih buka. Jadi engga efektif," ujar dia.

Selain itu, Faizi turut berharap agar pandemi Covid-19 segera berlalu. Pandemi Covid-19, lanjut dia, membuat hidup masyarakat menjadi lebih berjarak satu dengan yang lain.

Yang biasanya bisa saling silaturahmi, sekarang menjadi sulit. Dan juga, pandemi Covid-19 telah merugikan Faizi secara materil.

"Harapannya semoga pandemi Covid-19 bisa segera berlalu. Karena pandemi Covid-19 ini membuat hidup susah, kita jadi berjarak untuk silaturahmi," ujar Faizi.

"Lalu karena pandemi juga saya ada potongan uang kerja. Yang biasa terima uang rokok mingguan, kini tidak. Kini cuma terima gaji," sambung dia.

 Idul Fitri dengan Anak Istri di Banjar

Sementara itu,  Rendi Saputra (30) duduk termenung di sebuah anak tangga di sekitaran lokasi pintu keberangkatan kereta api (KA) yang ada di Stasiun Pasar Senen, Jakarta, Senin (3/5) sekira pukul 14.00 WIB. Rendi, panggilan akrabnya, terlihat membawa sebuah tas ransel, kardus, dan koper.

Tak banyak yang dilakukan Rendi. Dia hanya berdiam diri, beberapa kali melihat jam, mengusap-usap kepalanya, dan sesekali memeriksa ponsel. Saat dihampiri Tribun Network, Rendi mengungkapkan bahwa dia sedang menunggu kereta api (KA) yang akan membawanya ke Kota Banjar tiba di Stasiun Pasar Senen.

"Ini lagi menunggu kereta. Hari ini berencana mudik untuk kumpulan bareng keluarga, silaturahmi di hari raya Idul Fitri. Mudiknya ke Banjar," tutur Rendi saat berbincang dengan awak Tribun Network.

Rendi telah bertahun-tahun menjadi seorang wiraswasta di DKI Jakarta. Dia mengaku ingin merayakan Hari Raya Idul Fitri di kampung halamannya di Kota Banjar, Jawa Barat.

Orang-orang yang sangat ingin ditemui Rendi di Hari Raya Idul Fitri tak lain anak-anak dan istrinya yang selama ini menetap di Kota Banjar. Selama satu tahun ini Rendi terus berada di Jakarta, bekerja dan mencari nafkah.

Dia pun merasa Hari Raya Idul Fitri merupakan saat baginya untuk pulang ke Banjar, melepas penat dan beristirahat sejenak dari hiruk-pikuk Ibu Kota.

"Kerinduan sudah besar banget pada anak dan istri yang selama ini di Banjar. Sudah satu tahun ini di Jakarta terus, ingin melepas penat, sudah saatnya kumpul bareng keluarga. Apalagi di bulan Ramadan, hari raya Idul Fitri, kita harus silaturahmi dengan sanak famili dan keluarga besar," tutur Rendi.

Rendi mengaku mengetahui bahwa saat ini merupakan masa pengetatan larangan mudik lebaran. Alasan tetap mudik, karena sebelum melakukan perjalanan, Rendi diwajibkan menjalani serangkaian pemeriksaan Covid-19.

Atas dasar itu, dia pun optimistis tidak akan menjadi sumber penularan virus Covid-19 setibanya di kampung halaman.

"Dengan kita di stasiun ini kan menjalankan antigen, rapid test, GeNose, dan kita ikuti semua prosedurnya. Dengan mengikuti prosedur ini saya yakin aman dari Covid-19," ujar Rendi.

"Ini juga alasan saya memilih moda transportasi kereta api, karena semuanya harus melalui tahapan prokes yang ketat," sambung dia.

Pertanyakan Fungsi Pemeriksaan Covid-19

Rendi, sebelum berangkat ke Kota Banjar, telah melalui serangkaian pemeriksaan Covid-19. Hasil Swab Antigen dan pemeriksaan Covid-19 menggunakan GeNose membuat Randi mengucap syukur kepada Allah SWT.

"Alhamdulillah hasilnya negatif, jadi bisa pulang ke Banjar," katanya singkat.

Rendi mengungkapkan, sengaja pulang ke Banjar pada tanggal 3 Mei lantaran mengetahui adanya larangan mudik yang akan berlaku mulai 6-17 Mei. Menurutnya, sebelum larangan benar-benar berlaku, dia harus segera pulang.

"Saya pulang hari ini karena tanggal 6 Mei sudah dilarang. Kita lebih cepat sebelum benar-benar dilarang. Nanti kalau udah lewat tanggal 5 Mei, engga bisa mudik, engga bisa kumpul sama keluarga," ujar Rendi.

Dia mengaku tidak ingin bernasib seperti tahun lalu. Di mana Rendi, gagal mudik di Hari Raya Idul Fitri akibat situasi pandemi Covid-19.

"Masa mau sama kayak tahun lalu engga sempat mudik pas lebaran. Jadi sekarang pulang lebih awal karena masih bisa untuk mudik, keburu dilarang," ujar Rendi.

Pria berusia 30 tahun itu tiba-tiba mempertanyakan mengapa ada prosedur bagi pelaku perjalanan bila akhirnya mudik lebaran dilarang? Menurutnya hal tersebut sangat kontradiktif.

"Hal yang kontradiktif itu sudah dikasih prosedur melakukan perjalanan, kok masih dilarang mudik?" Tanya dia.

Rendi berpendapat, bila ingin melarang masyarakat untuk mudik lebaran, harusnya pemerintah lebih serius. Misalnya dengan melarang semua moda transportasi untuk melakukan perjalanan ke luar kota di masa yang ditentukan.

"Kalau memang mau dilarang, semuanya saja dilarang. Sekarang kita lihat sendiri di sini (Stasiun Pasar Senen) membeludak karena orang berpikir dia lebih aman untuk pulang karena ada prokesnya," tutur Rendi.

"Dan memang kalau mau diperketat silahkan, kalau memang mau dilarang mudik, harusnya semua moda transportasi jangan diperbolehkan (membawa penumpang keluar kota)," sambung dia.

Kalau melarang namun tetap memperbolehkan semua moda transportasi untuk melakukan perjalanan ke luar kota, yang terjadi akan seperti di Stasiun Pasar Senen. Di mana para calon pemudik, beberapa hari terakhir, terus membanjiri stasiun tersebut.

"Contohnya ya kayak di sini. Intinya sih kita masih mudik karena adanya proses menjalani prosedur kesehatan yang diterapkan ini, jadi kita beranggapan boleh saja. Kan ada prokesnya," tutur Rendi.

Namun demikian, Rendi berharap agar pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia bisa segera diatasi. Dia juga menghaturkan sejumlah harapan untuk keluarga kecilnya yang telah menanti di Kota Banjar.

"Khusus untuk keluarga saya, semoga selalu diberi kesehatan, berkat, panjang umur, dan mudah-mudahan Covid-19 ini cepat berlalu, untuk memulihkan kondisi perekonomian. Karena dampaknya sangat luar biasa pandemi ini," pungkas Rendi. (tribun network/lucius genik)

Sumber: Tribunnews.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved