Giri Suprapdiono Heran Sudah Mengabdi 16 Tahun Tak Lulus TWK
Giri Suprapdiono, mengaku heran, dalam pengabdiannya selama 16 tahun di KPK dinyatakan tidak lulus TWK.
“Sehingga diperlukan jenis tes yang berbeda, yang dapat mengukur tingkat keyakinan dan keterlibatan mereka dalam proses berbangsa dan bernegara,” tutur dia.
Dalam TWK pegawai KPK, Paryono mengatakan, metode yang digunakan adalah assessment center yang juga dikenal sebagai multi-metode dan multi-asesor.
Ia menyebutkan, asesmen ini dilakukan dengan menggunakan beberapa alat ukur, yaitu tes tertulis indeks moderasi bernegara dan integritas (IMB 68), penilaiaan rekam jejak (profiling), dan wawancara. Baca juga: Sebut Seleksi KPK Ketat, Johan Budi Kaget Kasatgas hingga Eselon I Tak Lolos TWK Kemudian, Paryono menekankan, banyak pihak yang dilibatkan dalam proses asesmen. Ia menegaskan, tim observer berasal dari sejumlah instansi yang juga telah memiliki pengalaman dan selama ini bekerja sama dengan BKN dalam mengembangkan alat ukur tes wawasan kebangsaan. Instansi tersebut yakni Dinas Psikologi TNI AD, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), BAIS, dan Pusat Intelijen TNI AD.
Samad Nggak Yakin ada OTT Menteri Lagi
Di sisi lain, mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad sangsi akan ada lagi Operasi Tangkap Tangan (OTT) sekelas menteri di KPK. Abraham merasa ada skenario untuk menyingkirkan 75 pegawai senior KPK yang gagal Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Sebab, tersebar isu 75 pegawai itu terancam pemecatan lantaran tidak lolos tes."Saya tidak bisa membayangkan kalau mereka semua ini disingkirkan, apakah masih ada OTT sekelas menteri," ujar Abraham saat berbicara di diskusi Polemik Trijaya "Dramaturgi KPK", Sabtu (8/5/2021).
Sebab, kata dia, 75 pegawai KPK itu memiliki integritas dalam pemberantasan korupsi.Disebut Abraham, mereka adalah orang-orang yang tegak lurus, dan tetap menjaga marwah KPK. Abrahan menduga ada skenario untuk menyingkirkan mereka."Karena apa, sejak revisi UU (KPK) di dalamnya kan salah satunya mengisyaratkan tentang mereka nanti pegawainya beralih menjadi ASN," ucap Abraham.
Sejak Revisi UU KPK itu, lanjut dia, ada semacam tujuan untuk 'menyingkirkan' pegawai-pegawai KPK yang berintegritas.Terutama tidak bisa diintervensi dalam pemberantasan korupsi."Karena saya tahu persis bahwa 75 orang ini dikenal tanpa kompromi memberantas korupsi, tanpa pandang bulu, orang-orang yang kita harapkan masih bisa menjaga marwah KPK," ucap Abraham.
Sebelumnya, 75 pegawai KPK dinyatakan tak lolos dalam TWK yang merupakan bagian dari alih status menjadi ASN. Alih status ini konsekuensi dari Undang-undang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terbaru.
Mantan Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi merasa ada keanehan soal asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK) yang dilakukan KPK bagi pegawainya.Johan melihat KPK dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) saling lempar tanggung jawab soal TWK di KPK."Ada keanehan juga sebenarnya yang mengadakan tes siapa, kok pimpinan KPK melemparkan nasib kepada Kemenpan RB, Kemenpan RB mengatakan itu urusan pimpinan KPK," ujar Johan.
Dalam TWK melibatkan sejumlah pihak yakni BIN, Dinas Psikologi Angkatan Darat, BNPT, hingga BAIS.Namun, kata Johan, yang terpenting, alih status yang diakibatkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korups itu tidak memiliki dampak pemberhentian terhadap pegawai KPK.
"Pegawai KPK yang ikut tes tidak boleh nanti dikurangi, misalnya nanti ya karena ada perubahan UU, mau tidak mau dia ASN jangan sampai diberhentikan dan dikurangi hak-haknya apa itu gaji, tunjangannya, nanti di RDP saya akan tanyakan ke pimpinan dan Dewas KPK gimana jalan keluarnya tanpa memberhentikan dan mengurangi hak pegawai KPK," ujar Johan. (tribun network/kps/reza deni)