Ngopi Pagi
Jaga Norma Kesopanan dengan Viralkan Orang Marah
Bisa jadi orang-orang tersebut terbiasa marah kemudian kebetulan terekam kamera hingga videonya tersebar karena ada media sosial.
Penulis: m nur huda | Editor: m nur huda
Tajuk Ditulis Oleh Jurnalis Tribun Jateng, M Nur Huda
TRIBUNJATENG.COM - Beberapa waktu terakhir ini sering ditemukan video viral di media sosial yang berisi orang marah-marah dan memaki orang lain.
Jenis peristiwanya beragam, mulai penumpang marah-marah di pesawat, kurir barang dimaki konsumen, marbot memarahi orang di masjid yang pakai masker, terakhir banyak pengendara marah dan memaki petugas saat penyekatan.
Bisa jadi orang-orang tersebut terbiasa marah kemudian kebetulan terekam kamera hingga videonya tersebar karena ada media sosial.
Yang menjadi perhatian, fenomena orang marah-marah disertai makian penanda berkurangnya rasa hormat pada orang lain. Orang cenderung mengedepankan ego pribadi dibanding menghormati orang lain dan mengaggap orang lain lebih rendah.
Selanjutnya, netizen beramai-ramai menyebarluaskan video tersebut hingga viral dengan diberi narasi kecaman dan desakan pada aparat untuk menindak para pelaku dalam video.
Menengok data riset terbaru Digital Civility Index (DCI) 2020 yang dirilis Microsoft, mengukur tingkat kesopanan digital pengguna internet dunia saat berkomunikasi di dunia maya, termasuk di Indonesia. Dalam riset ini, netizen Indonesia menempati urutan terbawah se-Asia Tenggara, alias paling tidak sopan.
Tingkat kesopanan warganet Indonesia memburuk delapan poin ke angka 76, di mana semakin tinggi angkanya tingkat kesopanan semakin buruk. Disusul berurutan netizen Vietnam, Thailand, Filipina, Malaysia, dan Singapura.
Microsoft juga merilis, kemunduran tingkat kesopanan paling banyak didorong netizen usia dewasa sejumlah 68 persen. Sementara usia remaja disebut tidak berkontrubusi dalam mundurnya tingkat kesopanan digital di Indonesia pada 2020.
Di Indonesia, media sosial menjadi kontributor terbesar dalam memengaruhi tingkat kesopanan digital. Kontribusinya sebesar 59 persen.
Terdapat tiga faktor berpengaruh atas risiko kesopanan di Indonesia. Tertinggi adalah hoaks dan penipuan yang naik 13 poin ke angka 47 persen. Kemudian faktor ujaran kebencian yang naik 5 poin, menjadi 27 persen. Dan diskriminasi sebesar 13 persen.
Kemudian berita di media menjadi kontributor kedua dengan persentase 54 persen. Selain itu, kontribusi tingkat kesopanan digital juga didorong oleh lembaga pemerintah 48 persen, lembaga pendidikan 46 persen, dan lembaga agama 41 persen.
Sementara selama pandemi, disebutkan tingkat kesopanan digital di Indonesia membaik. Hal itu didorong oleh rasa kebersamaan yang lebih besar saat pandemi dan dilihat dari upaya tolong-menolong secara online.
Mudahnya orang mengeluarkan komentar cacian dan makian pada pihak lain yang tidak sependapat di media sosial, memiliki dampak di dunia nyata berupa mengesampingkan kesopanan atau mudahnya melihat orang lain lebih rendah.
Sebagai masyarakat yang menjunjung tinggi adat, tata kerama, netizen usia dewasa tentu geram melihat perilaku yang tidak memiliki rasa hormat pada orang lain.