Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Bakul Gerabah Semarang Rela Ndodok Seminggu Lebih di Kendal, Demi Ngalap Berkah Syawalan

Pemandangan baru terlihat pada syawalan 2021 di sekitar alun-alun hingga bantaran perlintasan kereta api Kaliwungu, Kabupaten Kendal.

Penulis: Saiful Ma sum | Editor: Daniel Ari Purnomo
Tribun Jateng/ Saiful Masum
Pembeli belanja gerabah mainan anak-anak di pedagang musiman saat momen syawalan, Jumat (21/5/2021). 

Penulis: Saiful Masum

TRIBUNJATENG.COM, KENDAL - Pemandangan baru terlihat pada syawalan 2021 di sekitar alun-alun hingga bantaran perlintasan kereta api Kaliwungu, Kabupaten Kendal.

Biasanya, sepanjang tepi Jalan Raya Timur Kaliwungu-Kendal itu dipadati pedagang musiman yang menjajakan produk bunga hias, guci, mainan anak-anak, hingga gerabah mainan pada momen syawal.

Namun, kali ini hanya terlihat segelintir pedagang yang sedang menjaga dagangannya sepanjang hari.

Sementara pedagang lain memilih untuk tidak berjualan dikarenakan sepi dalam suasana pandemi Covid-19.

Seorang pedagang, Tatik (63) mengatakan, pada 10 hari pertama berjualan, dagangnnya masih sepi dari pembeli.

Padahal, ia masih harus berjualan selama satu bulan penuh sesuai kontrak lapak yang disepakati.

Perempuan asal Kota Semarang itu terlihat lesu menunggu calon pembeli setiap harinya.

Secara bergantian, Tatik dan suami tidur di lapaknya setiap malam untuk menjaga dagangannya. 

Semua itu dilakukan untuk mendapatkan pundi rupiah selama bulan Syawal pasca Ramadan dilalui.

"Karena pandemi ini, tidak semua pedagang seperti saya mau berjualan. Takut sepi, biasanya sepanjang jalan ini ada puluhan pedagang, sekarang hanya ada 2 pedagang saja," terangnya saat ditemui tribunjateng.com, Jumat (21/5/2021).

Kata Tatik, dalam 10 hari pertama berjualan, ia hanya mendapatkan 100-an pembeli.

Padahal, pada tahun-tahun sebelumnya, Tatik bisa mendapatkan 30-50 pembeli setiap harinya. 

Penurunan pemasukan hingga 70 persen sangat dirasakan Tatik dan suaminya.

Namun, ia memilih tetap bertahan menjajakan dagangannya sepanjang Syawal untuk mendapatkan penghasilan tambahan.

"Dagang di sini kan musiman, harus sewa lapak Rp 400.000 selama sebulan penuh. Ya gini sepi karena masih suasan Covid-19, tradisi syawalan yang biasanya ramai juga jadi sepi. Ya dari pada menganggur, mending tetap bekerja semampunya," ujarnya.

Tatik sendiri menjajakan beberapa produk dengan harga cukup terjangkau.

Mulai dari gerabah mainan, guci, bunga hias, hingga beberapa mainan anak.

Gerabah anak-anak dibadrol Rp 2.000, bunga hias Rp 5.000 - Rp 7.000 pertangkai.

Untuk guci dijual dengan harga Rp 125 ribuan, dan mainan anak Rp 10.000 - Rp 20.000 per item.

Barang dagangannya diambil dari beberapa daerah, seperti Jepara dan Yogyakarta. 

"Syawalan ini sepi, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Kalau tahun kemarin cuma boleh jualan 10 hari saja, namun masih lebih ramai," tuturnya.

Tatik sendiri sudah menjadi pedagang musiman gerabah anak-anak selama 25 tahun.

Pada masa musim syawalan ini, biasanya menjadi ladang untuk mendapatkan keuntungan banyak selama 1 bulan.

Ia berharap di sisa waktu yang ada, jumlah pembeli dagangannya terus bertambah agar ia dan suaminya tetap membawa pulang penghasilan untuk keluarga di Semarang.

Seorang pembeli, Nur Rohmah mengatakan, dalam 5 tahun terakhir, hampir setiap tahunnya ia membelikan mainan gerabah anak-anak saat momen syawalan. 

Beberapa gerabah seperti teko, cobek, cangkir, dan beberapa jenis lain dibelinya untuk mainan putri dan putranya.

Ia pun mengaku peringatan syawalan kali ini terlihat cukup sepi dari tahun-tahun sebelumnya.

"Hampir tiap tahun ya beli permintaan anak. Ini malah adiknya juga minta lihat kakaknya dibelikan. Ya buat main anak biar senang," ucapnya.

Petugas Posko Satgas Covid-19 Desa Kutoharjo Kaliwungu, Septi mengatakan, pada Lebaran tahun ini pihak desa sengaja tidak menggelar tradisi Syawalan untuk mencegah terjadinya kerumunan warga. 

Pemerintah desa juga tidak memperbolehkan pedagang tiban berjualan di pinggir jalan agar tidak mengundang kerumunan masyarakat. 

Akan tetapi, sejumlah masyarakat tetap melaksanakan tradisi ziarah di beberapa makam ulama komplek Bukit Jabal Desa Protomulyo dengan protokol kesehatan yang ketat.

Hanya saja tidak seramai pada tahun-tahun sebelumnya. 

"Kalau warga berziarah tetap ada di makam Bukit Jabal. Namun tidak seramai biasanya. Sekitar warga Kaliwungu, Kendal dan beberapa dari daerah sekitar saja," tuturnya.

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved