Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Wawancara Eksklusif

WANSUS Ali Imron Kini Berteman dengan Anak Korban Bom Bali

Terpidana kasus Bom Bali, Ali Imron tengah giat mengkampanyekan deradikalisasi. Kini, Ali kerap diundang menjadi pembicara untuk menceritakan penyesal

Editor: iswidodo
Tribunnews
Ali Imron 

TRIBUNJATENG.COM - Terpidana kasus Bom Bali, Ali Imron tengah giat mengkampanyekan deradikalisasi. Kini, Ali kerap diundang menjadi pembicara untuk menceritakan penyesalannya atas perbuatan yang pernah dilakukan.
Ali kini tergabung dengan Yayasan Lingkar Perdamaian (YLP). Yayasan ini dipimpin oleh Ali Fauzi Manzi, adik kandung terpidana seumur hidup Ali Imron dan terpidana mati Muklas alias Ali Gufron dan Amrozi dalam kasus bom Bali I.
Yayasan itu bergerak di bidang pemberdayaan narapidana (napi) kasus terorisme dan menjadi agen perdamaian untuk mengubah mindset ikhwan jihadi. Ali menceritakan penyesalannya karena terlibat dalam kasus Bom Bali I.
Ia telah meminta maaf kepada para korban. Ali menceritakan permintaan maaf itu disampaikan saat peringatan 17 tahun Bom Bali I. Kala itu, Ali bertemu dengan Garil Arnandha, anak dari korban meninggal akibat Bom Bali I, Aris Munandar.
Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra dan Manager Pemberitaan Rachmat Hidayat, berkesempatan diskusi dengan Ali.
Berikut wawancara eksklusif Tribun Network bersama Ali Imron:
Kegiatan sehari-hari Mas Ali Imron apa?
Para pemirsa yang saya hormati, kegiatan saya karena posisi saya sebagai narapidana, dan saya resminya berada di Lapas Cipinang, Jakarta, tapi masih ditempatkan di rutan narkoba Polda Metro Jaya. Tugas saya sehari-hari membina para tahanan narkoba maupun tahanan umum yang ada di Polda Metro Jaya.
Selanjutnya adalah deradikalisasi. Ini saya lakukan kepada siapa saja, para pembesuk, baik kenal tidak kenal, itu yang saya lakukan. Bahkan ke tahanan narkoba syaa lakukan seperti itu. Sosialisasi tentang terorisme itu masih kurang sekali, terutama di negara kita Indonesia. Minimal masyarakat paham apa faktanya terorisme, sehingga paham seperti itu bisa kita deradikalisasi atau tanggulangi aksi terorisme di Indonesia.
Cara deradikalisasi kepada napi?
Hampir semua orang baik tahanan maupun orang di luar. Ketika mendengar nama saya penasaran. Penasaran paling tidak mereka akan tanya, sebetulnya apa yang terjadi? Ketika tanya seperti itu ataupun belum tanya sudah saya ceritakan. Kenapa saya bisa masuk penjara, kenapa ada pengeboman? Dari situ jadi rentetan cerita yang itu bermanfaat sekali buat saya untuk mendakwahkan atau menyuarakan deradikalisasi. Yang terpenting yang biasa saya sampaikan pertama adalah latar belakang kami. Kenapa kami memiliki paham radikalisme atau terorisme? kedua kenapa kami bisa lakukan pengeboman? Kami ini bukan tentara, bukan Gegana Polri, kok bisa. Selanjutnya adalah tujuan kami ini apa sehingga kita melakukan aksi yang akhirnya dunia menamai itu aksi teror atau kami dilabeli sebagai teroris. Selanjutnya berkenaan dengan latar belakang dan tujuan, ketika saya sudah sadar, apa yang harus kita lakukan untuk supaya orang kita tidak terlibat lagi atau tidak memiliki paham terorisme? intinya itu yang saya sampaikan.
Secara berkala bertemu Napiter, apakah menyediakan waktu khusus?
Saya pun difasilitasi oleh Densus 88 untuk bertemu dengan mereka. Tetapi karena skupnya hanya di Polda Metro Jaya, maka tidak banyak, tapi itu penting sekali karena ada kawan-kawan yang dulu satu Jamaah Islamiyyah, kemudian ada kawan-kawan yang bergabung sama ISIS, menurut saya cukup mewakili.
Apakah cara ini efektif?
Efektif cara ini. Polisi, Polda Metro Jaya, BNPT, juga mempertemukan Keluarga korban bom Bali dengan saya. Saya pun terimakasih karena selama ini saya hanya bisa memohon maaf lewat media, persidangan, alhamdulilah ketika datang saya bisa langsung bersalaman dan meminta maaf. Jadi efektif, akhirnya yang dilakukan Yayasan Lingkar Perdamaian bagus sekali. Para keluarga korban bahkan berkunjung ke kantor kami, dan kami bersepakat mengkampanyekan, menyuarakan perdamaian di tingkat nasional maupun internasional.
Korban yang dipertemukan, siapa yang paling membekas bagi anda?
Semuanya membekas. Tapi yang membuat saya betul-betul saya semakin menyadari besarnya kesalahan adalah bertemu dengan anak korban yang pada waktu peristiwa itu usia 10 tahun. Itu peristiwa bom Bali, jadi ayahnya pada waktu itu supir taksi, berada di sekitar Sari Klub. Anak ini umur 10 tahun ketika ayahnya meninggal. Kemudian bertemu saya saat usia anak ini 27 tahun. Saya memang selalu menyadari sebagai orang salah hanya bisa memohon maaf. Bagaimana si anak ini bertemu saya pertamakali, jadi istilahnya, saya menyadari bahwa anak 10 tahun ditinggal ayahnya karena ulah kami betul-betul, kalau jiwa dan hatinya tidak benar-benar tulus tidak mungkin bisa memaafkan saya. Jadi dari awal pertemuan itu sudah gemetar, jengkel, marah dan sebagainya. Tapi alhamdulillah, akhirnya dialog, saya akhirnya bisa jelaskan, anak ini bisa memaafkan saya. Kami pelukan, alhamdulilah akhirnya bisa menjadi teman. Itu yang paling membekas.
Deradikalisasi tidak sebanding dengan penyebaran radikalisme?
Ini benar. Kami menjadikan orang untuk bunuh diri itu cukup 2 jam saja. Tapi untuk mencabut pemikiran itu perlu berbulan-bulan, bahkan tahunan. Gampang menciptakan orang untuk punya pemahaman radikalisme dibanding mencabutnya. Sehari-hari seperti itu saya rasakan memang sulit sekali.
Pernah bertemu Abu bakar Ba'asyir?
Pernah, tapi mereka membesuk kami di Polda, itu saja ketemu. Omong-omong biasa, tidak ada pembahasan yang mengarah pada hal-hal penting. Biasa saja. Pada waktu itu saya nunggu ditegur beliau, sikap saya sama seperti Muklas, Imam Samudera. Saya diam saja waktu itu. Engga mungkin saya negur Ustaz Abu bakar Ba'asyir.
Pernah ketemu Ketua JAD Abu Umar?
Belum pernah ketemu, katanya dia pernah besuk kami. Cuma kami engga ingat wajahnya seperti apa. Dia besuk ketika sama-sama di Polda. Saya engga ketemu kayaknya.
Pesan Ramadan?
Ini bukan suci Ramadan. Saya menjalani dipenjara 19 kali Ramadan. Sekali buron, jadi sudah 20 kali menjalani tidak di rumah. Mari kita kembali lagi bahwa Islam itu rahmatan lil'alamin. Mari kita pikul kewajiban bahwa muslim Sebagai rahmatan lil'alamin, kita harus mengutamakan itu. Kepada kawan-kawan yang memiliki pemikiran jihadis, mari kita menyadari bahwa apa yang pernah saya dan kawan-kawan lakukan, itu adalah pelanggaran-pelanggaran terhadap jihad. Mari kita jadikan pelajaran. Peristiwa-peristiwa setelah bom Bali hingga saat ini. Mari kita kembalikan jihad sebagaimana perintah Allah pada Nabi Muhammad. Kedua, khususnya bagi kawan-kawan yang bertujuan memiliki negara Islam, mari kita bersihkan. Bahwa tujuan itu jangan sampai melakukan tindakan-tindakan yang dilihat oleh orang bahwa bagaimana nanti ketika kita punya negara Islam. Sebelum punya negara Islam saja sudah melakukan tindakan-tindakan anarkis, bagaimana setelah punya negara Islam. Mari kedepankan Islam sebagai rahmatan lil'alamin. Kepada non Islam, mari kita bersama-sama, jangan sampai ada memancing hal-hal yang mengarah pada kekerasan. orang normal yang didambakan perdamaian, orang teroris itu yang didambakan kerusuhan. Jadi jangan sampai ada yang memancing terjadinya kekerasan. (tribun network/denis destryawan)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved