Pemerintah bakal Revisi Aturan Ecommerce, Mendag Pastikan Tak Ada Larangan Impor
Gempuran barang impor melalui platform e-commerce cukup tinggi, dengan persaingan harga yang tidak sehat, sehingga berpotensi menghancurkan UMKM
Penulis: Ruth Novita Lusiani | Editor: Vito
“Dari sisi UMKM suka atau tidak, mau tidak mau, UMKM harus masuk ke dunia digital. Belajar dari kondisi pandemi ini, kalau tidak ada marketplace, maka kita (UMKM-Red) akan hancur lebur. Kami sangat terbantu dengan adanya marketplace, dan peluang ke depan tentu akan semakin besar,” katanya.
Adapun, VP of Corporate Communication Tokopedia, Nuraini Razak mengapresiasi langkah-langkah yang telah dilakukan Kemendag untuk mendukung perdagangan yang adil.
“Harapan kami nantinya peraturan tersebut juga dapat lebih disesuaikan dengan keadaan teman-teman (UMKM-Red) di e-dagang saat ini,” ucapnya.
Dari sisi konsumen, Kepala UKM Center Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI), Zakir Sjakur Machmud menyebut, ada beberapa poin penting yang harus menjadi perhatian pelaku UMKM dalam e-commerce. Hal itu antara lain terkait dengan harga, kualitas, hingga akses untuk membeli produk itu apakah mudah bagi konsumen atau tidak.
"Yang tidak kalah penting bagi pelaku UMKM adalah memperhatikan kesadaran masyarakat terkait dengan tahu atau tidaknya dengan produk yang dijual itu di e-dagang. Selain itu, perlu adanya pembeda antara produk yang dijual dengan produk milik penjual lain,” tandasnya. (Kompas.com/Yohana Artha Uly/Tribun Jateng/Ruth Novita Lusiani)
