Berita KPK
TES atau CANDAAN? Pegawai KPK Ditawari Jadi Istri Kedua oleh Pewawancara TWK Berbuntut Pelaporan
Kasus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang dilakukan pewancara berbuntut pelaporan dengan dugaan pelecehan.
TRIBUNJATENG.COM, MEDAN -- Kasus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang dilakukan pewancara berbuntut pelaporan dengan dugaan pelecehan.
Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tri Artining Putri menyebut ada sejumah pegawai lembaga antirasuah alami pelecehan dari pewawancara dalam Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tri Artining Putri menceritakan pelecehan yang dilakukan pewawancara berjenis kelamin laki-laki itu terjadi terhadap seorang pegawai KPK berjenis kelamin perempuan berusia 35 tahun dan belum menikah.
“Saya mendapat beberapa cerita yang sangat bikin memprihatinkan dan bikin sedih begitu ya. Usianya sekitar 35 tahun yang belum menikah, lalu ditanya ‘kenapa belum menikah umur segini?’” tutur Putri menceritakan kisah yang dialami temannya dalam diskusi daring bertajuk: “Mengurai Kontroversi Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), Minggu (30/5/2021).
“Lalu ditanya jangan-jangan LGBT, apa masih punya hasrat atau tidak. Lalu ditutup dengan bagaimana kalau nikah sama saya saja, mau nggak jadi istri kedua,” jelasnya.
Meskipun akhirnya si pewawancara mengakui itu hanya candaan, dia menilai, permyataan itu tetap merupakan sebuah pelecehan seksual terhadap perempuan.
“Lalu dengan entengnya pewawancara yang laki-laki itu berkata enggak usah diambil hati ya mbak itu tadi saya cuma bercanda loh,” ucapnya.
“Itu bukan candaan tetapi itu pelecehan” tegasnya.
Dia menjelaskan bersama dengan sejumlah kasus pelecehan lainnya, dia telah mendampingi rekannya pegawai KPK melaporkan kasus itu ke Komnas Perempuan.
Sudah Pernah Didik Kopassus
Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah pernah menjalani pendidikan bela negara berupa tes wawasan Kebangsaan selama 48 hari di Pusdik Kopassus.
Pemberi dan pelatih materi Wawasan Kebangsaan adalah Kopassus.
Hal itu disampaikan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tri Artining Putri dalam diskusi daring bertajuk: “Mengurai Kontyroversi Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), seperti disiarkan langsung dari Channel YouTube Sahabat ICW, Minggu (30/5/2021).
Tahap di Pusdik Kopassus, kata dia, bagian dari beberapa tahapan seleksi yang harus dijalani Pegawai KPK.
“Pegawai KPK adalah pegawai yang masuk KPK yang sudah melalui seleksi beberapa tahap dan sudah menjalani pendidikan bela negara yang kami jalani tidak main-main ada 48 hari di Pusdikpassus Batujajar,” ujar Putri.
“Kami dididik oleh Komando Pasukan Khusus. Semuanya berbaret merah waktu itu ,saya juga menjalani selama 48 hari,” ucapnya.
Selama 48 hari itu, lanjut dia, pegawai KPK dikarantina tanpa telepon genggam, tanpa akses ke media, tanpa akses dunia luar.
Selama di Pusdik Kopassus, imbuh dia, pegawai KPK lakukan adalah baris-berbaris, bernyanyi lagu nasional, lalu menerima materi anti korupsi dan menerima materi materi wawasan kebangsaan.
“Ada satu hal yang saya alami di sana pertama kalinya saya menyanyikan lagu Indonesia Raya menangis ya di sana itu,” tuturnya.
Pelatih-pelatih di Pusdik Kopassus, dia menjelaskan tidak mendoktrin, tidak berceramah banyak hal tentang wawasan kebangsaan.
“Tetapi entah kenapa memang, selama 48 hari itu berpengaruh sekali kepada psikologi kami. Mungkin karena memang komunikasinya, akhirnya sama teman seangkatan saja. Jadi kami hanya berkomunikasi dengan angkatan kami dan pelatih-pelatih Kopassus yang berbaret merah selama 48 hari,” kisahnya.
“Dan kami diberitahu sama pelatih di sana, siswa-siswa yang menjalani pelatihan paling lama di Pusdikpassus adalah siswa-siswa KPK yaitu 48 hari. Rata-rata paling lama 2 minggu atau bahkan tiga hari sudah kembali. Kami 48 hari. Mungkin yang kalahkan kami cuma Cako, calon komando,” jelasnya.
BEDA
Menurutnya, tes wawasan kebangsaan (TWK) yang digelar oleh BKN berbeda dengan pendidikan bela negara yang diterimanya saat dilatih oleh Kopassus.
Ia menjelaskan hal tersebut jauh berbeda dibandingkan dengan pertanyaan yang diajukan saat TWK yang digelar oleh BKN yang berupa indeks moderasi bernegara.
Kritik Arsul Sani Alasan Pemberhentian 51 Pegawai KPK
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani mengkritisi alasan pemberhentian 51 dari 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK).
Alasan Badan Kepegawaian Negara (BKN) soal terbatasnya waktu apabila dilakukan pembinaan terhadap 51 pegawai yang tak lolos tes dinilai tidak tepat.
Sebab, jika persoalannya adalah waktu yang terbatas, para pihak berwenang seperti BKN, pimpinan KPK, dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, Reformasi dan Birokrasi (Kemenpan RB) bisa datang ke Presiden untuk meminta solusi.
"Kalau misalnya karena soal waktu, kan bisa misalnya kemudian instansi terkait itu datang ke Presiden, Pak ini waktunya tidak cukup untuk melakukan pembinaan, diusulkan apakah revisi (UU) untuk memperpanjang proses alih statusnya, ataukah dengan Perppu kan bisa itu," kata Arsul dalam program Satu Meja The Forum yang ditayangkan Kompas TV, Rabu (26/5/2021) malam.
Arsul mengaku paham bahwa Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK mengatur proses peralihan status pegawai KPK menjadi ASN harus diselesaikan paling lama 2 tahun pasca UU disahkan atau Oktober 2021.
Namun, sebagai pembuat undang-undang, DPR menilai waktu yang diberikan itu cukup apabila pimpinan KPK, BKN, dan Kemenpan RB sejak awal melakukan perencanaan dengan baik.
"Ini kan menyangkut perencanaan dari teman-teman yang ada di jajaran eksekutif yang bertanggung jawab atas proses proses alih status dari pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara itu," ujar Arsul.
Arsul menilai, pemberhentian 51 pegawai yang tak lolos TWK ini tidak sesuai dengan UU KPK hasil revisi yang didesain oleh DPR.
Seharusnya, apabila ada pegawai yang tak lolos TWK, maka dilakukan pembinaan terhadap pegawai tersebut.
Jika ternyata pegawai yang dimaksud tak dapat dibina, maka tindakan disiplin dapat diberlakukan.
Desain demikian dibuat lantaran DPR meyakini bahwa seseorang sangat mungkin berubah.
Arsul menegaskan, sebagaimana desain UU KPK hasil revisi, proses alih status pegawai KPK menjadi ASN tujuannya tidak untuk memberhentikan pegawai yang tak lolos tes.
Oleh karenanya, langkah BKN, pimpinan KPK, dan Kemenpan RB memberhentikan 51 pegawai yang tidak lolos dinilai tak sejalan dengan maksud DPR sebagai pembuat undang-undang.
"Ini kan kesannya para pelaksana undang-undang ini, mohon maaf, menerjemahkan sendiri dan kemudian mengaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang lain. Tidak bertanya kepada pembuat undang-undang," kata dia.
Sebelumnya diberitakan, Wakil Kepala BKN Supranawa Yusuf menyebut bahwa diberhentikannya 51 dari 75 pegawai KPK yang tidak lolos TWK berkaitan dengan terbatasnya waktu pembinaan.
Berdasar Undang-undang KPK, proses peralihan status pegawai KPK menjadi ASN harus selesai pada Oktober 2021.
Jika dilakukan pembinaan terhadap 51 pegawai yang tak lolos TWK, sisa waktu yang ada dinilai tidak cukup.
"Kenapa ini dianggap tidak bisa dibina, karena kita kan ada concern waktu juga. Mandat atau perintah dari Undang-undang 19 Tahun 2019 itu memberikan waktu untuk peralihan pegawai KPK menjadi ASN itu 2 tahun sejak tanggal 17 Oktober 2019 (tanggal disahkannya UU KPK hasil revisi)," kata Supranawa dalam Satu Meja The Forum yang ditayangkan Kompas TV, Rabu (26/5/2021) malam.
"Jadi tanggal 17 Oktober 2021 itu harus selesai semua peralihannya. Sekarang sudah bulan Mei," tuturnya.
Berdasar norma asesmen, kata Supranawa, kecil kemungkinan seseorang dapat berubah dalam kurun waktu yang singkat. (*)
Baca juga: Mulai Besok 1-14 Juni 2021 Malaysia akan Lockdown Total, Ini Alasannya
Baca juga: Asih Dewi Lestari Pulanglah! Dua Buah Hati dan Keluargamu Menunggumu!
Baca juga: 5 Berita Populer: Suami Tertangkap Jadi Pelaku Begal Payudara hingga Siswi SMA di Wonogiri Hilang
Baca juga: Megawati Ingatkan Kader PDIP Adalah Petugas Partai: Kalau Tidak Mau Diberi Tugas, Out Saja