Liputan Khusus
Kabar Terkini Rencana Pemerintah Menghapus Premium: Ini Penjelasan Pertamina Jateng
Meski rencana penghapusan BBM jenis premium beroktan 88 sudah lama digaungkan pemerintah namun hingga kini belum terealisasi.
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG -- Meski rencana penghapusan BBM jenis premium beroktan 88 sudah lama digaungkan pemerintah namun hingga kini belum terealisasi.
Bahkan mulai 2021 rencananya premium sudah dihapus. Tapi kenyataannya masih banyak SPBU yang menjual bensin atau premium.
Pertamina menggunakan acuan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 20 Tahun 2017, untuk melakukan penghapusan premium.
Aturan tersebut mensyaratkan standar baku mutu emisi gas buang kendaraan bermotor sesuai dengan standar Euro 4. Sehingga BBM yang digunakan untuk uji emisi agar minimal mengikuti RON minimal 91 atau CN minimal 51.
Menteri ESDM Arifin Tasrif berencana menghapus atau mengurangi premium di Jawa Madura dan Bali (Jamali). Namun karena masih pandemi rencana tersebut tertunda.
Terpisah, Pjs Unit Manager Communication, Relations, & CSR Pertamina Regional Jawa Bagian Tengah, Kevin Kurnia Gumilang, mengatakan belum bisa memberikan keterangan resmi karena masih bergantung pada pemerintah.
"Untuk isu tersebut masih ranah pemerintah pusat. Kami dari Pertamina unit belum ada arahan dan info apa-apa untuk mengeluarkan keterangan terkait isu tersebut," kata Kevin.
Ketika ditanya SPBU mana saja yang masih melayani penjualan premium, Kevin pun tidak merinci lokasinya.
Perlu Bertahap
Pengamat Ekonomi Undip, Wahyu Widodo menilai pada pandemi Covid-19 ini pemerintah perlu berhati-hati mengambil kebijakan, tak terkecuali seperti rencana penghapusan BBM jenis premium.
Menurutnya, yang perlu diperhatikan adalah proses transisi karena secara timing kurang pas.
"Saat ini, kita masih menghadapi pandemic Covid-19 dan berusaha mengembalikan daya beli masyarakat.
Langkah penghapusan premium secara bertahap sudah tepat, jika perlu ada insentif jangka pendek dengan penurunan harga pertalite," imbuhnya.
Pembangunan ekonomi yang ramah lingkungan sekaligus mendukung kebijakan pembangunan berkelanjutan. Meskipun sudah lama direncanakan (Permen LHK 20/2017), tetapi implementasinya masih banyak kendala.
13 Persen
"Dari perspektif Pembangunan Berkelanjutan, rencana ini sangat baik, karena mendukung Green Economy.
Namun demikian, bukan berarti tidak ada dampak ekonominya, apalagi saat ini Indonesia tengah menghadapi krisis pendemi Covid-19," imbuhnya.
Perlu kehati-hatian dan transisi yang baik dari premium ke bahan bakar lain. Realisasi konsumsi Premium tahun 2020 mencapai 8,44 juta KL atau 13,2% dari total, masih cukup tinggi porsinya, meskipun trennya menurun.
Dampak jangka pendek dari rencana tersebut adalah penurunan daya beli masyarakat yang selama ini mengkonsumsi premium. Selain itu adalah potensi kenaikan harga atau inflasi akibat kenaikan ongkos kegiatan ekonomi.
"Selisih harga premium dengan pertalite rata-rata 15%, ini menjadi ongkos ekonomi tersendiri.
Namun, dalam jangka panjang, kebijakan ini sangat baik, karena akan meningkatkan efisiensi ekonomi secara menyeluruh dan menekan eksternalitas negatif, " pungkasnya. (tim)
Baca juga: BERITA LENGKAP : Penghapusan Bensin Premium Tahun 2022, Apa Dampak Positif dan Negatifnya?
Baca juga: BERITA LENGKAP : BBM Premium Rencananya Dihapus di 2022
Baca juga: Kunjungi Kilang Pertamina Cilacap, Panglima TNI Apresiasi Pelaksanaan Vaksinasi Massal Covid-19