Forum Mahasiswa
Forum Mahasiswa Dimas Indianto S : Literasi Di Masa Pandemi
BERDASARKAN riset CCSU (Central Connecticut State University) tahun 2016 tentang peringkat keliterasian sebuah negara, Indonesia ditempatkan pada peri
Oleh Dimas Indianto S
Mahasiswa S3 di UIN Saefudin Zuhri Purwokerto
BERDASARKAN riset CCSU (Central Connecticut State University) tahun 2016 tentang peringkat keliterasian sebuah negara, Indonesia ditempatkan pada peringkat ke-60 dari 61 negara paling literat di dunia. Kondisi memprihatinkan ini terjadi jauh sebelum wabah COVID-19 muncul dan membuat satu gelombang persoalan universal. Adapun setelah terjadi pandemi, kondisi literasi Indonesia cenderung semakin mengalami kemunduran.
Sebelum membahas lebih jauh ihwal upaya memperbaiki angka literat di Indonesia, perlu ditekankan mengenai konsep dan definisi literasi itu sendiri. Sejauh ini, masyarakat memahami bahwa literasi hanya berhenti pada persoalan baca tulis.
Enam Cakupan
Padahal, literasi mempunyai enam cakupan, antara lain: pertama, literasi baca tulis, yakni kecakapan membaca, menulis, mencari, menelusuri, mengolah, dan memahami informasi untuk menganalisis sebuah teks. Kedua, literasi numerasi, yakni pengetahuan dan kecakapan untuk memperoleh, interpretasi, menggunakan dan mengkomunikasikan angka dan simbol matematika untuk memecahkan masalah praktis. Ketiga, literasi sains, yakni pengetahuan dan kecakapan ilmiah untuk mengidentifikasi pertanyaan, memperoleh pengetahuan baru, menjelaskan fenomena ilmiah, serta mengambil kesimpulan berdasarkan fakta.
Keempat, literasi finansial, pengetahuan dan kecakapan untuk mengaplikasikan, pemahaman konsep dan resiko, keterampilan, motivasi, agar dapat membuat keputusan yang efektif dalam konteks finansial. Kelima, literasi digital, yakni pengetahuan dan kecakapan menggunakan media digital, media komunikasi jaringan, dalam menemukan, menggunakan, dan memanfaatkan secara hukum. Keenam, literasi budaya dan kewargaan yakni pengetahuan dan Kecakapan memahami dan bersikap kebudayaan Indonesia, serta kecakapan dalam memahami hak dan kewajiban sebagai warga negara.
Keenam jenis literasi itu, merupakan bentuk reaksi dari adanya Revolusi Industri 4.0., di mana terdapat sekian banyak kebaruan di pelbagai lini kehidupan yang mengarah pada digitalisasi (Astrid, 2019: 137). Perkembangan dunia digital, sebagai sebuah konsekuensi modernitas—meminjam istilah Antony Gidden—menimbulkan dua sisi berlawanan dalam kehidupan umat manusia.
Kecakapan Literasi
Di satu sisi memberikan kemudahan, di sisi lain memberikan banyak ancaman. Di sinilah perlunya pemahaman literasi yang komprehensif. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Presiden CCSU, John. W. Miller, bahwa vitalisasi budaya suatu bangsa sangat ditentukan oleh perilaku literasi yang tertanam di dalam suatu bangsa. Dalam pada ini, jika masyarakat sebuah negara memiliki kecakapan literasi yang memadai, maka persoalan sepelik apapun, bisa dihadapi dengan baik, sebagaimana pandemi yang saat ini dirasakan oleh semua lapisan masyarakat.
RI 4.0. ditandai dengan perpaduan teknologi yang mengaburkan batas antara fisik, digital, dan bilogis yang biasa disebut dengan Cyber Physical System atau CPS. Untuk itulah diperlukan literasi numerasi, literasi sains sekaligus literasi digital. Karena teknologi yang semakin maju menyisakan sekian banyak persoalan yang lalu lalang di dunia virtual, seperti berita atau informasi hoaks, ujaran kebencian, dan intoleransi di media sosial.
Menjadi literat dalam kondisi pandemi saat ini berarti dapat memproses berbagai informasi, dapat memahami pesan dan berkomunikasi efektif dengan orang lain dalam berbagai bentuk. Bentuk yang dimaksud termasuk menciptakan, mengolaborasi, mengomunikasikan, dan bekerja sesuai dengan aturan etika, dan memahami kapan dan bagaimana teknologi harus digunakan agar efektif untuk mencapai tujuan (Sutrisna, 2020: 272).
Terampil Olah Informasi
Dalam hal ini sebagaimana dinamika literasi yang telah berubah dari literasi lama ke literasi baru. Literasi lama hanya berkutat pada kegiatan membaca, menulis, dan menghitung, sedangkan literasi baru mencakup literasi data, literasi teknologi, dan literasi manusia.
Memasuki era post-truth, masyarakat diharuskan bisa menyeleksi dengan ketat dan cerdas semua informasi yang ada. Untuk itulah literasi yang diperlukan dewasa ini mencakup beberapa hal, yaitu 1) pengetahuan dan keterampilan mengoperasikan perangkat teknologi, seperti komputer, laptop, smartphone, dan tablet. 2) keterampilan dalam mengolah informasi yang bersifat online, mulai dari mencari, mengolah, mengevaluasi, sampai mengkomunikasikan informasi. 3) keterampilan berkomunikasi secara online, baik secara lisan maupun tulisan (Latip, 2019: 112).