Penanganan Covid19
BERITA LENGKAP : Kasus Covid-19 Seperti Bara dalam Sekam, Melonjak menjadi 1,88 Juta Kasus Positif
Melansir data Satgas Covid-19, hingga Kamis (10/6) ada tambahan 8.892 kasus baru infeksi virus corona di Indonesia, sehingga jumlah total menjadi 1,88
Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman terakhir mengungkapkan, sejauh ini sudah ada 59 kasus mutasi virus SARS-CoV-2 yang tergolong VoC yang merupakan varian yang diwaspadai WHO. Rinciannya, sebanyak 23 kasus dari varian B117, 32 kasus dari varian B1617, dan emmpat kasus dari varian B1351.
"Seperti dokter di Bangkalan ada yang meninggal, padahal sudah divaksin. Ini yang saya khawatirkan ada kemunculan varian di lingkup-lingkup mikro. Ini yang juga harus diperiksa sampel Whole Genome Sequencing-nya," jelas Windhu.
Tak hanya di Bangkalan, Data Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus per 4 Juni lalu mencatat sebanyak 358 tenaga kesehatan terpapar covid-19, meski mereka sudah menerima suntikan dosis vaksin covid-19 secara lengkap.
Adapun, Bupati Kudus HM Hartopo menyebut, penyebab terjadinya lonjakan kasus covid-19 di Kabupaten Kudus usai libur Lebaran 2021. Menurut dia, satu faktor yang memicu terjadinya lonjakan kasus covid-19 adalah masyarakat mulai abai menerapkan protokol kesehatan karena euforia sudah divaksinasi.
"Karena menganggap setelah divaksinasi itu bisa antivirus. Padahal vaksinasi itu hanya meningkatkan antibodi untuk imun, sehingga kalau terpapar ada gejala yang tidak berat," katanya, dalam diskusi secara virtual, Kamis (10/6).
Hartopo menuturkan, masyarakat Kudus yang melakukan tradisi ziarah makam dan saling mengunjungi rumah kerabat juga menjadi faktor penyebab lonjakan kasus covid-19. "Silaturahim ke saudara, melepas masker saat menikmati hidangan sambil ngobrol, nah ini potensi yang sangat luar biasa," ujarnya.
Selain itu, dia menambahkan, penularan kasus covid-19 juga terjadi di kawasan wisata, karena banyak kapasitas wisata melebihi 50 persen. Ia mengaku, sudah berkoordinasi dengan Satgas Covid-19 daerah terkait dengan kerumunan di kawasan wisata tersebut, tetapi tidak efektif.
"Adanya pariwisata yang imbauan pemda kapasitas 50 persen ternyata pada melanggar, dan Satgasnya tidak efektif pada saat itu, artinya kita tutup yang untuk sekarang," ucapnya.
Senada, Epidemiolog Universitas Griffith, Australia, Dicky Budiman menduga bisa saja kenaikan kasus covid-19 di Indonesia karena adanya beberapa masyarakat yang merasa kebal covid-19 pascavaksinasi. Padahal, ia berujar, vaksinasi bukan jurus utama dalam mengendalikan pandemi covid-19. Atas dasar itu, ia meminta pemerintah untuk tidak terlalu mengglorifikasi vaksin di Indonesia.
Menurut dia, masih ada beberapa negara yang vaksinasinya rendah seperti Australia dan Selandia Baru, tetapi strategi 3T-nya tetap dikencangkan. Alhasil, negara-negara itu sejauh ini malah bisa dikatakan terbilang berhasil mengendalikan pandemi covid global di wilayahnya masing-masing sejak beberapa bulan lalu.
Selain itu, capaian vaksinasi covid-19 di Indonesia juga masih cenderung lamban dan jauh dari target awal. Kemenkes mencatat sebanyak 17,81 juta orang telah menerima suntikan dosis vaksin virus corona per Senin (7/6). Sementara 11,23 juta orang telah rampung menerima dua dosis suntikan vaksin covid-19 di Indonesia.
Itu artinya, selama hampir 5 bulan vaksinasi Indonesia berjalan, baru sekitar 6 persen dari target 181,55 juta warga sasaran vaksinasi yang sudah menerima suntikan dosis vaksin secara lengkap. Padahal, Presiden Joko Widodo menargetkan vaksinasi kepada 60-70 persen penduduk Indonesia itu rampung pada Desember 2021.
"Dari kenaikan kasus di kota-kota kecil ini kita harus belajar. Saya juga selalu ingatkan bahwa vaksinasi itu memang penting, tapi bukan ujung tombak. Apalagi dengan Indonesia yang capaian vaksinasi masih rendah sejauh ini. Tetap harus maksimal di 3T dan 5M," tukasnya. (cnn/kompas.com/kontan.co.id)
Puncak Gunung Es
Epidemiolog dari Universitas Airlangga, Surabaya, Windhu Purnomo menyebut, strategi surveilans pandemi covid-19 di Indonesia tidak mengalami perubahan sejak awal. Strategi 3T dan protokol kesehatan 3M tetap menjadi primadona strategi pengendalian wabah di seluruh dunia. "Tameng, proteksi kita dari awal tetap sama, 3T dan 3M itu tidak boleh lelah dilakukan," tegasnya.