Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Forum Kampus

Forum Kampus Kharisma Melati : Memaklumi Negara Saat Sulit

PANDEMI Covid-19 belum berakhir. Virus corona telah melumpuhkan sendi-sendi kehidupan umat manusia.

Otomania/Setyo Adi
Contoh STNK yang mengalami biaya kepengurusan baru ditambah pajak progresif roda dua 

Oleh Kharisma Melati

Mahasiswa Magister Ilmu Politik Undip

PANDEMI Covid-19 belum berakhir. Virus corona telah melumpuhkan sendi-sendi kehidupan umat manusia. Bagaimana tidak, lapangan pekerjaan nyaris tak ada, pabrik-pabrik tutup, perusahaan besar merumahkan karyawannya, aktivitas pariwisata dan ekonomi terganggu. Demikian juga olahraga tertunda atau bahkan tanpa penonton.

Sebagian masyarakat pasrah. Bergantung kepada negara. Mengharap bantuan. Beban rakyat makin berat. Dan memang negara telah hadir melalui jaring pengaman sosial, membantu meringankan beban rakyatnya.

Sebagaimana amanat UU NRI Tahun 1945 pasal 31-34 yang meliputi hak mendapatkan pendidikan, mengembangkan nilai-nilai budaya, cabang-cabang produksi yang berkaitan dengan pemenuhan hajat hidup orang banyak, menyelenggarakan perekonomian nasional sesuai prinsip keadilan, pemberian jaminan sosial bagi masyarakat yang lemah dan tidak mampu serta bertanggung jawab terhadap fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak, merupakan tanggungjawab dari negara.

Berkaca dari negara jiran yakni Malaysia, memiliki sumber pembiayaan yang diatur oleh Parkeso (Lembaga Pertumbuhan Keselamatan Sosial) yang berasal dari subsidi pemerintah, baik itu federal maupun negara bagian, lembaga zakat, Corporate Social Responsibility (CSR), wiraswasta, pemilik bisnis, pekerja asing dan juga Aparatur Sipil Negara.

Bergeser sedikit ke Asia Timur, sebagai contoh adalah Jepang. Jepang merupakan negara dengan desain konservatif yang menerapkan sistem asuransi sosial yang tersegmentasi secara okupansional (sesuai kriteria atau kebutuhan).

Dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat selain menerapkan sistem asuransi tadi, Jepang juga menerapkan jaminan perlindungan hidup, pensiun, tunjangan pengangguran (unemployment benefits) serta perlindungan kesehatan dan perumahan.

Pajak Progresif

Negara-negara di Benua Eropa seperti halnya Jerman menerapkan model Bismaeckian Welfare yang digagas oleh Otto Van Bismarck dengan skema mewujudkan kesejahteraan melalui sistem pembayaran pajak progresif. Pajak progresif diterapkan bagi semua kalangan wajib pajak dengan salah satu kriteria semakin tinggi penghasilan maka semakin tinggi pula pajak yang harus di bayarkan.

Skema ini diterapkan guna mendukung jaminan asuransi sosial berupa perawatan kesehatan umum, pendidikan wajib, asuransi penyakit, asuransi kecelakaan, asuransi cacat serta pensiun. Selain Jerman, Inggris dengan model Beveridge memasifkan pajak dan asuransi sosial guna mengatasi kesenjangan.

Menurut Budi Setyono, Ph.D. dalam bukunya yang berjudul Model dan Desain Negara Kesejahteraan mengungkapkan bahwa Indonesia telah mengenal tujuan didirikannya negara sebagai sumber kesejahteraan saat era Orde Baru. Istilah Public Prosperity dan Social Welfare atau perwujudan kesejahteraan umum, namun semua itu hanya bersifat temporer di saat tidak terjadinya keseimbangan antara hak dan kewajiban dari masyarakatnya dalam membangun sebuah negara.

Negara merupakan sebuah rumah yang di dalamnya terdapat satu kesatuan integral dan terikat pada sistem gotong-royong sehingga membentuk satu masyarakat yang terintegrasi dengan adil. Menjadi persoalan apabila negara belum melakukan kewajiban dengan baik serta masyarakat belum mendapatkan haknya.

Maka, perlu peran negara dalam mengatur sebuah sistem integratif untuk mengupayakan konsistensi konsep negara integralistik dan sejahtera. Artinya, memungkinkan pelaksanaan kewajiban asasi yang disertai pemenuhan hak asasi bagi warga negara.

Beban rakyat

Menjadi warga negara yang baik, selain menuntut hak, memanglah harus memenuhi kewajibannya terlebih dahulu. Sama seperti negara kesejahteraan lainnya, rakyat harus membayar pajak. Pajak saat ini merupakan satu-satunya formulasi yang mampu menyelamatkan kondisi negara dari krisis ekonomi.

Maka dari itu pemerintah terus menggenjot perputaran ekonomi dan pendapatan negara melalui pembayaran pajak progresif dari masyarakatnya. Perlu digarisbawahi yang menjadi masalah bagi masyarakat bukan perihal membayar pajaknya, karena masyarakat telah memiliki sumber pendapatan yang dikenai pajak antara lain tanah, bangunan, kepemilikan hasil bumi, kendaraan bermotor dan pajak penghasilan.

Ada hal mengejutkan ketika pembicaraan Menkeu Sri Mulyani dengan DPR bocor ke publik. Pembicaraan mengenai wacana atau rencana mengenakan pajak terhadap kebutuhan pokok atau sembako. Masyarakat pun kaget dan keberatan. Karen di masa pandemi ini ekonomi masyarakat sedang down. Ditambah lagi sebagian masyarakat melihat keijakan pemerintah berubah-ubah.

Rencana pemerintah yang ingin mengenakan Pajak Pertambahan Nilai untuk komoditas sembako segera diperjelas oleh Menkeu agar tidak meresahkan masyarakat. Menurutnya tidak semua sembako dikenai pajak. Hanya sembako dengan kualitas premium yang dikonsumsi masyarakat menengah atas.

Tapi rencana tersebut telah membuat pedagang, petani, dan konsumen resah. Rakyat merasa saat ini hidup makin berat ditambah lagi pajak yang dikenakan terhadap sembako akan menambah beban makin berat. Ada baiknya pemerintah segera memberikan penjelasan resmi dan detail mengenai rencana pengenaan pajak pertambahan nilah (PPN) kepada sembako. Agar wong cilik tidak khawatir. (*)

Baca juga: Hotline Semarang : Di Mana Bisa Tukar Botol Plastik dengan Tiket BRT?

Baca juga: Fokus : Injak Rem Hadapi Corona

Baca juga: Kunci Jawaban Kelas 3 SD Tema 8 Halaman 55 56 57 58 dan 49 Subtema 2

Baca juga: Kasus Bocah Meninggal Digigit Anjing, si Majikan Bakal Dikurung?

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved