Penanganan Corona
Virus Corona Varian Delta Merajalela, Ahli Jelaskan Tahapan Mutasi dan Asal Mula Penamaannya
Saat ini, virus corona varian Delta tengah menjadi sorotan terutama di Indonesia karena menular dengan cepat.
TRIBUNJATENG.COM - Mutasi sebuah virus merupakan hal yang alami.
Hal itu diungkapkan Wakil Direktur Pendidikan dan Penelitian RS Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, dr Tonang Dwi Ardyanto.
Seperti diketahui, virus corona SARS-Cov2 penyebab Covid-19 telah bermutasi di berbagai belahan dunia.
Saat ini, virus corona varian Delta tengah menjadi sorotan terutama di Indonesia karena menular dengan cepat.
Baca juga: Ingat Saipul Jamil, Mantan Dewi Persik? Ini Kondisinya Saat Ini
Baca juga: Ini Alasan Gubernur Ganjar Tak Hadiri Sidang Paripurna yang Berujung Interupsi Anggota DPRD Jateng
Baca juga: Ivermectin, Obat yang Dipercaya Mampu Kalahkan Covid-19 akan Dibagikan di Kudus
Baca juga: Cerita Sulis Saat Presiden Jokowi Menjadi Karyawan BUMN di Aceh
"Mengapa virus bermutasi? Karena dia perlu mempertahankan kehidupannya."
"Kalau virus tidak bermutasi dia kehilangan kesempatan hidup, maka melakukan mutasi sebagai upaya lebih cepat menular, lebih kuat bertahan di dalam tubuh manusia, dan sebagainya," jelas Tonang dalam program Overview Tribunnews.com, Kamis (17/6/2021).
Sama seperti virus pada umumnya, Tonang menyebut virus Covid-19 juga mudah bermutasi.
Mutasi Virus Covid-19
Tonang menjelaskan, dalam perkembangannya, virus SARS-Cov2 telah mengalami serangkaian tahapan mutasi.
"Dulu (kemunculan virus) yang ada di Wuhan (China) sekitar 18 bulan yang lalu, kita sebut dengan Virus Wuhan."
"Nah ketika sudah menyebar keluar dari Wuhan, ternyata sudah mengalami mutasi, waktu itu dinamakan D164G," ungkap Tonang.
Kemudian, lanjut Tonang, virus tersebut berkembang di seluruh dunia dan terjadi variasi mutasi yang beragam.
Mulai dari corona varian UK (Inggris), varian Afrika, varian Brasil, varian California, hingga varian India.
Virus corona varian India, ungkap Tonang, memiliki nama dengan kode B1617.2.
"Kemudian di akhir Mei kemarin, untuk mengurangi sensitivitas ketika menyebut tempat, oleh WHO (Badan Kesehatan Dunia) diubah namanya menjadi Alpha, Betta, Delta, dan seterusnya," ungkap Tonang.
"Kebetulan yang dari India ini disebut Delta," imbuhnya.
Tonang menjelaskan, mutasi virus corona banyak terjadi.
"Hanya saja kebanyakan tidak signifikan, tidak mengubah kemampuan tubuh kita untuk menghadang, tidak mengubah kemampuan antibodi kita untuk mengenali," ungkap Tonang.
Simak program Overview "Corona Jenis Baru dan Isu Dicovidkan" selengkapnya :
Penjelasan IDI Soal Virus Corona Delta
Sementara itu, Ketua Satgas Penanganan Covid-19 PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Zubairi Djoerban memberikan penjelasan soal virus Covid-19 varian Delta, yang mulai masuk wilayah Indonesia.
Menurut Zubairi, kasus varian delta ini paling banyak ditemukan di Jakarta dan Jawa Tengah.
Dikatakannya, untuk melakukan tracking pada kasus varian ini, butuh metode sampel WGS (whole genome sequence).
"Di mana Varian Delta paling banyak ditemukan di Indonesia? Dalam catatan saya, varian ini paling banyak ditemukan di Jakarta dan Jawa Tengah."
"Ada 104 kasus. Untuk penelusuran, memang dibutuhkan WGS (whole genome sequence) atau sampel yang jumlahnya jauh lebih besar," ucap Zubairi, dikutip dari Twitternya, @ProfesorZubairi, Rabu (16/6/2021).
Lebih lanjut, ia menjelaskan soal gejala varian delta yang berbeda.
Zubairi mengatakan, varian delta lebih banyak menimbulkan gejala sakit kepala, tenggorokan, hingga pilek.
"Apakah gejalanya berbeda? Ada bukti studi yang menunjukkan kalau gejala varian ini beda dengan varian jadul, seperti demam, batuk, dan kehilangan penciuman."
"Varian Delta atau yang baru, gejalanya lebih banyak sakit kepala, tenggorokan dan pilek. Seperti kena flu berat," terangnya.
Varian delta dinilai lebih menular daripada corona sebelumnya, sebab virus ini merupakan mutasi.
"Mengapa Delta lebih menular? Karena varian ini memiliki mutasi yang membantunya menyebar sekaligus menghindari sistem imunitas secara parsial," jelas Zubairi.
Berdasarkan jurnal riset di The Lancet, kata Zubairi, orang dengan varian delta ini lebih berisiko masuk rumah sakit dua kali lipat dibandingkan varian Alpha dari Inggris.
"Varian ini mengkhawatirkan? Analisis di The Lancet menunjukkan bahwa risiko masuk rumah sakit dua kali lipat pada mereka yang memiliki varian Delta--dibandingkan dengan Alpha (Inggris). "
"Risiko juga meningkat pada mereka yang memiliki komorbid," tutur dia.
Sementara itu, bagaimana terkait vaksin Covid-19 melawan virus varian delta ini?
Zubairi menurutkan, vaksin Covid-19 dapat melindungi dari varian delta, dengan efektivitas hingga 90 persen.
"Vaksin melindungi kita dari varian ini? Kabar baiknya iya. Studi di Inggris terhadap belasan ribu orang yang terinfeksi Delta mengungkap itu."
"Pfizer-BioNTech memberikan 96 persen perlindungan, sementara AstraZeneca memberikan 92 persen," katanya.
Melihat varian delta ini, Zubairi berharap kasus Covid-19 di Indonesia tak melonjak seperti India.
Zubairi meminta pemerintah dapat melakukan evaluasi secara berkala menghadapi varian delta ini.
"Apa yang harus dilakukan pemerintah dan masyarakat? Tegas, monitoring dan evaluasi secara berkala. Mari kita bahu membahu melewati keadaan ini. Tetap pakai masker dan berjarak. Bismillah," pungkas dia.
Studi Inggris Sebut Vaksin Pfizer & AstraZeneca Bisa Melawan Corona Varian Delta hingga 90 %
Studi Inggris, Public Health England (PHE) mengeluarkan hasil risetnya terkait efektivitas perlindungan vaksin Covid-19 buatan Pfizer dan AstraZeneca terhadap virus corona varian delta.
Menurut hasil riset PHE terbaru, Senin (14/6/2021), kedua vaksin itu disebut 90% mampu mencegah risiko rawat inap dari pasien Covid-19 varian delta.
Dikatakannya, vaksin Pfizer/Biontech COVID-19, 96 persen efektif terhadap rawat inap dari varian Delta setelah dua dosis.
Sementara, Oxford/AstraZeneca menawarkan 92 persen perlindungan terhadap rawat inap oleh Delta.
PHE mengatakan, tingkat perlindungan itu sebanding dengan corona varian Alpha yang pertama kali diidentifikasi di Kent, Inggris tenggara.
Hasil riset tersebut menambahkan bukti, meskipun varian Delta mengurangi efektivitas vaksin terhadap infeksi simtomatik, dua dosis vaksin COVID-19 masih melindungi terhadap penyakit parah.
"Temuan yang sangat penting ini mengkonfirmasi bahwa vaksin menawarkan perlindungan yang signifikan terhadap rawat inap dari varian Delta," ucap Mary Ramsay, Kepala Imunisasi di PHE, melansir Reuters, Selasa (15/6/2021).
Temuan PHE itu mengikuti penelitian di Skotlandia yang menunjukkan, dua dosis vaksin Covid-19 di antara orang yang dinyatakan positif mengurangi risiko rawat inap hingga 70 persen.
Namun, riset ini belum mencakup jumlah laporan rumah sakit yang memadai untuk membandingkan efektivitas vaksin dengan pasien Covid-19 varian delta.
Saat ini, PHE sedang melakukan penelitian lebih lanjut untuk menetapkan tingkat perlindungan terhadap kematian dari varian Delta.
Sejauh ini, tingkat efektivitas vaksin itu terhadap kematian diperkirakan akan tinggi. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Mutasi Virus Corona, Begini Awal Mula Penamaan Varian Delta
Baca juga: Brasil Beda dengan Argentina, Lolos Mudah ke Perempat Final Copa America
Baca juga: Perempuan Baju Kotor Berlumpur, Tanpa Alas Kaki, Menangis di Kantor Polisi, Pengakuannya Mengejutkan
Baca juga: UPDATE KUDUS :Kudus Zona Merah, Hari Ini Masjid Agung Kudus Tidak Selenggarakan Salat Jumat
Baca juga: Viral Matahari Terbit dari Utara di Janeponto, Begini Penjelasan BMKG