Berita Korea Utara
BERITA LENGKAP: Krisis Pangan dan Harga Sembako Melonjak, Warga Korut Terancam Kelaparan
Korea Utara (Korut) teracam kehabisan bahan pangan 2 bulan lagi. Pemimpin tertinggi Korut, Kim Jong Un khawatir bencana kelaparan
Topan Hagupit terjadi pada awal Agustus, menjadi salah satu badai yang dilaporkan media pemerintah dengan kerusakan yang cukup rinci. Dikatakan banjir telah menghancurkan 40.000 hektar lahan pertanian dan 16.680 rumah warga. Pada peristiwa badai berikutnya, media pemerintah secara luas menghindari memberikan lebih banyak informasi.
Dampak dari peristiwa alam itu telah diperburuk oleh deforestasi selama beberapa dekade terakhir, dengan penebangan pohon secara luas untuk kebutuhan bahan bakar. Meski terdapat kampanye untuk penanaman kembali, akan tetapi deforestasi berlanjut, mengundang bencana banjir yang semakin buruk.
Satu persoalan yang kurang diketahui mengenai sektor pertanian di Korut adalah sulitnya mendapatkan pupuk untuk meningkatkan hasil panen. Bulan lalu, Radio Free Asia memberitakan, petani di Korut diwajibkan memberikan dua liter urine. Dilansir Daily Mirror Kamis (17/6), oleh pemerintah setempat urine itu akan dijadikan bahan membuat pupuk.
Sebuah surat dari Kim Jong-un pada 2014 menuliskan peringatan kepada pimpinan sektor pertanian bahwa mereka harus menemukan sumber alternatif dari pupuk yang mudah didapatkan. "Gunakan semua sumber kotoran seperti kotoran hewan domestik, kotoran manusia, kompos, dan parit tanah (ekstrasi dari bawah permukaan tanah)," tulis Kim Jong-un dalam surat yang dipublikasi kantor berita negara KCNA.
Negara ini tidak mampu mencukupi kebutuhan sendiri dalam produksi pupuk. Menurut Nikkei Asia pada Februari, satu pabrik terbesar yang memproduksi, di antaranya, pupuk, harus tutup karena kekurangan bahan pokok.
Pabrik ini tutup disebabkan penutupan perbatasan dengan mitra dagang terbesar Korut, yaitu China pada Januari 2020, karena pandemi covid-19.
Sanksi ekonomi internasional membuat perdagangan dengan negara-negara lain menjadi sangat terbatas. Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Zhao Lijian menyatakan, sanksi perdagangan internasional telah lama dialami negara Korut, tetapi dampak buruk dari covid-19 dikombinasikan dengan pembatasan impor barang telah membawa situasi suram negara pada puncaknya.
Perbatasan yang ditutup juga membuat Korut sulit memperoleh bantuan makanan. PBB mencatat, negara donor terbesar itu adalah China, dan ekspor makanan ke Korut telah terjun bebas hingga 80 persen sejak dimulainya pandemi. Aliran bantuan ke dalam Korut dari negara donor tidak mencukupi selama dekade terakhir.
Kebanyakan bantuan makanan dari organisasi internasional saat ini tak bisa dilakukan di Korut, karena pembatasan covid-19 membuat penyaluran bantuan lebih sulit dibandingkan dengan masa-masa normal.
Kun Li, dari World Food Programme, mengatakan kepada BBC, Organisasi Pangan Pertanian PBB, menyatakan, Korut memiliki kekurangan bahan makanan pokok setara dengan persediaan 2 atau 3 bulan. "Jika kekurangan ini tidak dapat ditutupi melalui impor komerasial dan/atau bantuan pangan dari luar negeri, rumah tangga bisa mengalami masa sulit periode Agustus hingga Oktober 2021," terangnya. (bbc)
Pyongyang Ambil Langkah Tak Biasa
Menyusul kondisi pangan dalam negeri yang buruk, Pemimpin tertinggi Korut, Kim Jong Un telah mulai terbuka untuk diadakannya pembicaraan dengan Presiden AS Joe Biden. Ia siap untuk dialog dan konfrontasi mengenai topik senjata nuklir.
Sebelumnya, Kim telah bersikukuh untuk tidak melanjutkan pembicaraan senjata dengan AS, yang dapat menawarkan bantuan dari sanksi yang mencekik ekonomi Korut.
Pengakuan Kim Jong Un bahwa negaranya menderita kekurangan makanan menjadi perhatian banyak kalangan. Sebab, dia dikenal tidak pernah mengakui jika negaranya dalam masalah. Tahun lalu, misalnya. Dia menegaskan tidak ada virus corona di negaranya.
Pengakuan bahwa ekonomi negara yang direncanakan secara terpusat, bahkan tidak dapat memberi makan rakyatnya, mungkin tampak janggal. Apalagi di Korut, Kim dan keluarganya dipandang dan digambarkan dalam propaganda sebagai orang yang sempurna dan hampir seperti Tuhan.
Namun, tidak seperti ayah dan pendahulunya, Kim tidak takut mengakui kesalahan atau kegagalan, atau bahkan menangis di depan rakyatnya. Kim telah membentuk citra domestiknya sebagai seorang pria dari rakyat.
Pemimpin diktator itu terus-menerus bertemu dengan publik, dan berdedikasi untuk meningkatkan kehidupan sehari-hari satu negara paling miskin di planet ini. Tujuannya yang dinyatakan sejak mengambil alih kekuasaan pada 2011 adalah untuk meningkatkan kehidupan sebagian besar warga Korut.