Virus Corona
BERITA LENGKAP : Ivermectin Efek Penggunaan Obat Ivermectin untuk Terapi Penyembuhan Covid-19
Kabar mengenai obat terapi untuk penyembuhan dari virus corona, yakni Invermectin. Informasi soal obat itupun sempat viral di media sosial.
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA -- Di tengah lonjakan kasus covid-19 di Tanah Air dalam beberapa waktu terakhir, beredar kabar mengenai obat terapi untuk penyembuhan dari virus corona, yakni Invermectin. Informasi soal obat itupun sempat viral di media sosial.
Meski demikian, penggunaan obat itu untuk penyembuhan covid-19 masih menimbulkan pro-kontra, di mana sejumlah pakar kesehatan menyebut efektivitasnya belum teruji.
Obat itu dikenalkan Menteri BUMN, Erick Thohir dalam konferensi pers virtual pada pada Senin (21/6). Obat yang diproduksi PT Indofarma itu kini sudah mendapat izin edar dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
"Pada hari ini kami ingin menyampaikan mengenai obat Ivermectin, yaitu obat anti parasit yang Alhamdulillah hari ini (Senin-Red) sudah keluar izin edar dari BPOM," ujar Erick Thohir, dikutip ompas.com.
Obat Ivermectin dijelaskan sebagai obat minum anti-parasit yang secara in vitro (pengujian di laboratorium) memiliki kemampuan anti-virus yang luas guna menghambat replikasi virus Sars-CoV 2.
Meski sudah mengantongi izin edar BPOM, Erick mengatakan, obat itu tidak dijual bebas. Penggunaanya harus menggunakan resep dokter sesuai dengan rekomendasi dari BPOM dan Kementerian Kesehatan.
"Kami terus melakukan komunikasi intensif dengan Kemenkes, bagaimana memang sesuai rekomendasi dari BPOM dan Kemenkes obat ini tentu harus dapat izin dokter dalam pengguaan kesehariannya," katanya.
Erick menegaskan, obat Ivermectin bukanlah obat covid-19, melainkan obat untuk terapi penyembuhan covid-10.
"Tapi sekali lagi ditekankan ini terapi, bukan obat covid-19. Ini bagian dari salah satu terapi penyembuhan," jelasnya.
Soal harga, obat itu dijual dengan harga Rp 5.000-Rp 7.000 per tablet. Erick menyatakan, Ivermectin diproduksi secara massal mulai bulan ini dengan kapasitas produksi 4 juta per bulan.
Pakar Farmakologi & Clinical Research Supporting Unit dari Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Indonesia (UI) Jakarta, dr Nafrialdi menyatakan, Ivermectin secara konvensional sebenarnya digunakan sebagai obat cacing, meski dalam pengujian in vitro menunjukkan potensi dapat menekan pertumbuhan virus.
"Pengujian in vitro mengindikasikan adanya potensi menekan pertumbuhan virus, sehingga timbul gagasan mencobanya (Ivermectin) untuk covid-19 (terapi-Red)," jelasnya, kepada Kompas.com, Selasa (22/6).
Terkait dengan apakah benar obat ivermectin dapat digunakan untuk terapi covid-19, Nafrialdi berujar, pertanyaan itu sebenarnya hanya bisa dijawab lewat uji klinis dengan desain dan metologi yang baik. Namun, ada cukup banyak laporan penelitian tentang uji klinis Ivermectin pada covid-19.
"Hasilnya (studi-Red) bervariasi, ada yang menunjukkan manfaat yang bagus, ada juga yang tidak. Namun, hasil metaanalisis menyimpulkan bahwa ada efek positif dari Ivermectin ini," imbuhnya.
Nafrialdi mengungkapkan, meski ada efek positif ivermectin terhadap covid-19, beberapa uji klinis yang dirangkum pada metaanalisis tersebut memiliki beberapa kelemahan dari segi metodologi.
Sebuah studi in vitro menunjukkan Ivermectin memiliki efek menghambat replikasi SARS-CoV-2. Namun, studi itu tidak bisa dianggap sebagai acuan, mengingat jumlah sampel yang digunakan sangat sedikit. Selain itu, dosis obat yang digunakan juga bervariasi dan tidak terkontrol.
Laporan pengobatan Ivermectin berhasil pada pasien, ternyata diiringi dengan konsumsi obat-obatan lain seperti doxycycline, hydroxychloroquine, azithromycin, zinc, dan kostikosteroid. Hal itu menyebabkan hasil klaim bahwa Ivermectin bisa menyembuhkan covid-19 tidak bisa diterima.
Tunggu konsensus
Berkaitan dengan penggunaan Ivermectin untuk terapi covid-19 di Indonesia, Nafrialdi meminta agar masyarakat menunggu konsensus dari organisasi profesi kedokteran.
"Pada pedoman yang lalu (edisi desember 2020), Ivermectin belum tercantum. Jadi kita tunggu saja para pakar bersidang untuk menentukan kebijakan selanjutnya," terangnya.
Sementara, Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Prof Zubairi Djoerban sempat menyatakan, Ivermectin belum bisa digunakan dan cenderung tidak efektif untuk mengobati covid-19, bahkan India baru saja menghapus Ivermectin dari daftar pengobatan virus corona.
"Singkatnya obat ini adalah untuk mengobati infeksi cacing gelang di dalam tubuh manusia. Ivermectin masuk golongan antihelmintik yang kadang dipakai mengatasi scabies atau kudis dan hanya diresepkan dokter," tuturnya.
Menurut dia, Ivermectin populer disebut-sebut sebagai obat yang dapat menghambat perkembangan SARS-CoV-2, lantaran ada studi di Australia yang mengklaim obat itu bekerja dengan cara menghambat protein yang membawa virus penyebab covid-19 ke dalam inti tubuh manusia.
"Hal ini yang kemudian diyakini bahwa Ivermectin mencegah penambahan jumlah virus di tubuh sehingga infeksi tidak makin parah. Persoalannya, studi ini baru dilakukan terhadap sel-sel yang diekstraksi di laboratorium. Uji coba Ivermectin pada tubuh manusia belum dilakukan," jelas Guru Besar FK UI itu.
Zubairi memaparkan, studi berikutnya adalah di Bangladesh, yang juga mengklaim Ivermectin dapat mempercepat proses pemulihan pasien covid-19. Tetapi, penelitinya pun menyatakan terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa Ivermectin efektif untuk pengobatan covid-19.
"Lalu bagaimana Ivermectin di Eropa dan Amerika? Yang jelas, European Medicines Agency (EMA) dan Food and Drug Administration (FDA) belum mengizinkan Ivermectin digunakan untuk mengobati covid-19," terangnya.
Zubairi menuturkan, EMA sendiri telah meninjau beberapa studi terkait dengan penggunaan Ivermectin. Mereka menemukan kalau obat itu memang dapat memblokir replikasi SARS-CoV-2. Tapi pada konsentrasi Ivermectin yang jauh lebih tinggi daripada yang dicapai dengan dosis yang diizinkan saat ini.
Pada kesimpulannya, EMA menyatakan bahwa sebagian besar studi yang ditinjau memiliki keterbatasan. Mereka belum menemukan bukti cukup untuk mendukung penggunaan Ivermectin pada covid-19 di luar uji klinis.
Sementara FDA, pada beberapa pernyataannya mengingatkan bahwa dosis besar dari Ivermectin itu berbahaya.
Apalagi jika berinteraksi dengan obat lain seperti pengencer darah, dan bisa menyebabkan overdosis.
"Prinsipnya, studi Ivermectin sebagai obat covid-19 masih sangat terbatas, dan masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Pun, bisa saja nanti Ivermectin digunakan ketika studi terbaru menemukan bukti yang cukup. Kan tidak menutup kemungkinan itu juga," tukasnya. (Tribunnews.com/Daryono/Rina Ayu/Kompas.com/Rully R Ramli/Gloria Setyvani Putri/Kontan/Vina Elvira)
Izin Edar BPOM Sebagai Obat Cacing
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) angkat bicara soal Ivermectin yang disebut sebagai obat terapi untuk penyembuhan covid-19. Menurut BPOM, hingga saat ini belum ada uji klinik mengenai Ivermectin sebagai obat penyembuhan covid-19.
"Data uji klinik yang cukup untuk membuktikan khasiat Ivermectin dalam mencegah dan mengobati covid-19 hingga saat ini belum tersedia. Dengan demikian, Ivermectin belum dapat disetujui untuk indikasi tersebut," demikian pernyataan BPOM, seperti yang dikutip dari situs resminya, Selasa (22/6).
Saat ini, izin edar Ivermectin yang diberikan BPOM adalah sebagai obat cacing, dan bukan untuk digunakan sebagai obat covid-19. "Ivermectin kaplet 12 mg terdaftar di Indonesia untuk indikasi infeksi kecacingan (Strongyloidiasis dan Onchocerciasis). Ivermectin diberikan dalam dosis tunggal 150-200 mcg/kg Berat Badan dengan pemakaian satu tahun sekali," demikian penjelasan BPOM.
Ivermectin termasuk jenis obat keras, sehingga pembeliannya harus dengan resep dokter, dan penggunaannya di bawah pengawasan dokter. Sebagai tindak lanjut untuk memastikan khasiat dan keamanan penggunaan Ivermectin dalam pengobatan covid-19 di Indonesia, akan dilakukan uji klinik di bawah koordinasi Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, serta Kementerian Kesehatan RI dengan melibatkan beberapa Rumah Sakit. "Masih perlu adanya pembuktian khasiat Ivermectin melalui uji klinik," jelas BPOM.
Penggunaan Ivermectin secara bebas tanpa pengawasan dokter akan memberi efek samping yang beragam seperti adalah nyeri otot atau sendi, ruam kulit, demam, pusing, sembelit, diare, mengantuk, dan Sindrom Stevens-Johnson.
BPOM meminta kepada masyarakat tidak membeli obat Ivermectin secara bebas tanpa resep dokter, termasuk melalui platform online. Masyarakat yang mendapatkan resep dokter untuk Ivermectin agar membeli di fasilitas pelayanan kefarmasian yang resmi, seperti apotek dan rumah sakit.
"Pembelian obat Ivermectin termasuk melalui online tanpa ada resep dokter dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku," tandas pernyataan itu. (Kompas.com/Wahyuni Sahara)
Wiku Minta Ada Pengawasan dari Pemda
Juru Bicara Satgas Covid-19, Wiku Adisasmito meminta daerah yang telah menerima bantuan obat Ivermectin agar mengawasi penggunaanya pada pasien covid-19.
Ia menuturkan, sebagaimana yang disampaikan BPOM bahwa kehati-hatian sangat diutamakan dalam menggunakan obat ini, dan harus di bawah rekomendasi berdasarkan observasi indikasi tertentu oleh dokter.
"Mohon bagi daerah yang telah menerima bantuan pengobatan Ivermectin memastikan penggunaannya sesuai dengan rekomendasi BPOM," katanya, akhir pekan lalu.
Seperti diketahui, meski baru mendapat izin edar BPOM pada Senin (21/6), obat Ivermectin sudah didistribusikan ke sejumlah daerah di Tanah Air, sebagai bantuan dari Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko atas nama Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), untuk penanganan pasien covid-19.
Wiku menegaskan, pada prinsipnya sampai saat ini penelitian terkait dengan penemuan obat-obatan dan upaya cara terapi untuk penyakit covid-19 masih terus dilakukan dan terus berkembang.
Dalam memastikan khasiat dan keamanan penggunaan Ivermectin dalam pengobatan covid-19, Badan penelitian dan pengembangan kesehatan Kementerian Kesehatan RI akan segera melakukan studi lanjutan dengan melibatkan beberapa rumah sakit.
Adapun, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyambut baik penerbitan izin edar obat Ivermectin oleh BPOM pada Senin (21/6). "Itu merupakan langkah yang tepat," kata Moeldoko, Selasa (22/6).
Ivermectin sudah tidak asing lagi bagi Moeldoko. Ia mengaku telah mengirimkan puluhan ribu dosis Ivermectin ke sejumlah daerah di Indonesia sejak beberapa waktu lalu.
Sekitar 3 pekan lalu, Moeldoko atas nama Ketua Umum HKTI mengirim obat itu untuk warga Kudus yang tengah menghadapi lonjakan kasus covid-19.
Moeldoko menyebut, langkah itu ia tempuh berdasarkan pengetahuan dan keyakinannya terhadap manfaat Ivermectin yang mampu menurunkan jumlah penderita dan kematian akibat covid-19 di India, serta 15 negara lain di dunia.
“Awal bulan ini ketika saya melakukan tindakan cepat dan terukur untuk menolong masyarakat Kudus yang sedang menderita dihajar covid, mungkin ada yang merasa heran. Sekarang terbukti bahwa itu tindakan yang tepat,” ucapnya.
Menurut laporan yang Moeldoko terima dari Bupati Kudus, HM Hartopo, sebanyak 2.500 dosis Ivermectin yang ia kirim ke Kudus pada 7 Juni lalu sudah disebarkan ke rumah sakit dan puskesmas.
Moeldoko pun mengaku sudah membagikan puluhan ribu dosis Ivermectin ke berbagai wilayah zona hitam dan merah covid-19. Selain Kudus, obat itu ia bagikan ke tiga kecamatan di Semarang, satu kecamatan di Demak, Kabupaten Sragen, Bangkalan, dan Madura.
Obat tersebut juga dibagikan ke sejumlah wilayah di ke Provinsi Kalimantan Barat yakni Pontianak, Singkawang, Sambas, Bengkayang, Landak, hingg Kabupaten Sintang.
Moeldoko pun menyampaikan terima kasih atas respons positif yang Bupati Kudus dan seluruh kepala daerah yang telah menerima dan mendistribusikan Ivermectin.
Ia juga berterima kasih kepada Menteri BUMN Erick Thohir yang ikut mengawal proses penerbitan izin edar Ivermectin. "Diharapkan masyarakat bisa segera tertolong keluar dari kegawatan pandemi ini dengan obat murah yang tersedia,” ucapnya. (Tribunnews/Rina Ayu Panca Rini/Fitria Chusna Farisa)
Baca juga: Benarkah PPKM Dorong Harga Sayuran Terus Melonjak Tinggi hingga 3 Kali Lipat? Ini Penelusurannya
Baca juga: Hotline Semarang : Benarkah Jam Operasional Tempat Usaha Dibatasi Pukul 20.00 WIB
Baca juga: Ajal Menjemput Pria Ini Setelah Menghina Wajah Jelek Rekan Kerjanya, Inilah Kronologi Lengkapnya
Baca juga: PREVIEW EURO 2020 Tanding Ulang Final 2016 di Laga Portugal vs Prancis