Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Solo

Selama Pandemi, Angka Perceraian di Solo Turun Drastis

Kepala Kemenag Solo, Hidayat Maskur menyebut adanya penerapan protokol kesehatan disinyalir menjadi faktor penurunan angka perceraian menurun

Penulis: Muhammad Sholekan | Editor: muslimah
TRIBUNNEWS.COM
ILUSTRASI PERCERAIAN 

TRIBUNJATENG.COM, SOLO - Masa pandemi, angka perceraian di Kota Solo turun drastis dibanding sebelum pandemi. 

Kepala Kemenag Solo, Hidayat Maskur menyebut adanya penerapan protokol kesehatan disinyalir menjadi faktor penurunan angka perceraian menurun. 

Menurut Maskur, pada tahun 2019 atau sebelum pandemi tercatat sekira 1.800 pasutri bercerai. 

Maskur menjelaskan, jumlah itu menurun pada tahun 2020 atau pada saat pandemi menjadi sekira 800 kasus perceraian. 

Sedangkan, lanjut Maksur, hingga bulan ini atau Juli 2021, tercatat sudah ratusan pasangan suami istri (pasutri) bercerai. 

Dia juga menduga, penurunan angka perceraian karena selama pandemi masyarakat diminta untuk di rumah saja dan mengurangi mobilitas. 

“Bisa saja saat di rumah mereka menjadi rukun, jadi tidak bercerai. WFH (bekerja dari rumah, red) bisa saja membuat jadi rukun lagi. Lalu, mengurus cerai kan prosesnya lama dan antre, takut kerumunan bisa juga,” ucap Maskur, Jumat (2/7/2021). 

Namun, lanjut dia, bisa dibilang meski turun drastis, angka perceraian di Solo cenderung tinggi. 

Dia menyebut, di setiap 3 pernikahan ada 1 kasus perceraian. Padahal, jumlah warga Solo bisa dibilang sedikit. 

“Secara umum angka yang saya bandingkan adalah angka perceraian dan angka pernikahan. Ini yang saya garis bawahi. Ternyata seperti bom waktu, jadi yang cerai banyak, padahal penduduk Solo sedikit,” tuturnya. 

Menurutnya, perbandingan 3:1 itu harus dicari persoalannya. 

Dia merinci, dari jenis perceraian, cerai gugat atau istri mengajukan cerai lebih mendominasi dibandingkan cerai talak atau cerai yang diajukan oleh suami. 

Artinya, lanjut Maskur, banyak laki-laki tidak bertanggungjawab karena alasan cerai mendasar yakni sighat taklik talak atau perjanjian setelah akad nikah. 

“Pengajuan cerai pasti ada alasan. Alasan mendasar pasti sighat taklik talak seperti membiarkan istri, KDRT, atau tidak menafkahi,” ungkapnya. 

Menurutnya, faktor kerukunan rumah tangga dapat memicu kondusivitas sebuah wilayah. 

"Kerukunan rumah tangga merupakan faktor pokok. Ketika anak-anak dididik dengan baik, secara otomatis akan berimbas kepada anak menjadi baik," tandasnya. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved