Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Viral

Kisah di Balik Pengawetan Otak Lenin yang Disayat Jadi 30.953 Irisan

Lenin disebut meninggal karena sifilis otak. Pada 1920-an, sifilis sangat umum di Rusia dan bisa ditularkan bukan melalui kontak seksual

Wikipedia
Vladimir Lenin 

TRIBUNJATENG.COM - Vladimir Ilyich Ulyanov atau yang lebih dikenal dengan nama Vladimir Lenin lahir di Rusia pada 22 April 1870.

Lenin meninggal dunia pada 21 Januari 1924.

Hingga kini, tubuh Lenin masih bisa dilihat di mausoleum Lapangan Merah, Moskow.

Lenin adalah sosok pemimpin Revolusi Rusia yang punya kemampuan intelektual luar biasa.

Dia lulus dari  Gimnasium Klasik Simbirsk dengan medali emas serta dapat menulis dengan lancar dalam bahasa Inggris, Prancis, dan Jerman.

Tidak hanya itu, dia juga bisa berbicara bahasa Yunani dan Italia.

Aleksandr Schlichter (1868-1940), negarawan Soviet yang bekerja dengan Lenin mengingat dengan jelas, Lenin dapat menulis sebuah artikel untuk satu halaman surat kabar hanya dalam satu jam.

Teman sekelas Lenin, Aleksandr Naumov (1868-1950) menyebutnya sebagai “ensiklopedia berjalan” dan menulis Lenin memiliki

“Kemampuan luar biasa: ingatan luar biasa, keingintahuan ilmiah yang tak pernah terpuaskan, dan produktivitas yang luar biasa.”

Pada akhirnya, tujuan nyata dari hidup Vladimir Lenin - penghancuran monarki Romanov dan pembentukan Uni Soviet - dicapai dengan luar biasa olehnya melalui aktivitas bawah tanah selama bertahun-tahun, kerja keras, propaganda, spekulasi keuangan, dan intrik.

Keberhasilan itu telah membuat Lenin menerima status ikonik selama hidupnya.

Kaum Bolshevik dan orang-orang Rusia yang mendukungnya percaya, Lenin adalah semacam manusia super.

Rupanya, tujuan para dokter ingin mempelajari otak Lenin adalah untuk menentukan kemungkinan alasan kemampuannya yang luar biasa.

Segera setelah kematiannya, otak Lenin dikeluarkan.

Saat ini, otak Lenin diawetkan di Departemen Penelitian Otak Pusat Ilmiah Neurologi Akademi Ilmu Kedokteran Rusia.

Pada 1925, sebuah laboratorium khusus untuk mempelajari otak Lenin didirikan.

Oskar Vogt (1870-1959), seorang dokter dan ahli saraf Jerman, diundang ke Moskow untuk membuat dan mengelola laboratorium itu.

Otak Lenin dibedah di bawah pengawasan Vogt dan kemudian persiapan untuk mempelajarinya pun dimulai.

Menurut laporan akhir, otak Lenin disayat menjadi 30.953 irisan setebal 20 mikrometer (0,02 mm).

Namun, setelah mendapatkan salah satu irisan otak Lenin pada 1928, Vogt meninggalkan Moskow dan tidak pernah kembali.

Dia menggunakan sampel otak Lenin dalam demonstrasi saat memberikan kuliah di Eropa.

Menurutnya, otak Lenin dibedakan oleh sel piramidal yang sangat besar dan banyak di bagian korteks lapisan ketiga.

Namun, kemudian diketahui cytoarchitecture (komposisi jaringan sistem saraf) otak tidak ada hubungannya dengan kemampuan intelektual seseorang.

Sejak 1932, pertanyaan tentang kualitas fisik otak Lenin tidak pernah dibahas lagi.

Pada 1969, Boris Petrovsky (1908-2004), Menteri Kesehatan Soviet, menulis dalam sebuah catatan kepada Komite Sentral Partai Komunis.

"Kementerian Kesehatan Uni Soviet percaya, terlepas dari kenyataan hasil studi cytoarchitectonic otak Vladimir Lenin sangat menarik secara ilmiah, itu semua tidak boleh dipublikasikan."

Penyebab Kematian Lenin

Tanda-tanda awal dari beberapa penyakit saraf telah muncul pada 1922, dua tahun sebelum kematian Lenin.

Ia pusing, pingsan, insomnia, kelemahan pada lengan dan kaki, serta kehilangan kemampuan berbicara.

Para dokter tidak sepakat tentang penyebab semua itu.

Mereka mencurigai aterosklerosis (penyempitan dan pengerasan pembuluh darah arteri).

Tetapi Lenin baru berusia 51 tahun terlalu muda untuk itu.

Ada juga dugaan lesi (kerusakan) akibat sifilis.

Akan tetapi, semua dokter mencatat pemulihan kecerdasan Lenin yang luar biasa.

Kadang-kadang, penyakitnya hilang dan Lenin kembali bekerja di Komite Sentral.

Namun, Maret 1923, ia kembali kehilangan kemampuan berbicara.

Meskipun hal itu pulih setelah beberapa waktu, Lenin tidak pernah kembali bekerja.

Ada sebelas dokter yang hadir di otopsi.

Hasil otopsi ditulis ulang setidaknya tiga kali.

Diagnosis akhir adalah “aterosklerosis umum pada arteri dengan lesi yang jelas pada arteri otak.”

Namun, tidak banyak informasi yang tersedia.

Para dokter tetap tutup mulut tentang detail hasil otopsi hingga akhir hayat mereka dan buku harian penyakit Lenin, yang dibuat dalam dua tahun terakhir hidupnya oleh tiga dokter yang merawatnya, diklasifikasikan selama 75 tahun setelah kematian Lenin.

Pada 1999, ketika batas waktu itu habis, keponakan Lenin, Olga Ulyanova, meminta agar pendeklasifikasian dokumen-dokumen itu dilanjutkan hingga peringatan 100 tahun kematian Lenin pada 2024.

Ahli gerontologi Valeriy Novoselov tampaknya menjadi satu-satunya petugas medis yang pernah bekerja dengan buku harian ini, tetapi ia dilarang memfotokopinya.

Menurut Novoselov, Lenin meninggal karena sifilis otak.

Pada 1920-an, sifilis sangat umum di Rusia dan dapat ditularkan bukan melalui kontak seksual, tetapi melalui benda-benda yang disentuh atau digunakan oleh mereka yang menderita penyakit tersebut. (*)

Artikel ini telah tayang di id.rbth.com dengan judul Mengapa Bolshevik Mengeluarkan dan Mempelajari Otak Lenin Setelah Kematiannya?

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved