Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Banjarnegara

Alasan Edi-Peni Suami Istri Asal Banjarnegara Tinggal di Tengah Hutan Jauh dari Hiruk Pikuk

pasangan suami istri di Desa Prigi Kecamatan Sigaluh, Banjarnegara,  Edi Suharto dan Peni memilih menghabiskan sisa umur di tengah hutan. 

Penulis: khoirul muzaki | Editor: galih permadi
TRIBUNJATENG/KHOIRUL MUZAKKI
rumah tua tengah hutan Desa Prigi Kecamatan Sigaluh, Banjarnegara 

Rumah tua itu merupakan peninggalan eyang Sutejo, orang tua mereka yang dulu pernah bekerja di perkebunan milik Belanda. 

"Orang tua dulu bekerja di perkebunan tebu. Buat rumah di sini, " katanya

Peni merasa sayang jika rumah bersejarah itu telantarkan.

Hingga ia dan suaminya memutuskan menempatinya, meski dengan konsekuensi yang menantang. 

Tidak ada jaringan listrik PLN yang sampai ke rumah di hutan itu. Alhasil rumah itu diterangi oleh listrik yang dihasilkan dari kincir air buatan.  

Mereka juga harus ikhlas jauh dari fasilitas umum atau kantor pemerintahan.  Mereka juga harus jauh dari toko atau warung yang menyediakan berbagai kebutuhan.  

"Di sini kan rumahnya kosong, ngapain tidak ditinggali. Juga sudah tua, ingin mengurangi kegiatan-kegiatan yang banyak negatif, " katanya

Meski tinggal sendiri di hutan, Peni merasa tak pernah kesepian. Sanak famili serta anaknya kerap menengoknya.

Ia pun masih bisa berinteraksi ketika bertemu dengan petani yang kebunnya berada di pinggir hutan. Atau warga yang sedang pergi ke hutan dan melintasi rumahnya.  

Kepada mereka pula, ia kerap meminta bantuan. Ada berbagai kebutuhan yang tak mungkin ia penuhi sendiri. 

 Untuk mencukupi kebutuhan dapur misalnya, ia menitip belanja kepada warga atau petani yang biasa ke kebun dekat rumahnya atau hutan. 

Untuk mengantisipasi jika sewaktu -waktu sakit, keluarganya menyetok obat-obatan di rumah. Maklum, jangankan ke fasilitas kesehatan, untuk menjangkau pemukiman warga saja ia harus turun jauh dan butuh perjuangan. 

"Biasanya saya pesan kebutuhan (belanja) ke warung di desa, lalu dititipkan orang yang mau ke kebun atau hutan," katanya.

Meski tak memiliki tetangga, Peni merasa bahagia tinggal di hutan yang jauh dari keramaian. Ia bisa tiap hari menghirup udara sejuk pegunungan. Jelas anugerah itu sulit didapat ketika ia tinggal di kota yang penuh polusi udara.  Ia juga merasakan damai dan tenang karena tak pernah mendengar kegaduhan dan suara-suara negatif dari luar. 

Alhasil, bukan hanya fisiknya terpelihara. Kesehatan jiwanya pun terjaga.  Karena tak memiliki tetangga, ia bisa terhindar dari prasangka (gibah) karena membicarakan keburukan tetangga. 

Karena kedamaian yang dirasakan, Peni tak berpikir untuk "turun gunung" lagi dengan tinggal di perumahan seperti warga umumnya. 

"Di sini tenang, bisa mengurangi pikiran negatif. Pikirannya bening. Tidak pernah mendengar suara-suara (negatif). Karena pikirannya positif, tidak gampang emosi, tidak cepat darah tinggi, " katanya.(*)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved