Berita Cilacap
Banjir di Jeruklegi Cilacap Terjadi saat Musim Kemarau, BMKG Ungkap Penyebabnya
Gangguan cuaca lainnya berupa gelombang atmosfer Rossby Ekuator di atas wilayah Jawa, Lampung, Kalimantan Utara, dan Sulawesi bagian utara
Penulis: Permata Putra Sejati | Editor: muslimah
TRIBUNJATENG.COM, CILACAP - Hujan deras yang mengakibatkan banjir di sejumlah wilayah di Kecamatan Jeruklegi dan Kawunganten, Cilacap menurut pengamatan BMKG disebabkan karena adanya gangguan cuaca.
Hal itu disampaikan oleh, Kepala Kelompok Teknisi BMKG Stasiun Metereologi Tunggul Wulung Cilacap, Teguh Wardoyo bahwa wilayah Kabupaten Cilacap secara keseluruhan sebenarnya telah memasuki musim kemarau.
"Akan tetapi saat ini terdapat gangguan cuaca bersifat regional yang berdampak terhadap peningkatan curah hujan," ujarnya melalui keterangan resmi kepada Tribunbanyumas.com, Rabu (21/7/2021).
Berdasarkan informasi dinamika atmosfer pada tanggal 21 Juli 2021, yang berpengaruh terhadap curah hujan khususnya di Jateng, antara lain perbedaaan nilai anomali suhu permukaan laut tersebut disebut sebagai Dipole Mode Indeks (DMI).
DMI positif umumnya berdampak pada berkurangnya curah hujan di Indonesia bagian barat.
Sedangkan DMI negatif (-) berdampak pada meningkatnya curah hujan di Indonesia bagian barat.
DMI dianggap normal ketika nilainya negatif 0,4 hingga positif 0,4.
Saat ini, DMI terpantau negatif 0,46, sehingga suplai uap air dari wilayah Samudra Hindia ke wilayah Indonesia bagian barat signifikan.
Dengan kata lain, aktivitas pembentukan awan di wilayah Indonesia bagian barat signifikan.
Selain DMI, keberadaan Madden Julian Oscillation (MJO) di Kuadran 5 (Indian Ocean/Samudra Hindia, netral) berkontribusi terhadap proses pembentukan awan hujan di wilayah Indonesia.
Gangguan cuaca lainnya berupa gelombang atmosfer Rossby Ekuator di atas wilayah Jawa, Lampung, Kalimantan Utara, dan Sulawesi bagian utara.
Sedangkan gelombang atmosfer tipe Low Frequency berada di atas wilayah Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.
Ia memaparkan saat ini juga terdapat anomali suhu permukaan laut (sea surface temperature/SST) dengan nilai SST anomali berkisar 1-3 derajat Celcius.
Kondisi tersebut mengakibatkan adanya potensi penguapan atau penambahan massa uap air di Laut Andaman, Selat Malaka, Samudra Hindia barat Sumatra, Laut Jawa, Selat Madura, Samudra Hindia selatan Jawa hingga Nusa Tenggara Timur, Laut Bali.
Kemudian ada pula di Laut Flores, Selat Makassar, Teluk Bone, Teluk Tomini, Laut Sulawesi, Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda, Laut Sawu, Laut Timor, Laut Arafuru, Laut Halmahera, Teluk Cendrawasih, dan Samudra Pasifik utara Papua.