PPKM Level 4
Buka Tutup Kebijakan PPKM, Pengusaha: Kami Sudah Tidak Kuat
Buka-tutup kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) oleh pemerintah membuat pengusaha di Jateng di ambang sengsara.
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG -- Buka-tutup kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) oleh pemerintah membuat pengusaha di Jateng di ambang sengsara.
Pasalnya, penerapan PPKM hingga PPKM Darurat/level 4 saat ini dinilai masih tidak efektif, dan justru membuat para pengusaha semakin babak belur.
"Kami sudah mengalami krisis ekonomi 17 bulan. Kami bertanya, apakah covid-19 ini membuat kita miskin? Sepertinya tidak, kebijakan pemerintah yang membuat kita miskin," seru Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Jateng, Billy Dahlan, kepada media, akhir pekan lalu.
Ia mewakili pengusaha muda di Jateng mengaku sudah tak kuat lagi merasakan imbas dari diterapkannya PPKM hingga PPKM darurat/level 4.
Menurutnya, para pengusaha sudah mencoba bertahan dengan melakukan efisiensi dan inovasi untuk menekan kerugian. Namun, cara yang dilakukan belum berhasil.
Bahkan, Billy menyebutkan, kerugian yang mencapai miliaran membuat para pengusaha terpaksa melakukan PHK terhadap karyawan.
Selain itu, penjualan aset juga tidak bisa dihindarkan untuk menutupi operasional perusahaan.
Di masa pandemi, dia menambahkan, pihaknya sudah mencoba menyiasati dengan fokus ke satu prioritas, yakni efisiensi dan mengurangi tenaga kerja. Pindah online pun sudah lakukan, tetapi pengetatan PPKM dinilai tetap membuat kondisi semakin berat.
"Saya sendiri punya karyawan di grup 6.000 orang, dan tahun lalu sudah merumahkan hampir 2.000 orang. Kami juga sudah mem-PHK lebih dari 600 orang, dan kas juga sudah habis.
Saat PPKM darurat ini mau menggaji karyawan sudah bingung, mau diefisiensikan semua? Saya yakin ini juga terjadi pada banyak pengusaha," keluhnya.
Billy menyebut, dari total 1.500 anggota Hipmi Jateng, pengusaha yang tidak terdampak pandemi tidak lebih dari 3 persen.
Menurut dia, yang mampu bertahan itu hanyalah pengusaha bidang kesehatan dan farmasi, mengingat saat ini sangat dibutuhkan. Sementara lainnya, sebagian besar merasakan dampak sama hingga mengalami kerugian miliaran rupiah.
"Mayoritas terdampak, baik sektor esensial maupun nonesensial. Wisata, retail, advertising, semuanya, tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Jangankan kehilangan potensi, yang sudah benar-benar hilang saja sudah puluhan miliar (rupiah)," paparnya.
Dengan kondisi itu, Billy mempertanyakan keseriusan pemerintah. Pasalnya, ia melihat berbagai kebijakan yang dilakukan pemerintah ini tidak memberikan dampak apapun, termasuk PPKM level 4 yang dinilai tidak terukur dan tidak memiliki target jelas.
Ia berujar, jika PPKM hanya untuk mencegah dan mengurangi penularan covid-19, ia tidak yakin kebijakan itu tepat.