PPKM Level 4
Kenapa Banyak Kasus Meninggal di IGD? Tingginya Angka Kematian Covid-19 Indonesia Jadi Sorotan Dunia
Media asing, Bloomberg pada 27 Juli lalu yang menyebut Indonesia menjadi negara terburuk di dunia dalam menangani pandemi.
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA -- Penanganan pandemi covid-19 di Indonesia tengah menjadi sorotan dunia. Hal itu setelah laporan dari media asing, Bloomberg pada 27 Juli lalu yang menyebut Indonesia menjadi negara terburuk di dunia dalam menangani pandemi.
Satu di antara faktor penyebabnya adalah karena tingginya angka kematian covid-19 di Tanah Air. Tercatat, dalam beberapa minggu terakhir, lebih dari 1.300 orang meninggal setiap hari.
Bahkan, rekor kasus kematian di Indonesia dan tertinggi di dunia sempat terjadi pada 27 Juli 2021 lalu dengan 2.069 kasus. Menurut data dari Johns Hopkins Univercity, angka kematian covid-19 per kapita di Indonesia lebih tinggi dari Brazil.
Padahal, Brazil sempat mengalami lonjakan kasus kematian yang serupa pada April 2021 lalu. Dalam satu minggu terakhir, Brazil mencatat kasus kematian sebanyak 6.910 jiwa.
Sementara, angka kasus kematian di Indonesia mencapai hampir dua kali lipat dari Brazil, yakni 12.444 jiwa.
Adapun, kasus kematian akibat covid-19 di Indonesia masih terus bertambah hingga Senin (2/8), yakni dilaporkan sebanyak 1.568 orang. Dengan demikian, total pasien covid-19 meninggal dunia jumlahnya menjadi 97.291 orang.
Menanggapi hal itu, Ketua Bidang Penanganan Kesehatan Satgas Covid-19, Alexander K Ginting mengatakan, meski angka kematian akibat covid-19 di Indonesia tinggi, dunia juga perlu menyoroti recovery rate di Indonesia yang cukup tinggi.
Mengenai tingginya angka kematian, ia menyebut, satu di antara faktornya adalah karena covid-19 merenggut populasi rentan. Pihaknya pun mengaku akan terus fokus memperbaiki penanganan covid-19, khususnya bagi populasi yang rentan.
"Persoalan kenapa ada angka kematian tinggi itu adalah karena mereka termasuk populasi rentan. Termasuk (mereka yang memiliki-Red) komorbid dan berusia lanjut, justru ini sektor yang perlu kita fokuskan ke mereka yang masuk ke populasi rentan," katanya, dikutip dari tayangan Youtube Kompas TV, Senin (2/8).
Alexander menuturkan, saat ini pemerintah telah merespon cepat kenaikan kasus kematian dengan memperbaiki sistem isolasi mandiri menuju ke isolasi terpusat. Diharapkan, setelah pasien covid-19 masuk ke isolasi terpusat, maka akan mendapat pengawasan, sehingga kematian bisa diantisipasi.
"Pemerintah dengan cepat telah merespon hal ini untuk menyiapkan isolasi terpusat. Dengan demikian, mereka yang populasi rentan bisa direspons dengan pendampingan dan tidak jatuh ke rumah sakit. Ini mungkin salah satu kunci menurunkan angka kematian," ujarnya.
Tren baru
Adapun, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyatakan, belakangan tercatat ada tren baru kasus kematian pasien covid-19 di rumah sakit, yakni perbedaan lama waktu perawatan dan lokasi kematian.
Dari data Kemenkes, rata-rata pasien covid-19 meninggal di rumah sakit setelah 4 hari menjalani perawatan.
"Mereka lebih singkat ada di RS sebelum wafat. Bahwa sebelumnya kematian itu terjadi rata-rata 8 hari dirawat, sekarang 4,8 hari. Jadi lebih cepat," ucapnya.
Pihaknya juga menemukan banyak kasus kematian pasien covid-19 IGD rumah sakit. Padahal sebelumnya, kasus kematian pasien covid-19 biasanya terjadi di ICU atau ruang isolasi.
"Dulu hampir tidak ada kematian di IGD. Orang datang sakit masuk IGD, diperiksa, tunggu sebentar ada kamar, kondisi memburuk, dia masuk ICU, jadi kebanyakan kasus yang dulu meninggal di ICU. Tapi dalam tiga bulan terakhir kami amati di IGD justru kematiannya tinggi," jelasnya.
Survei di 31 RS vertikal Kemenkes sejak Mei-Juli menunjukkan kasus meninggal di IGD mengalami kenaikan. Pada Mei, dari 2.433 kasus pasien masuk IGD, tercatat 3,7 persen pasien meninggal atau sekitar 89 orang.
Angkanya kemudian naik pada Juni, sebanyak 5.897 pasien masuk IGD ada 12,4 persen atau 733 kasus meninggal dunia.
Pada Juli, angka pasien masuk IGD semakin meningkat. Tercatat 7.545 pasien masuk IGD, dari angka tersebut 20 persen di antaranya atau 1.512 orang meninggal.
"Kami teliti di IGD kenapa banyak yang wafat, ternyata sebagian besar karena saturasi oksigen pada saat masuk sudah rendah sekali, banyak pasien masuk rumah sakit dalam kondisi saturasi di bawah 90 persen," tutur Budi.
50 persen di Jawa
Budi mengungkapkan, sebanyak 50 persen kasus kematian nasional terkait dengan covid-19 disumbang oleh 20 kabupaten/kota di Jawa. Data itu diambil selama PPKM Level 4 diterapkan pada 19-25 Juli 2021.
"Khususnya angka kematian memang tinggi. Kami analisa dari 20 kabupaten/kota terbesar di Jawa ini menyumbangkan 50 persen kasus kematian," katanya, dalam webinar, Senin (2/8).
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Total kasus kematian di 20 kabupaten kota tersebut sebanyak 2.873 kasus selama penerapan pertama PPKM Level 4 di Jawa-Bali. Provinsi Jabar, Jateng, dan Jatim menjadi provinsi dengan sumbangan kasus kematian terbanyak.
Di Jabar, Purwakarta dan Karawang mencatat total kasus kematian terbanyak selama 19-25 Juli. Purwakarta menyumbang sebanyak 216 kasus kematian, sementara Karawang sebanyak 130 kasus kematian.
Kemudian ada sembilan kabupaten/kota di Jateng mencatat kasus kematian tinggi. Pertama, Kota Semarang dengan 340 kasus kematian, disusul Sragen 186 kasus kematian, Sukoharjo 163 kasus kematian, dan Wonogiri 153 kasus kematian.
Kemudian ada Kota Solo dengan 120 kasus kematian, Banjarnegara 107 kasus, Kebumen 101 kasus, Klaten 92 kasus, dan Karanganyar 92 kasus kematian.
Selanjutnya, sembilan kabupaten/kota di Jatim dengan sumbangan kasus kematian terbanyak antara lain tercatat di Jember 185 kasus, Kota Surabaya 162 kasus, Jombang 149 kasus, Trenggalek 136 kasus, dan Bojonegoro 122 kasus. Daerah lain yakni Bondowoso 114 kasus, Situbondo 108 kasus, Blitar 104 kasus, dan Bangkalan 93 kasus.
Adapun, sebanyak 1.568 kasus kematian yang terjadi selama 24 jam terakhir pada Senin (2/8), tersebar di 30 provinsi. Jatim menjadi daerah yang mencatatkan kasus kematian tertinggi, yaitu 352 kasus.
Kemudian diikuti Jateng sebanyak 333 kasus, dan DKI Jakarta sebanyak 154 kasus. (Tribunnews/CNNIndonesia)
Baca juga: Sinopsis Fast and Furious Tokyo Drift Big Movies GTV Pukul 22.30 WIB Balapan Liar di Jalanan Jepang
Baca juga: Update Klasemen Indonesia di Olimpiade Tokyo 2021 Jumlah Medali Lebih Banyak Dibanding Olimpiade Rio
Baca juga: Amanda Manopo Pamit, Sinetron Ikatan Cinta Segera Tamat? Ini Curhat Galau Pemeran Andin
Baca juga: Kemenhub Siasati Anggaran untuk Lanjutkan Proyek Infrastruktur di Tengah Pandemi