Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Sumbangan 2 Triliun

WAWANCARA Dian Ediana Bae: Kita Instingnya Praduga Bersalah Soal Sumbangan Rp 2 T Keluarga Akidi Tio

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae menegaskan tugas pokok dan fungsi lembaganya mengawasi

MEDSOS/TRIBUN SUMSEL
Dokumen berupa foto bilyet giro dengan nilai Rp 2 triliun yang dikabarkan merupakan bentuk pembayaran donasi Akidi Tio beredar di media sosial, Selasa (3/8). 

TRIBUNJATENG.COM -- Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae menegaskan tugas pokok dan fungsi lembaganya mengawasi setiap transaksi yang terindikasi mencurigakan apalagi sampai menimbulkan isu nasional.Menyoal dana sumbangan Rp 2 triliun dari keluarga Akidi Tio, PPATK masih terus bekerja memastikan uang tersebut seperti dijanjikan anak bungsu mendiang Heriyanti.

"Memang harus diakui bahwa pengawasan kita secara domestik sementara sampai hari ini data menunjukkan bahwa transaksi itu belum ada. Itu yang sudah kita monitor langsung karena PPATK punya akses melihat sistem keuangan Indonesia," ucap Dian dalam bincang-bincang khusus kepada Tribun Network, Selasa (3/8).

Berikut wawancara khusus Tribun Network bersama Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae:

Manakala ada seseorang ingin melakukan transfer uang satu orang ke orang lain dengan dana gede sekali peran PPATK di mana?

Berdasarkan UU nomor 8 tahun 2010 dan UU nomor 9 tahun 2013 memang PPATK secara eksplisit dinyatakan sebagai lembaga intelijen keuangan. Jadi tugas utama kita adalah melakukan analisis dari setiap transaksi keuangan yang dianggap mencurigakan. Itu adalah suatu kewajiban pokok PPATK.

Kalau saya mencoba mengaitkan langsung apa yang terjadi dengan kasus sumbangan Rp 2 triliun. PPATK harus turun tangan karena ada tiga hal. Pertama transaksi keuangan dalam jumlah besar seperti ini setelah kita hubungkan profile pemberi atau kita sebut profiling ini ada inkonsistensi.

Kedua ada kriteria mencurigakan dan ketiga penerima seandainya departemen sosial misalnya lembaga secara tupoksi dapat menerima sumbangan katakanlah Satgas Covid-19 atau BNPB mungkin tidak menimbulkan persoalan.

Tetapi begitu yang menerima sumbangan lembaga kategori Politically Exposed Persons (PEPs) itu adalah kriteria pejabat dari pusat sampai daerah dan dari berbagai level yang memang merupakan person yang kita anggap sensitif. Dan perlu kita klarifikasi seandainya ada transaksi seperti ini.

Untuk memastikan, karena menjanjikan sesuatu ke masyarakat dan dilakukan sumbangan melalui pejabat negara tentunya ini bukan sesuatu yang bisa dianggap main-main. Ini hal serius, perlu dipastikan PPATK.Tugas berat PPATK memastikan dari mana uang Rp2 Triliun itu.

Seandainya tidak terjadi ini menjadi suatu pencederaan, mengganggu integritas sistem keuangan. Sistem keuangan tidak boleh dipakai untuk main-main apalagi dilakukan sebuah kejahatan. Kita melakukan penelitian terus berlanjut sampai nanti kita menghasilkan hasil analisis pemeriksaan PPATK yang ujung kita akan serahkan suratnya ke Kapolri. Sampai hari ini data menunjukkan, transaksi itu belum ada. Itu yang sudah kita monitor langsung karena PPATK punya akses melihat sistem keuangan Indonesia.

Kalau ada transfer sebesar ini (Rp2 triliun) sudah menjadi kewajiban bank untuk melaporkan kepada PPATK ada transaksi keuangan yang mencurigakan yang harus dianalisis.

Transaksi jumlah besar masuk kategori yang harus due diligence, klarifikasi yang biasa. Tapi kalau sampai Rp2 triliun maka perlu dilakukan Enhanced Due Diligence (EDD). Jadi pemeriksaannya harus diperlebar segala aspek perlu diteliti oleh bank kemudian PPATK melakukan langkah-langkah yang diperlukan.

Manakala terjadi transaksi Rp2 triliun andai ini terjadi. Apakah penerima uang itu belum bisa mencairkan baik sebagian atau seluruhnya?

Kalau tidak ada isu uang itu mungkin mudah saja ditransfer secara internasional karena segala sesuatu dilakukan secara elektronik. Tetapi kalau ada isu katakanlah uang besar itu ada di negara tertentu kemudian ada isu dengan Know Your Customer (KYC) principle, itu jadi persoalan. Uang itu akan tertanggung di sana untuk diselesaikan dulu. Misalnya uang ini dari mana asalnya, apakah tidak terkait kejahatan, kemudian akan digunakan untuk apa.

Jadi akan ada proses dilakukan di sana. Tetapi ada masalah sama sekali akan mudah saja uang itu ditransfer berapapun dengan menggunakan sistem elektronik.

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved