OPINI
OPINI Ridwan : Kelangkaan Kontainer Ekspor
KONTAINER adalah sebuah bentuk revolusi industri di bidang pengangkutan barang melalui laut. Sebelumnya, barang yang jauh dari pelabuhan dimuat langsu
Sedangkan data dari berbagai pelabuhan-pelabuhan besar di Indonesia (Tg.Priok, Tg.Perak, Tg.Emas, Belawan) pada akhir tahun 2020 jumlah kontainer yang dibongkar/dimuat untuk kegiatan ekspor-impor sekitar 9 juta kontainer sebagian besar adalah untuk tujuan Eropa, Amerika, dan China.
Di sinilah posisi Indonesia dalam pusaran kontainer global, ketika terjadi lockdown akibat pandemic di USA atau Eropa pada Agustus/September 2020 maka kontainer yang sudah dikirimkan dari jauh hari sebelumnya akan tertahan untuk beberapa bulan berikutnya di negara negara tersebut. Sedangkan barang-barang dari Eropa atau Amerika yang seharusnya dikirim ke Indonesia juga mandek.
Pada saat yang bersamaan ekonomi China mulai bangkit kembali setelah mengalami lockdown awal 2020 sehingga barang-barang produksi China yang akan dikirimkan ke Eropa dan Amerika juga sudah semakin banyak.
Persaingan untuk mendapatkan kontainer kosong makin rumit. Dan konon China berani tarik kontainer kosong di Eropa dan Amerika dibawa ke China untuk tujuan pengiriman barang ekspor mereka.
Sedangkan di Indonesia pada saat yang bersamaan hanya menunggu datangnya kontainer yang berisi barang impor dari Eropa atau AS yang jumlahnya tidak sebanding dengan kebutuhan ekspor kita. Beberapa ide dimunculkan, membebaskan dengan segera kontainer impor yang lama tertahan di pelabuhan di Indonesia karena masalah penyelesaian kepabeanan, namum usaha ini tidak efektif karena ternyata jumlahnya hanya sedikit.
Kemudian dicoba tarik kontainer kosong dari luar negeri. Ternyata biaya sangat mahal. Dan hal itu berdampak pada produk ekspor Indonesia kalah saing di luar negeri.
Nah sejak awal tahun 2021 ekonomi Indonesia mulai menggeliat, produk ekspor makin banyak. Lagi-lagi kendalanya adalah terjadi kelangkaan kontainer. Kejadian kelangkaan kontainer akibat pandemic semacam ini sungguh diluar dugaan banyak orang termasuk dari kalangan pengusaha pelayaran sendiri.
Akhirnya pemilik kontainer terpaksa mengarahkan target pemasaran kepada market yang berani bayar mahal. Waktu tunggu yagn sebelumnya normal 1-2 hari, akhirnya bisa menjadi 10-16 hari. Akibatnya operasional cost kapal per hari bisa mencapai ratusan ribu US dollar yang terdiri dari biaya charter, bunker dan gaji crew kapal.
Solusi
Kelangkaan kontainer untuk ekspor tak bisa dibiarkan berlarut-larut. Shipping line sebagai perusahaan pemberi jasa pengangkutan dengan kapal laut tentu tidak bisa ditekan untuk menyediakan kontainer yang cukup karena mereka sendiri juga sedang berjuang antara hidup dan mati.
Negara diminta hadir dalam hal ini, karena produk ekspor yang berhasil diekspor akan memberikan konstribusi yang tidak sedikit terhadap devisa negara. Belum lagi beberapa mata-rantai industry lainnya juga akan bergerak bila ekspor dapat dilakukan termasuk pendayagunaan SDM.
Pemerintah bisa melakukan charter kapal kontainer untuk mengangkut stok kontainer yang masih tertahan di berbagai pelabuhan di Eropa dan Amerika, diangkut ke pelabuhan di Indonesia yang membutuhkan, Pembicaraan bilateral Indonesia dengan negara pengimpor produk Indonesia harus didiskusikan lebih intens.
Berdasar data INSA, marketshare kapal-kapal berbendera Indonesia untuk pengangkutan laut international hanya sekitar 4% artinya 96% dikuasai oleh kapal-kapal asing. Dari 200an pelabuhan di Indonesia ternyata belum ada satupun yang bisa menjadi hub-port international sebagaimana Singapura dan Malaysia. Sehingga tak mungkin pelabuhan di Indonesia didatangi kapal mother vessel dan akibatnya semua barang ekspor/impor Indonesia harus dikapalkan melalui pelabuhan Singapura atau Malaysia (*)
Baca juga: OPINI DR Aji Sofanudin : Pusat Riset Pesantren
Baca juga: OPINI Tasroh : Awas Limbah Medis Covid-19
Baca juga: OPINI Haris Zaky Mubarak : PPKM dan Urgensi Ketahanan Sosial
Baca juga: OPINI Beni Setia : Sungai dan Kita