Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

3 Wanita Open BO di Semarang Dibunuh saat Layani Tamu, OPSI Jateng: Memang Sulit Dipantau

Kasus pekerja seks komersial (PSK) atau cewek open BO dibunuh oleh pelanggannya saat bekerja marak terjadi di Kota Semarang.

Penulis: iwan Arifianto | Editor: M Syofri Kurniawan
SHUTTERSTOCK
Ilustrasi 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Kasus pekerja seks komersial (PSK) atau cewek open BO dibunuh oleh pelanggannya saat bekerja marak terjadi di Kota Semarang.

Tahun ini saja setidaknya ada tiga kasus pembunuhan PSK di kamar hotel saat bekerja.

Dua dari tiga kasus tersebut, motifnya sama yakni pelaku ingin menguasai harta korban.

Baca juga: Daryanto Semarang Tak Merespons Pintunya Diketuk-ketuk, Setelah Didobrak Sudah Tak Bernyawa

Pertama, kasus pembunuhan yang terjadi di Hotel Royal Phoenix Jalan Sriwijaya.

Korban berinisial NU alias Rosi alias Meliyanti (30) asal Cipunagara, Subang.

Pelaku pembunuhan adalah mucikari korban bernama Okta Apriyanto (30) warga Jaraksari, Wonosobo.

Pelaku juga sempat klaim, korban adalah istri sirinya. 

Selepas ditangkap polisi dalam pelariannya, Okta mengaku membunuh korban lantaran sakit hati sering dimarahi korban.

Pelaku membunuh korban dengan cara mencekik dan menaruh mayat korban di lemari kamar hotel, Kamis (11/2/2021).

Kasus kedua, PSK bernama Alip Surani alias Ratna (31) dibunuh pelanggannya saat bekerja di kamar kos Jalan Pusponjolo Selatan Nomor 124, Bojongsalaman, Semarang Barat, Jumat (7/5/2021). 

Polisi menangkap dua pelaku pembunuhan masing-masing bernama Daffa Dhiyaulhaq Kurniawan (23) dan Ibnu Setiawan (19) lima hari selepas kejadian pembunuhan.

Keduanya berkenalan dengan Ratna melalui jejaring sosial media.

Kemudian tersangka Daffa melakukan hubungan intim di kos Amora.

Setelah berhubungan, Daffa menjerat leher korban dengan kabel charger gawai.

Selanjutnya Daffa mengambil uang korban senilai Rp500 ribu dan handphone korban lalu mencoba membakar kamar korban dengan membakar kasur.

Sementara peran dari tersangka Ibnu adalah menunggu di luar dan menjual handphone korban.

Kejadian ketiga, PSK bernama Raras Kurnia Dewi (29) warga Kebumen dibunuh anak di bawah umur berinisial GD (17) warga Tuksari,Kledung, Temanggung, di kos mewah Jalan Jogja nomor 26, Kota Semarang.

Modus tersangka kejam menghabisi nyawa korban dengan cara membekap dan mencekik.

Tersangka dalam menjalankan aksinya bermodus mengajak kencan wanita melalui media sosial.

Selepas berkencan diakhiri dengan kekerasan terhadap korban lalu mengambil berharga milik korban.

Tersangka mencekik korban dari belakang hingga meninggal dunia.

Setelah yakin korban meninggal, jasadnya di telentangkan di tempat tidur.

Wajah ditutup bantal untuk memberikan kesan bahwa korban meninggal dunia lantaran kehabisan nafas.

Kasus itu bisa terungkap hampir sebulan setelah kejadian pembunuhan.

Ternyata pelaku juga melakukan hal serupa ke PSK di Wonosobo, beruntung korban di tempat itu masih hidup. 

Menanggapi deretan kasus tersebut, Organisasi Perubahan Sosial Indonesia (OPSI) wilayah Jawa Tengah, mengecam kejadian tersebut.

OPSI merupakan organisasi yang menaungi ratusan pekerja seks baik wanita, laki-laki, maupun transpuan.

"Kami tentu prihatin dengan kasus-kasus tersebut yang menimpa teman-teman pekerja seks," terang Pjs ketua OPSI Jateng Dyah Sri Utami atau akrab disapa Uut kepada Tribunjateng.com, Sabtu (7/8/2021).

Ia mendesak, kepada pihak berwajib dapat memberikan vonis hukum seberat-beratnya kepada para pelaku pembunuhan

"Iya semoga pelaku dapat divonis hukuman maksimal.

Para pekerja seks juga manusia seharusnya diperlakukan seperti manusia yang punya hati nurani," terangnya. 

Para pekerja seks merupakan kelompok rentan yang keselamatannya dapat terancam.

Uut menyebut, sebenarnya banyak laporan kekerasan fisik yang menimpa para pekerja seks. 

Ia tak hafal secara detail data kekerasan tersebut namun berjumlah mencapai puluhan yang masuk ke pihaknya selama pandemi Covid-19. 

Hanya saja, dominasi kasus dilakukan oleh pasangan pekerja seks itu sendiri sehingga keputusan kelanjutan hukum tergantung kepada korban.

Di OPSI juga memiliki paralegal yang siap membantu para pekerja seks jika tersandung persoalan hukum.

"Iya banyak yang menjadi pelaku oleh pacaranya sendiri sehingga kasusnya mandek karena soal hubungan cinta," terangnya. 

Menurutnya, pekerja seks yang paling rentan akan aksi kekerasan yang dapat berujung pembunuhnya ialah pekerja seks yang menjajakan diri secara online atau open BO. 

Apalagi mereka bekerja secara mandiri tanpa ikut kelompok tertentu sehingga ketika ada suatu kejadian tak terpantau. 

"Kami tak memungkiri sulit menjaring teman-teman pekerja open BO atau online.

Kami ga bisa pantau dan merekrut mereka," terangnya. 

Ia mengatakan, maraknya pekerja seks yang menjajakan diri secara online juga tak bisa disalahkan ke teman-teman pekerja seks.

Pembubaran pusat lokalisasi semakin tak terkontrolnya pekerja seks dan meningkatkan kekerasan kepada para pekerja seks. 

"Bisa jadi seperti itu, jika lokalisasi masih ada mudah memantaunya karena di tempat itu ada koordinator yang bisa mengontrol keamanan dan keselamatan pekerja seks," terangnya. 

Meski demikian, ia sejauh ini terus berusaha memberikan informasi dan edukasi kepada para pekerja online. 

Diakuinya, edukasi dan membangun komunikasi dengan mereka sebatas secara daring.

Pasalnya jika secara luring atau bertatap muka, pihaknya masih terkendala dana.

"Mengumpulkan mereka secara langsung kami juga butuh biaya apalagi sedang pandemi sehingga kami berusaha semaksimal dengan kemampuan yang ada dulu," paparnya. 

Ia berpesan kepada para pekerja seks agar lebih berhati-hati.

Setidaknya memiliki kontak person Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan Kepolisian setempat. 

Sekaligus harus sepintar mungkin menjaga diri dari konsumen yang mana sudah tak bisa difilter lantaran berkomunikasi secara onlin.

"Ga mungkin kan dijaga orang lain, teman-teman pekerja seks harus bisa jaga diri.

Bangun komunikasi dengan temen-temen pekerja seks lainnya terutama di jaringan OPSI," terangnya. 

Sementara itu, Kapolrestabes Semarang, Kombes Pol Irwan Anwar berpesan, melihat kasus tersebut masyarakat lebih berhati-hati menggunakan media sosial. Sekaligus lebih bijak  menggunakan media sosial.

Apalagi saat berkenalan dnegan orang baru.

"Jangan sampai menjadi korban seperti dalam kasus ini," terangnya. (Iwn)

Baca juga: Bikin Jokowi Terheran-heran, Ini Kisah Sukses Sayudi, Pria Lulusan SD Pemilik Warteg Kharisma Bahari

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved