Berita Pendidikan
Mantan Mendikbud Prof M Nuh Beberkan Strategi Pengembangan Perguruan Tinggi
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan periode 2009-2014 ini membeberkan sejumlah strategi dan pengelolaan manajerial perguruan tinggi.
Penulis: mamdukh adi priyanto | Editor: moh anhar
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Ada permasalahan atau yang biasa disebut penyakit pada pengelolaan perguruan tinggi.
Penyakit yang muncul saat organisasi atau satu universitas bertambah besar itu adalah 'aku'.
"Aku sing mbiyen mikir. Aku sing mbiyen ngurusi (aku yang dulu berpikir, aku dulu yang mengurusi). Penyakitnya adalah 'aku'. Kalau bisa mengobati penyakit 'aku' itu aman," kata Prof Mohammad Nuh saat bersilaturahmi dengan jajaran pimpinan Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang, Selasa (31/8/2021).
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan periode 2009-2014 ini membeberkan sejumlah strategi dan pengelolaan manajerial perguruan tinggi.
Menurutnya, penyakit 'aku' bisa disembuhkan dengan obat yang bernama 'kita'. 'Kita' menjadi sentral untuk bersama-sama tumbuh besar.
Baca juga: Pedagang Pasar Johar Belum Dapat Info Rencana Penempatan ke Johar Cagar Budaya
Baca juga: Pekan Taaruf Mahasiswa Baru, Rektor Unissula Semarang Ingatkan Integritas
Baca juga: Prof Sudharto: USM Jadi Perekat NKRI
"Katakan lah apa yang kita bangun, bukan yang aku bangun. Yang kita lakukan, bukan yang aku lakukan. Yang kita miliki, bukan aku miliki. 'Aku' harus digeser menjadi 'kita'. The power of we, maka yang muncul akan dahsyat," tegasnya.
Selain itu, Ketua Dewan Pers ini menyebut apa yang diketahui seseorang belum apa-apa dibandingkan yang tidak diketahui.
Lantaran pengetahuan seseorang terbatas.
Karenanya, sangat penting menerapkan pengelolaan berbasis 'kekitaan'.
Pilar satu tidak bisa menahan bangunan yang besar.
Butuh pilar lain yang dikonversikan menjadi sistem.
Kekuatan yang ada bukan dari orang perorang, tetapi berlandaskan organisasi atau sistem.
"Penguatan manajerial dan organisasi, tidak mengandalkan orang perorang. Usia orang pendek. Tapi usia sistem atau organiassi melebihi orang perorang," ujarnya.
Baca juga: Pekan Taaruf Mahasiswa Baru, Rektor Unissula Semarang Ingatkan Integritas
Baca juga: Prof Sudharto: USM Jadi Perekat NKRI
Setelah memperkuat sistem, lanjutnya, perlu dikembangkan lagi menjadi ekosistem.
Dengan begitu, Unwahas akan kokoh, tidak mudah untuk ditendang dan ditabrak.
Ekosistem yang dimaksud yakni sesama perguruan tinggi Nahdlatul Ulama terus bersinergi membentuk kekuatan bersama.
Bukan sebagai pesaing atau kompetitor, tetapi partner.
"Saat ini sudah tidak lagi berbasis pada kompetisi kalah dan menang, misalnya antara Unwahas dengan Unissula (Universitas Islam Sultan Agung), atau dengan Universitas Islam NU Jepara. Atau dengan UIN dan Universitas NU yang lain. Mungkin dulu bersaing, sekarang ngapain bersaing," ucapnya.
Ke depan Unwahas diharapkan bisa membangun ekosistem.
Upaya ini dalam rangka menyongsong reuni akbar 100 tahun NU yang jatuh lima tahun lagi.
Dengan begitu, pada saat reuni akbar 100 tahun NU, ada sesuatu yang bisa ditampilkan dan dibanggakan dari universitas Nahdlatul Ulama.
"Saya kira kita harus memberikan hadiah pada para pendiri NU. Pada reuni akbar itu kan para tokoh NU melihat anak cucunya, apakah anake pada mlarat kabeh, opo podo tukaran (apakah anaknya miskin atau saling berantem)," ucap M Nuh.
Ia melanjutkan, organisasi atau perguruan tinggi mau berubah namun harus menghilangkan sejumlah penyakit.
Antara lain, nyaman di zona saat ini, enggan melakukan akselarasi atau percepatan, tidak mau beradaptasi, dan sebagainya.
Ketua Badan Pelaksana Badan Wakaf Indonesia ini mengungkapkan sempat meneteskan air mata kesedihan saat datang ke Unwahas pada 5 dan 10 tahun yang lalu.
Namun saat ini Unwahas dinilai telah berubah, dan dia meneteskan air mata kebahagiaan.
"Saya bersyukur betul ada pengembangan terus. Memang jargonnya itu nothing big start big, tidak ada yang besar itu ujug ujug besar, awalnya kecil terus tumbuh dan tumbuh," katanya.
Ia mengandaikan organisasi perguruan tinggi seperti dalam ilmu kesehatan, bermula dari obgyn atau kandungan, lalu ada tingkat anak, kemudian dewasa.
Dan saat semakin besar tersebut, semakin banyak penyakit.
"Organisasi juga begitu, kalau masih awal tidak ada penyakit. Kalau tumbuh besar ada penyakitnya. Siapa yang bisa mengelola penyakit tiap fase, akan bisa terus tumbuh," tandasnya.
M Nuh menegaskan bahwa saingan Unwahas bukan universitas Nahdlatul Ulama lain atau pun UIN, namun perguruan tinggi yang lebih tinggi lain, bahkan di dunia.
Lantaran Unwahas menyandang nama organisasi yang besar, membawa nama Wahid Hasyim yang merupakan pahlawan nasional dan mantan menteri agama serta ayah dari presiden keempat, Abdurrahman Wahid.
"Ini didesain bukan untuk 10 tahun, 50 tahun, atau 100 tahun, tapi hingga yaumil qiyamah," imbuhnya.
Baca juga: Ini Dia Tiga Nama yang Raih Skor Tertinggi Seleksi Terbuka Calon Sekda Pati
Baca juga: Bantu Daerah yang Kekeringan, PKS Serahkan 76 Tangki Air di Wonogiri
Baca juga: Ngaku Polisi, Adi Hamili 5 Janda 1 Bidan, Sebelumnya Sudah 6 Kali Nikah, Terungkap Pekerjaan Aslinya
Sementara, Rektor Unwahas, Prof Mudzakkir Ali menyatakan, Unwahas sudah berkembang dengan 9 fakultas, 1 pascasarjana, 21 program studi.
"Berkat bimbingan Prof Nuh ini, Unwahas memiliki Fakultas Kedokteran. Dan sebentar lagi, peletakan batu pertama, Rumah Sakit Wahid Hasyim. Ini di luar rencana, jadi tidak ada rencana mendirikan rumah sakit, tapi Allah menghendakinya," katanya.
Pihaknya juga bertekad menjadi perguruan tinggi paling unggul beberapa tahun mendatang dengan menyongsong world class islamic university. (*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jateng/foto/bank/originals/m-nuh-di-unwahas-1-1-1.jpg)