Berita Jateng
Yulaikah Nilai Rekrutmen PPPK Guru Semrawut
Proses rekrutmen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) guru 2021 dinilai banyak masalah.
Penulis: mamdukh adi priyanto | Editor: galih permadi
TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG - Proses rekrutmen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) guru 2021 dinilai banyak masalah.
Seperti diketahui, proses seleksi atau tes PPPK guru dilaksanakan baru-baru ini. Namun, banyak permasalahan teknis yang dinilai merugikan banyak peserta guru.
Seperti yang diungkapkan guru honorer SMKN 4 Kota Semarang, Yulaikah. Di sekolahnya tidak ada formasi PPPK yang dia ajar selama ini.
"Saya kan mengajar teknik mesin, di sekolah tempat saya mengajar lama tidak ada formasi itu," ucap Yulaikah saat dengar pendapat dengan anggota Komisi X DPR RI, Mujib Rohmat di Aula Gedung PGRI Jawa Tengah, Kamis (23/9/2021).
Selain itu, perempuan yang merupakan pengurus forum Guru Dan Tenaga Kependidikan Honorer Non Kategori Usia 35 Plus (GTKHNK 35+) Kota Semarang dan Jawa Tengah ini menegaskan bahwa proses rekrutmen PPPK semrawut.
Ia menceritakan pengalaman guru honorer lain dimana sudah mendaftar tetapi tidak mendapatkan pemberitahuan lokasi tesnya dimana hingga hari pelaksanaan.
Ada juga beberapa yang diberikan pemberitahuan lokasi tes satu hari sebelum pelaksanaan. Padahal, tempat tinggal dan lokasi tes berada di kota berbeda.
Oleh karena itu, ia meminta pemerintah agar guru honorer tidak perlu mengikuti tes untuk menjadi PPPK. Hal itu lantaran mereka sudah mengajar cukup lama di sekolah.
"Kami ingin diangkat PPPK semua tanpa tes. Jadi kami tidak perlu cari tempat kerja lagi dan tidak perlu cari pekerjaan lagi," kata Yulaikah.
Sementara, Mujib Rohmat menuturkan, ada sejumlah permasalahan teknis dalam seleksi PPPK guru 2021.
Untuk itu, dia meminta ada pembenahan pengelolaan rekrutmen PPPK agar semakin baik ke depannya.
"Ada banyak aspirasi dari forum guru mengenai seleksi PPPK.
Secara teknis, seleksi PPPK guru malah menyulitkan para guru dan dinilai tidak berpihak pada guru honorer yang telah lama mengabdi," ucap legislator dari daerah pemilihan Jateng I (Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, Kendal) ini.
Permasalahan yang dituturkan oleh forum guru honorer antara lain sosialisasi pelaksanaan tes yang mepet dengan waktu pelaksanaan tes. Sosialisasi yang dimaksud yakni terkait tempat pelaksanaan tes.
"Misalnya Senin ujian, Sabtu belum tahu lokasi tesnya dimana.
Bahkan, ada yang Senin ujian tapi hingga hari terakhir sebelum tes belum tahu lokasi ujiannya dimana, padahal dari luar kota," katanya.
Kemudian terkait afirmasi yang ditekankan pada lama pengabdian mengajar, bukan pada usia guru honorer. Hal itu karena ada guru honorer yang belum berusia 35 tahun ke atas tetapi sudah lama mengajar.
Selain itu, ia meminta agar afirmasi nilai dinaikan menjadi 25-30 persen, jangan 15 persen.
Dengan begitu, guru honorer akan menemukan nilai sesuai passing grade yang ditentukan.
"Kemudian ada aspirasi yang cukup frontal. Yakni tidak ada lagi ujian atau tes.
Sehingga ujian hanya terkait administrasi atau portopolio, karena mereka sudah lama mengajar," ucap politikus Partai Golkar ini.
Menurutnya, tes yang diberikan harus manusiawi atau menyesuaikan dengan kemampuan atau keadaan dari guru honorer tersebut. Lantaran, tidak semua guru honorer berusia muda lagi.
Mayoritas peserta ujian merupakan guru dan tenaga honorer K2 yang sudah lansia dan mengabdi selama berpuluh tahun. Sehingga bakal kesulitan mengikuti seleksi PPPK.
"Banyak yang gagal pada tes teknis. Ini tidak manusiawi.
Mereka banyak yang mengajar sudah 10 tahun lebih, mereka tidak perlu dites lagi terkait teknis, tidak perlu diujikan lagi.
Mungkin kalau teori memang sudah lupa," ucapnya.
Mujib juga meminta agar Kementerian terkait untuk bisa merekrut semua guru honorer yang mendaftar PPPK tahun ini.
"Pemerintah mengatakan perekrutan 1 juta guru PPPK.
Tapi nyatanya formasi yang ada hanya berjumlah 513 ribu, artinya masih ada formasi yang tersisa banyak.
Ya sudah, guru yang ikut pendaftaran PPPK tahun ini, diterima saja semuanya," imbuhnya.(mam)