Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Rescuer Kucing di Perumahan Grahamukti Diprotes Warga, Terganggu Bau Tak Sedap

Seorang rescuer kucing di perumahan Grahamukti mendapat protes keras dari warganya.

Penulis: rahdyan trijoko pamungkas | Editor: sujarwo

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Seorang rescuer kucing di perumahan Grahamukti Kelurahan Tlogosari Kulon, Kecamatan Pedurungan Agung Martadi mendapat protes keras dari warganya.

Perbuatan  terpuji  dilakukan  rescuer kucing jalanan malah bertentangan masyarakat sekitar.

Sebab rumah itu dijadikan tempat penampungan kucing liar oleh rescuer kucing di Jalan Tlogomukti Selatan RT 02 RW 26 sering dikeluhkan warga sekitar karena mencium bau menyengat. 

Bahkan, kejadian tersebut juga sudah berulang kali dimediasikan antara pemilik kucing bersama warga di balai pertemuannya.

Namun mediasi tersebut tidak menemukan solusi malah somasi dari pemilik yang dilayangkan ke warga.

Perwakilan warga, Mahendra Nursetiaji mengatakan pemilik  sering membuang limbah hasil pengolahan pakan dan kotoran kucing di depan rumah yang tidak diambil petugas sampah setiap hari dan menimbulkan bau.

Permasalahan tersebut terjadi sejak dua tahun yang lalu hingga saat ini.

"Saya merasakan bau itu setiap pagi," ujar dia seusai melakukan mediasi di gedung pertemuan, Selasa (5/10/2021) malam.

Hendra juga melihat pemilik kandang sering menguburkan bangkai kucing di depan rumahnya yang merupakan tanah kosong.

Tanah itu milik orang lain dijadikan tempat pemakaman kucing.

"Meski bukan tanah saya, tapi tempat tersebut dijadikan tempat pemakaman kucing," tuturnya.

Menurutnya, warga tidak mempermasalahkan tetangganya tersebut memelihara maupun mengadopsi kucing liar.

Namun masyarakat sekitar meminta agar proses pemeliharaan kucing harus tuntas.

"Artinya bagaimana cara membersihkan kotoran kucing. Bagaimana caranya limbah yang dihasilkan bisa terangkut truk sampah sehingga tidak menimbulkan bau. Bukan menyalahkan truk sampah datangnya tiga hari maupun empat hari," jelasnya.

Warga meminta agar pemilik kucing bisa melakukan solusi agar sampah hasil limbah hilang setiap hari agar tidak menimbulkan bau.

Selain itu pemilik  juga tidak membuang bangkai kucing di tanah kosong di lingkungan tersebut.

"Ini yang saya sayangkan ketua RT mengeluarkan izin tanpa ada persetujuan warga kanan kiri yang ada di rumah yang dijadikan kandang. Izin itu dimintakan warga lain yang tinggalnya jauh dari rumah dijadikan kandang tersebut," terangnya.

Menurut dia, selama dua tahun permasalahan bergulir, warga telah melaporkan masalah tersebut ke kanal lapor Hendi. Hal tersebut telah ditindak lanjuti baik dari kelurahan maupun kecamatan.

"Dari pihak kelurahan maupun kecamatan hanya melakukan mediasi tanpa ada solusi," terang dia.

Hendra menuturkan warga yang terdampak membuat surat keberatan dengan tanda tangan menolak adanya perawatan kucing liar di wilayahnya.

Namun  warga yang menolak malah mendapatkan surat somasi.

"Yang membuat surat keberatan ada 10 orang. Tapi ada 7 orang yang disomasi pemilik rumah kucing dengan tuduhan ujaran kebencian. Saya tidak pernah mengajak semua membenci eliau. Tapi kami mempermasalahkan pengelolaannya," tutur dia.

Ketua RW 26, Sunarjoto menambahkan surat izin yang dimiliki pemilik rumah kucing tidak sesuai. Izin yang dimiliki adalah Izin Usaha Mikro Kecil (IUMK).

"Izin itu bukannya industri makanan tapi malah peternakan untuk semua binatang. Menurut saya kurang pas," tutur dia.

Ia meminta warga yang terdampak bisa menelusuri izin tersebut ke Pemerintah Kota. Agar masyarakat tahu langsung dinas apa yang mengeluarkan izin tersebut.

"Biar masyarakat yang terdampak menelusuri langsung izin tersebut. Agar mengetahui dinas apa yang mengeluarkan izin itu," tandasnya.

Penuhi Izin

Sementara itu, pemilik rumah kucing, Agung Martadi mengatakan awal mula tercetus rumah kucing, berawal istrinya ditunjuk komunitas bertaraf internasional untuk merescue kucing terlantar di Semarang.

Hal tersebut telah dilakoni bersama istrinya sejak tahun 2016.

"Awalnya lingkupnya kecil hingga se Semarang," ujar dia.

Agung mengatakan telah meminta izin Lurah setempat untuk memberi makan kucing-kucing terlantar. Namun ada warga yang tidak setuju dan mempermasalahkan bau yang tidak enak.

"Bau sudah kami atasi. Kami juga sudah jelaskan ke ketua RT dan mendapat izin RT untuk memberi makan kucing-kucing terlantar dan merescue," tuturnya.

Namun setelah izin dipenuhi, warga masih tetap mempermasalahkan. Bahkan warga terus mencari kesalahannya yang telah melakukan aksi sosial.

"Kami sudah menyesuaikan apa yang diminta (warga). Sampai akhirnya kami dimintai izin. Kami sudah mengurusnya dari tingkat RT hingga Pemerintah Kota," ujarnya.

Agung mengatakan warga sekitar mempermasalahkan bau tak sedap dari rumah kucing tersebut. Pihaknya telah membersihkan kandang-kandang setiap hari.

"Karena mendapat intimidasi saya meminta bantuan ke kantor hukum untuk mendampingi saya," imbuhnya.

Agung mengatakan permasalah tersebut dilaporkan warga hingga ke kanal lapor Hendi. Dinas-dinas terkait telah mensurvei langsung kandang-kandang yang ada di rumah kucing.

"Dinas sudah mensurvei semua dari Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Tata Kota, Dinas Peternakan dan pertanian sudah survei. Hasilnya sudah ada. Makannya izinnya keluar. Izinnya beternak. Karena saya mengajukan izin memelihara kucing tidak ada," jelasnya.

Ia menegaskan tujuan  dari mengumpulkan kucing bukan untuk beternak dan dijual. Dirinya hanya mempunyai niat untuk merescue dan merawat kucing-kucing terlantar.

"Bisa dilihat di facebook maupun youtube orang-orang Semarang sudah tahu cik Vero Semarang," tuturnya.

Penasehat hukum Agung, Muhamad Sunardi mengatakan hanya ingin agar tercipta iklim kondusif di lingkungan RW 26. Apa yang dilakukan kliennya hanya sebatas pencinta hewan dan bukan untuk di komersilkan.

"Dari aturan hukum tidak ada aturan yang mengatur. Sebab dia buka untuk beternak. Tapi melakukan pemeliharaan kucing telantar," imbuhnya.

Kucing-kucing hasil rescue, kata dia, tidak diumbar. Kucing itu dipelihara dan dikandang di dalam rumah.

"Komplain masyarakat terkait bau relatif. Saya tadi kesana juga tidak bau. Tapi kalau masuk ke dalam rumah baunya dari kotoran. Tapi setiap hari selalu dibersihkan. Kami juga sudah tunjukkan izinnya ke warga," tuturnya. (*)

TONTON JUGA DAN SUBSCRIBE : 

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved