Berita Kabupaten Tegal
Bangun Rasa Cinta Negara, Warga Binaan Lapas Kelas llB Slawi Ikut Upacara Hari Kesadaran Nasional.
Warga binaan lapas kelas llB Slawi melaksanakan upacara dalam rangka memperingati Hari Kesadaran Nasional yang biasanya diperingati setiap bulan.
Penulis: Desta Leila Kartika | Editor: moh anhar
TRIBUNJATENG.COM, SLAWI - Warga binaan lapas kelas llB Slawi melaksanakan upacara dalam rangka memperingati Hari Kesadaran Nasional yang biasanya diperingati setiap bulan, tepatnya pada tanggal 17.
Tapi mengingat kemarin hari libur sehingga baru dilaksanakan pada Senin (18/10/2021).
Upacara yang berlokasi di lapangan belakang Lapas Kelas llB Slawi Kabupaten Tegal ini, dipimpin langsung oleh Kalapas Kelas IIB Slawi Mardi Santoso, beserta seluruh jajaran petugas juga ikut andil.
Tujuan dari upacara kesadaran nasional ini, menurut Mardi sebagai program pembinaan bagi narapidana sekaligus memotivasi mereka.
Baca juga: Waspada, Ada Modus Bikin KTP dan KK Palsu di Solo, Lalu Buat Pinjaman di Bank oleh Orang Lain
Baca juga: Kasus KTP dan KK Palsu di Solo, Sekilas Tampak Asli, Ketahuan Dari Penulisan Nama Kota yang Salah
Baca juga: Bekali Mahasiswa Masuki Dunia Kerja, UKSW Salatiga Gandeng SCI
Motivasi yang dimaksud yaitu menumbuhkan rasa kecintaan kepada negara, kebangsaan, dan tanah air Indonesia.
"Semua petugas upacara hari ini merupakan teman-teman narapidana dari berbagai jenis tindak pidana. Mulai dari napi teroris yang sudah NKRI, ada yang dari kasus narkoba, tindak pidana umum, dan lain-lain, intinya semua yang bertugas di upacara adalah warga binaan kami. Ya perlu saya apresiasi karena mereka bisa melaksanakan dengan lancar dan tidak ada halangan bearti," ungkap Mardi, pada Tribunjateng.com, Senin (18/10/2021).
Selain bertujuan untuk menumbuhkan rasa cinta tanah air, melalui kegiatan upacara kali ini Mardi juga ingin semakin meningkatkan rasa solidaritas dan kekeluargaan antar penghuni Lapas Kelas llB Slawi.
Mengingat warga binaan lapas beragam mulai dari perbedaan suku, ras, agama, termasuk tempat asal.
Adanya perbedaan ini, membuat Mardi ingin menekankan bahwa mereka merupakan satu kesatuan yaitu warga binaan Indonesia.
"Harapannya jika suatu saat ada hal yang berusaha memecahbelah, warga binaan akan tetap solid dan tidak akan terpengaruh. Ya betul, hari kesadaran nasional diperingati setiap bulan di tanggal 17," ujarnya.
Di lokasi yang sama, satu narapidana tindak pidana terorisme (Napiter) inisial T yang menjadi petugas pembaca UUD 45 menuturkan, menjadi petugas upacara adalah baru yang pertama kali untuknya.
Sehingga ia tidak menyangkal jika sempat merasa gugup, tapi juga senang karena semuanya berjalan dengan lancar tanpa ada kendala.
Sebelumnya para narapidana berlatih dahulu selama kurang lebih seminggu, sehingga segala sesuatunya memang sudah dipersiapkan dengan matang.
"Saya sempat merasa gugup karena ini pertama kalinya saya menjadi petugas upacara. Ya dengan kegiatan ini insyaallah saya semakin mantap untuk mencintai NKRI," ungkapnya.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, narapidana tindak pidana terorisme inisial T ini, mengucap ikrar setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di Aula Lapas Kelas llB Slawi, Kabupaten Tegal, Rabu (8/9/2021).
Napiter yang merupakan jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Bali ini, mengikuti ikrar setia kepada NKRI sebagai bentuk implementasi hasil akhir program deradikalisasi serta pengikat tekad, semangat untuk bersedia kembali membangun kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sementara yang dimaksud program deradikalisasi sesuai yang tertera di Wikipedia, merupakan tindakan preventif kontraterorisme atau stratregi untuk menetralisir paham-paham yang dianggap radikal dan membahayakan dengan cara pendekatan tanpa kekerasan.
Ditemui setelah kegiatan, Napi teroris di Lapas Kelas llB Slawi yang mengucap ikrar setia kepada NKRI T mengatakan, keinginan mengucap ikrar setia kepada NKRI datang dari dirinya sendiri tanpa ada dorongan orang lain.
Pemicu nya, ia bercerita bahwa ada beberapa amaliyah yang menurutnya tidak sesuai dengan ilmu fikih.
Sehingga pada akhirnya T memantapkan diri untuk bersedia mengucapkan ikrar setia kepada NKRI.
"Saya merasa ada suatu hal yang salah dan tidak sesuai dengan ilmu fikih yang saya ketahui. Contohnya pengeboman di gereja atau tempat ibadah, itukan tidak boleh sehingga saya memutuskan untuk mengucap ikrar setia kepada NKRI," ungkap T, pada Tribunjateng.com.
Selain melakukan pengeboman di tempat ibadah, menurut T hal lain yang membuatnya semakin ragu dan merasa ada yang salah yaitu dalam fikih islam atau jihad perang tidak diperbolehkan membunuh anak-anak, perempuan, pendeta, dan lain-lain.
Sedangkan sekarang ini, malah semakin marak hal yang tidak ada di dalam fikih tersebut. Sehingga T pun heran dan pada akhirnya memutuskan untuk berikrar.
Baca juga: Taufik Hidayat dan Candra Wijaya Sesalkan Juara Piala Thomas 2020 Tanpa Bendera Merah Putih
Baca juga: Tapak Suci UMP Purwokerto Kembali Raih Juara Umum
Baca juga: Perkuat Kebersamaan, AHM Gelar Honda Community eSports Competition
"Saya bisa gabung di JAD mencari informasi sendiri. Dan kebetulan menemukan link yang langsung dari Isis Suriah bukan Indonesia. Awalnya saya tergugah melihat penderitaan kaum muslim yang dizalimi kaum Amerika sehingga saya tergugah untuk bergabung," terangnya.
Adapun pria berusia 47 tahun ini divonis penjara selama 4 tahun, dan sisa hukuman pidana selama 2 tahun 1 bulan 8 hari dengan kasus kejahatan terorisme.
Dikatakan penangkapan T berkat pengembangan kasus penusukan Wiranto beberapa waktu lalu sehingga semua jaringan JAD ditangkap termasuk Achmad. (*)