Berita Jakarta
Kendaraan Listrik masih Mahal, Benarkah Kita Belum Siap Ubah Kendaraan Bensin ke Listrik?
Pemerintah Republik Indonesia berencana menyetop penjualan kendaraan bermotor berbahan bakar bensin mulai tahun 2040.
Tujuannya agar BEV dapat berkontribusi terhadap perekonomian nasional dan menyerap tenaga kerja baru.
Ketua Umum Gabungan Industri Alat-alat Mobil dan Motor (GIAMM) Hamdhani Dzulkarnaen Salim, menyampaikan sebanyak 47 persem anggota GIAMM akan terdisrupsi dari transisi ICE ke BEV. Komponen yang hilang di BEV adalah mesin, pelumas, termasuk tangki bensin dan knalpot, sedangkan komponen perlu penyesuaian di BEV adalah rem, elektronik, drivetrain, AC dan kompresor.
Adapun komponen baru di BEV, kata Hamdhani, yakni battery pack, inverter, motor, DC converter dan charger. Sementara itu, komponen ICE yang masih digunakan di BEV adalah roda dan ban, setir, suspensi, aki, sasis dan bodi, interior dan eksterior, serta lampu.
Saat ini, total anggota GIAMM mencapai 240 perusahaan, baik pemasok mobil dan motor. Itu sebabnya, pengembangan ICE ke BEV membutuhkan transisi dan melalui sejumlah tahapan. Ketimbang langsung ke BEV, industri mobil ICE bisa masuk ke HEV dan PHEV terlebih dahulu.
Sebagai informasi, konsumen Indonesia lebih menyukai harga mobil di rentang Rp 200 juta - Rp 300 jutaan. Sementara mobil listrik yang saat ini dijual di dalam negeri masih terbilang tinggi, dengan harga sekitar Rp 600 jutaan.
Untuk mendapatkan harga mobil listrik yang ideal bagi masyarakat, Kemenperin juga mendorong pembangunan pabrik baterai dan produksi mobil listrik di Indonesia. (Tribun Network/lta/van/wly)
Baca juga: Jateng Posisi Ke-6 Raihan Medali PON XX Papua 2021, Wagub Minta Ada Evaluasi
Baca juga: Prakiraan Cuaca BMKG Pati Hari Ini, Senin 18 Oktober 2021
Baca juga: Membentuk Karakter Disiplin Melalui Pembiasaan Sholat Dhuha
Baca juga: Video Pembelajaran Tingkatkan Prestasi Belajar IPA di Masa Pandemi