Berita Semarang
Perempuan Debt Collector Pinjol Ilegal Ditangkap, Teror Nasabah & Kontak Teleponnya
Debt Collector perempuan berinisial A ditetapkan tersangka oleh Ditreskrimsus Polda Jateng saat penggerebekan di kantor penagihan pinjol ilegal PT AKS
Penulis: rahdyan trijoko pamungkas | Editor: m nur huda
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Debt Collector perempuan berinisial A ditetapkan tersangka oleh Ditreskrimsus Polda Jateng saat penggerebekan di kantor penagihan pinjol ilegal PT AKS di jalan Kyai Mojo Tegalrejo Yogyakarta.
Pada penggerebekan tersebut Polisi mengamankan 3 orang.
Namun dari ketiga orang tersebut A selaku Debt Colletor ditetapkan tersangka karena diduga melakukan peneroran dan menyebarkan konten porno saat melakukan penagihan.
A ditangkap di rumah kos yang bertempat di Jalan Dr Sutomo Blok B Bausaran Yogyakarta.
Selain menangkap pelaku, Polisi juga menyegel kantor penagihan pinjol dan mengamankan barang bukti komputer.
Di hadapan Polisi, A mengaku baru tiga bulan bekerja di bidang penagihan.
Saat menagih debitur, dia tidak langsung meneror.
Ia mengingatkan terlebih dahulu ke nasabahnya bahwa tagihan telah jatuh tempo.
"Awalnya saya beri reminder (mengingatkan). Kalau tidak direspon saya spam dengan mengirim teror ke nomor nasabah itu," ujar dia saat dihadirkan konfrensi pers di Polda Jateng, Selasa (19/10).
Jika tidak direspon, A tetap melancarkan aksi teror ke kerabat peminjam.
A menghubungi nomor kerabat yang dicantumkan oleh peminjam sebagai kontak darurat saat mengisi lembar permohonan.
"Saya hubungi kontak darurat tersebut jika tidak ada respon baru diposting di kontak yang dimiliki nasabah tersebut," tutur dia.
A mengatakan, bunga yang dikenakan ke debitur telat bayar cukup tinggi.
Rata-rata bunga yang dikenakan setiap minggu Rp 1,2 juta.
"Saya baru berkerja di kantor itu sekitar tiga bulan. Gaji saya setiap bulan Rp 3 juta hingga Rp 4 Juta dan masih dapat persentase dari jumlah yang ditagihkan," tandasnya.
Dirreskrimsus Polda Jateng, Kombes Pol Johanson Ronald Simamora mengatakan pengungkapan korban mendapatkan sms berisi link aplikasi pinjol simple loan pada 4 Mei 2021.
Korban ditawari pinjaman dengan bunga rendah.
"Setelah korban mengisi aplikasi dan memberikan persetujuan mengaktifkan mikrofon serta menginzinkan menyerahkan data kontak, maupun galeri di handphone korban," jelasnya.
Kemudian pada bulan September 2021 perusahaan pinjol menghubungi korban melalui telepon maupun SMS memberitahukan bahwa telah mengirim uang Rp 1,3 juta dan Rp 2,2 juta.
Namun saat di cek di rekening korban uang tersebut tidak ada.
"Tiga hari kemudian debt collector dari perusahaan pinjol tersebut menelpon korban bahwa pinjaman tersebut telah jatuh tempo. Korban diteror jika tidak membayar maka anda akan disebarkan ke kontak What's app bahwa penipu," terangnya.
Tidak hanya itu, korban juga diteror oleh debt collector menyebarkan gambar porno yang berwajah korban. Hal ini menyebabkan korban merasa malu.
"Korban melaporkan kejadian tersebut ke Ditreskrimsus Polda Jateng. Kami lakukan tindak profiling, dan ternyata perusahaan itu berada di Jogja," imbuhnya.
Johanson mengatakan ada tiga orang yang diamankan yakni debt collector, HRD, direktur perusahaan penagihan tersebut.
Dari ketiga orang tersebut baru satu yang ditetapkan tersangka selaku debt collector berinisial A berjenis kelamin perempuan.
"Debt collector itu melakukan pemerasan, dan pengancaman. Setiap Debt collector ini terdapat target setiap penagihan. Jika berhasil dia akan mendapatkan komisi berdasarkan persentase dari total yang ditagih," ujar dia.
Total keseluruhan karyawan, kata dia, terdapat 200 orang. Namun karena pandemi, karyawan tersebut dirumahkan.
"Kami hanya menemukan tiga orang diantaranya adalah debt collector. HRD dan Direktur sedang kami lakukan pemeriksaan dan jika memenuhi unsur akan ditetapkan tersangka. Kami juga akan memeriksa karyawan lainnya," imbuh dia.
Menurutnya, ruko yang digrebek merupakan kantor penagihan. Kantor tersebut baru beroperasi selama enam bulan di masa pandemi corona.
"Kantor ini merupakan kantor penagihan yang terkait dengan aplikasi pinjol. Aplikasi ini dibuat kemudian ada kantor untuk penagihan. Satu kantor membawahi banyak aplikasi pinjol," jelasnya.
Johanson menjelaskan penggrebekan tersebut polisi mendapati 300 unit komputer. Namun polisi mendapati yang masih aktif sebanyak 150 unit komputer.
"Yang disita untuk dijadikan barang bukti sebanyak 10 unit komputer," tuturnya.
Ia mengatakan ada 34 pinjol ilegal yang dilaporkan ke Ditreskrimsus Polda Jateng. Pihaknya akan berkoodinasi dengan Polda Jabar, Polda Metro Jaya, dan Bareskrim jika kasus tersebut berkaitan di wilayah lain.
"Tersangka dijerat pasal 45 ayat 1 Jo pasal 27 ayat 1 UU Nomor 19 tahun 2016 tentang informasi dan transaksi elektronik dengan ancaman hukuman 6 tahun dan denda Rp 1 miliar. Kemudian pasal 45 ayat 4 jo pasal 24 ayat 4 UU Nomor 19 tahun 2016 tentang informasi dan transaksi elektronik dengan ancaman hukuman 6 tahun dan denda Rp 1 miliar. Kemudian pasal 45 ayat 3 Jo Pasal 27 ayat 3 UU Nomor 19 tahun 2016 tentang informasi dan transaksi elektronik dengan ancaman hukuman 4 tahun dan denda Rp 750 juta," jelasnya.
Sementara itu Kapolda Jateng, Irjen Pol Ahmad Luthfi mengatakan pinjol ilegal tersebut menggunakan jasa debt collector untuk melakukan penagihan dengan cara ancaman dan menyebarkan konten pornografi. Hal ini meresahkan korban dan akhirnya melaporkan Ditreskrimsus Polda Jateng.
" Tersangka kami tangkap di Jogja berikut perangkat komputernya," ujar dia.
Ia menuturkan Polisi akan mengembangkan kasus tersebut karena meresahkan masyarakat. Pihaknya menghimbau kepada masyarakat agar melakukan kroscek jika akan melakukan transaksi pinjaman.
"Masyarakat bisa kroscek ke Ditreskrimsus Polda Jateng agar tidak terjadi kasus serupa," tuturnya.