Liputan Khusus
LIPUTAN KHUSUS : Karyawan yang Dizalimi Perusahaan Silahkan Mengadu ke 089652933444
Karyawan atau buruh yang mendapatkan perlakuan zalim dari perusahaannya terkait jaminan kesehatan, bisa mengadu ke pihak terkait.
Penulis: faisal affan | Editor: Catur waskito Edy
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG -- Karyawan atau buruh yang mendapatkan perlakuan zalim dari perusahaannya terkait jaminan kesehatan, bisa mengadu ke pihak terkait.
Tujuannya supaya perusahaan yang bersangkutan, mau memenuhi hak karyawan sesuai dengan aturan Undang-undang maupun Peraturan Presiden.
Layanan aduan untuk buruh maupun karyawan difasilitasi oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Tengah. Aduan aduan bisa disampaikan secara langsung datang ke kantor dinas yang ada di kabupaten/kota atau hotline service.
Kepala Disnakertrans Jawa Tengah, Sakina Rosellasari, mengatakan pihaknya membuka seluas-luasnya layanan aduan untuk para buruh dan karyawan. Layanan aduan yang dimaksud Sakina bisa melalui nomor telepon 089652933444.
"Bila sekiranya ada buruh yang tidak mendapatkan jaminan kesehatan maupun ketenagakerjaan dari perusahaannya, bisa mengadu kepada kami melalui nomor telepon tersebut. Layanan call center kami selalu standby menerima aduan," terang Sakina.
Aduan yang disampaikan oleh buruh dan karyawan melalui nomor tersebut, dijamin oleh Sakina untuk langsung ditindaklanjuti. Sebab, menurutnya segala aduan yang masuk terpantau oleh Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
"Disnakertrans terpantau oleh pak Gubernur. Jadi pasti kami tindaklanjuti. Tapi bila ada perusahaan yang sengaja tidak memberikan hak jaminan kesehatan kepada karyawan, laporkan kepada saya. Karena itu sudah menyalahi aturan," tegasnya.
Ketika ditanya ada berapa buruh yang terdampak PHK karena pandemi, Sakina belum bisa menjawab. Pihaknya masih harus mengkroscek data-data yang disampaikan oleh Disnakertrans yang ada di 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah. "Data sedang kami kroscek dengan kabupaten kota," pungkasnya.
Harus Mendapat Jaminan Kesehatan
Analisis Chriswardani, Dosen Undip mengatakan selama masa pandemi covid-19, banyak perusahaan yang kondisi finansialnya menurun.
Dampaknya sebagian pekerja atau seluruhnya terpaksa dirumahkan atau PHK karena tak mampu bayar gaji. Bahkan beberapa perusahaan tidak membayarkan iuran BPJS Kes dan BPJS Ketenagakerjaan dengan dalih demi menyelamatkan keuangan perusahaan.
Biasanya perusahaan demikian, tidak mau kehilangan karyawannya. Namun tidak pula diberikan jaminan pekerjaan yang seutuhnya. Tidak dipekerjakan tapi juga tidak PHK. Posisi menggantung.
Permasalahan itu harus segera diselesaikan dengan cara buruh atau serikat pekerja berkomunikasi dengan perusahaan. Karena jaminan kesehatan dan jaminan kerja merupakan hak yang harus diterima oleh buruh maupun karyawan.
Yang perlu diketahui bersama, orang sakit tidak bisa direncanakan dan diprediksi. Sehingga, buruh atau karyawan yang status iurannya tidak dibayarkan oleh perusahaan, akan kesulitan mendapatkan manfaat layanan kesehatan dari BPJS Kesehatan.
Sampai kapanpun jika seorang buruh atau karyawan belum putus kontrak dengan perusahaan, maka pemberi kerja wajib membayar iuran jaminan kesehatannya.
Beda cerita apabila karyawan tersebut sudah di PHK. Tentu perusahaan tidak memiliki kewajiban lagi untuk membayar iuran BPJS Kesehatan.
Tapi buruh yang di PHK, jika ingin beralih status menjadi peserta mandiri BPJS Kesehatan akan keberatan. Apalagi jika dia memiliki empat anak yang semuanya masuk kelas 2 dengan iuran Rp 100 ribu per kepala. Maka mau tak mau dia wajib membayar iuran BPJS Rp 500 ribu per bulan.
Tak hanya buruh, saya menemukan banyak kasus peserta mandiri BPJS Kesehatan selama pandemi ini turun kelas. Yang semula kelas 2 turun jadi kelas 3. Itu karena efek kehilangan penghasilan selama pandemi. Kecuali peserta PBI (Penerima Bantuan Iuran), itu mereka tidak kena imbasnya.
Saya menganjurkan pentingnya memiliki jaminan kesehatan dari BPJS. Terutama untuk masyarakat yang memiliki penyakit kronis. Itu akan sangat berguna sekali. Karena jika tidak akan sangat berat. Bayangkan saja, cuci darah dan operasi jantung sekarang sudah ditanggung oleh BPJS.
Prosentase penyakit terbesar yang ditanggung oleh BPJS banyak diselesaikan di tingkat Puskesmas maupun Klinik Pratama. Sehingga ketika fasilitas kesehatan pertama tidak bisa mengatasi, maka akan dirujuk ke rumah sakit.
Sehingga kasus penyakit yang ditangani oleh rumah sakit tidak banyak. Hanya untuk penyakit-penyakit kronis saja. Sedangkan untuk penyakit yang masih bisa ditangani dengan obat, akan diselesaikan di tingkat Puskesmas maupun Klinik Pratama. (afn)
Baca juga: Bapak dan 2 Anaknya Ditangkap Setelah Lakukan Penganiayaan di Padang, Korban Terluka hingga Pingsan
Baca juga: Jadwal Samsat Keliling Kabupaten Tegal Hari Ini, Senin 25 Oktober 2021 Ada di Tiga Lokasi
Baca juga: Kemenparekraf Fasilitasi Pelaku Usaha Pariwisata Dalam Pembuatan Badan Hukum Secara Gratis
Baca juga: Gembong Narkoba Nomor Wahid di Kolombia Tertangkap, Presiden Sebut sebagai Kemenangan