Berita Jakarta
Mangkir, KPK Ultimatum Anggota DPRD Banjarnegara, Rachmanudin Sebut Belum Dapat Panggilan Resmi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengultimatum anggota DPRD Moch. Rachmanudin karena tidak menghadiri pemeriksaan pada Rabu (3/11).
TRIBUNJATENG.COM, BANJARNEGARA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengultimatum anggota DPRD Moch. Rachmanudin karena tidak menghadiri pemeriksaan pada Rabu (3/11).
Rachmaudin sedianya diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi turut serta dalam pemborongan, pengadaan atau persewaan pada Dinas PUPR Pemkab Banjarnegara Tahun 2017-2018 dan penerimaan gratifikasi.
"Moch. Rachmanudin (Anggota DPRD Kabupaten Banjarnegara), yang bersangkutan tidak hadir dan segera dilakukan penjadwalan ulang kembali," kata Plt juru bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (4/11).
"KPK menghimbau agar saksi kooperatif hadir dihadapan Tim Penyidik pada jadwal panggilan dimaksud," imbuhnya.
Namun, saat dikonfirmasi Tribun Jateng, Mochamad Rachmanudin, anggota DPRD Kabupaten Banjarnegara, membantah telah mangkir dari jadwal pemeriksaan saksi oleh KPK.
"Iya betul itu nama saya. Tapi saya belum menerima undangan, " katanya, Kamis (4/11)
Rachmanudin mengaku, jika nantinya ada panggilan resmi dari KPK sebagai saksi, ia siap datang memenuhi panggilan itu.
Ia pun siap memberikan keterangan yang dibutuhkan KPK untuk penyidikan perkara. "Saya siap saja, " katanya.
Sebelumnya, KPK menjerat Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono (BS) dan Kedy Afandi (KA) selaku pihak swasta sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait pengadaan barang dan jasa di Pemkab Banjarnegara Tahun 2017-2018 dan penerimaan gratifikasi.
Dalam konstruksi perkara, KPK menyebut bahwa pada September 2017, Budhi memerintahkan Kedy yang juga orang kepercayaan dan pernah menjadi ketua tim sukses dari Budhi saat mengikuti proses pemilihan kepala daerah Kabupaten Banjarnegara untuk memimpin rapat koordinasi (rakor).
Rakor tersebut dihadiri oleh para perwakilan asosiasi jasa konstruksi di Kabupaten Banjarnegara yang bertempat di salah satu rumah makan.
Dalam pertemuan tersebut, disampaikan sebagaimana perintah dan arahan Budhi, Kedy menyampaikan bahwa paket proyek pekerjaan akan dilonggarkan dengan menaikkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) senilai 20 persen dari nilai proyek dan untuk perusahaan-perusahaan yang ingin mendapatkan paket proyek dimaksud diwajibkan memberikan komitmen fee sebesar 10 persen dari nilai proyek.
Pertemuan lanjutan kembali dilaksanakan di rumah pribadi Budhi yang dihadiri oleh beberapa perwakilan Asosiasi Gapensi Banjarnegara dan secara langsung Budhi menyampaikan di antaranya menaikkan HPS senilai 20 persen dari harga saat itu.
Dengan pembagian lanjutannya adalah senilai 10 persen untuk Budhi sebagai komitmen fee dan 10 persen sebagai keuntungan rekanan.
Selain itu, Budhi juga berperan aktif dengan ikut langsung dalam pelaksanaan pelelangan pekerjaan infrastruktur di antaranya membagi paket pekerjaan di Dinas PUPR Kabupaten Banjarnegara, mengikutsertakan perusahaan milik keluarganya, dan mengatur pemenang lelang.
Kedy juga selalu dipantau serta diarahkan oleh Budhi saat melakukan pengaturan pembagian paket pekerjaan yang nantinya akan dikerjakan oleh perusahaan milik Budhi yang tergabung dalam grup Bumi Redjo.
Penerimaan komitmen fee senilai 10 persen oleh Budhi dilakukan secara langsung maupun melalui perantaraan Kedy.
KPK menduga Budhi telah menerima komitmen fee atas berbagai pekerjaan proyek infrastruktur di Kabupaten Banjarnegara sekitar Rp 2,1 miliar.
Atas perbuatannya, Budhi dan Kedy disangkakan melanggar Pasal 12 huruf i dan atau Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (tribunnews/ilham/aqy)
Baca juga: WAWANCARA KHUSUS : Anggota KPU dan Bawaslu Harus Mampu Melakukan Terobosan yang Inovatif
Baca juga: Not Angka Pianika Andmesh Kamaleng Hanya Rindu Yang tak Bisa Ku Ulang Kembali
Baca juga: AS Roma Gagal Balas Dendam kepada Bodo/Glimt
Baca juga: Wakil Ketua DPRD Rayu Stafnya via WhatsApp untuk Berbuat Asusila saat Studi Banding di Bali