Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Kisah Dukun Bayi Semarang Kenang Jadi Petugas Pemulasaraan Jenazah Covid-19: Pernah Dibilang Gendeng

Dukun bayi Semarang Lasmiati (51) memiliki kenangan tak terlupakan saat angka kematian Covid-19 alami puncaknya di Kota Semarang beberapa bulan lalu.

Penulis: iwan Arifianto | Editor: moh anhar
Dokumentasi Relawan Semarang 
Tim kamboja dari Gunungpati Peduli saat melakukan pemulasaraan jenazah Covid-19. 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Dukun bayi Semarang Lasmiati (51) memiliki kenangan tak terlupakan saat angka kematian Covid-19 alami puncaknya di Kota Semarang beberapa bulan lalu.

Ia yang bekerja sebagai dukun bayi, terpaksa harus menjadi petugas pemulasaraan jenazah Covid-19.

Lantaran banyak jenazah Covid-19 ketika itu tak terurus terutama yang meninggal di rumah. Hal itu imbas dari rumah sakit yang kewalahan tangani jenazah Covid-19.

Baca juga: Momen Operasi Zebra Candi, Kapolres Salatiga Ingatkan Bengkel Tidak Layani Modifikasi Knalpot Brong

Baca juga: Lomba Desain Batik Blora Dan Iket Samin Munculkan 9 Finalis, Kreativitas Motif dan Warna Diuji Juri

Baca juga: Demi Viral di Medsos, Pemuda Bergaya Jagoan, Naik Motor Seret Celurit, Akhirnya Diciduk Polisi

"Ketika itu pandemi luar biasa, angka kematian tinggi. Rumah sakit kewalahan tangani jenazah Covid-19 termasuk di Gunungpati angka kematian juga cukup tinggi," kata Lasmiati kepada Tribunjateng.com, Senin (15/11/2021).

Ia bergabung dengan Tim Kamboja dari Komunitas Relawan Gunungpati Peduli.

Tim tersebut awalnya hanya enam anggota belakangan menjadi sembilan anggota.

Tugas mereka melakukan pemulasaraan jenazah Covid-19 di wilayah Kecamatan Gunungpati. 

Ketika itu, tugas pemulasaraan jenazah cukup berat. Mereka harus mengurus jenazah Covid-19 dua sampai tiga mayat dalam sehari. 

Jam kerja mereka juga tak teratur karena semua bersifat mendadak. Tak heran, kadangkala mereka harus pulang hingga pukul 2 dinihari hanya untuk mengurus jenazah Covid-19.

"Tentu sangat berat, apalagi saya perempuan satu-satunya di tim tersebut. Pulang malam bahkan dini hari sudah jadi hal biasa," kenang Lasmiati. 

Berhubung menjadi petugas perempuan satu-satunya di tim tersebut, Lasmiati harus bekerja sendiri saat melakukan pemulasaraan bagi jenazah perempuan. 

Baginya hal itu tak masalah hanya saja ketika menghadapi jenazah berperawakan tinggi besar hal itu menjadi persoalan tersendiri.

Ia mengaku pernah mengalami hal itu sehingga kewalahan untuk melakukan pemulasaraan jenazah

Menyadari tak bisa mengurus jenazah tersebut seorang diri, maka ia meminta bantuan keluarga korban. 

"Keluarga aja awalnya nolak bantu karena jenazah positif Covid-19. Alasan takut tertular, saya lalu beri pengertian sampai akhirnya ada menantu korban mau bantu," katanya. 

Lantaran harus berjibaku dengan puluhan jenazah covid-19 selama berbulan-bulan, ia mengaku, sempat disebut oleh tetangganya gendeng atau gila. 

Sebutan itu diberikan lantaran Lasmiati dan kelompoknya berani mengurus jenazah covid-19, meski tak dibayar. 

"Iya kami sering dibilang warga manusia tak waras. Mau gimana lagi demi kemanusiaan," ucapnya. 

Selain itu, alasannya rela menjadi petugas pemulasaraan jenazah Covid-19 untuk menggugurkan kewajiban umat islam.

Seperti diketahui dalam agama kewajiban mengurus jenazah covid-19 hukumnya fardu kifayah. 

"Kami lakukan itu untuk menggugurkan kewajiban umat islam lainnya sebab banyak warga tak mau mengurus lantaran takut," jelasnya. 

Meski tak dibayar, ia mengatakan, ikhlas melakukan pemulasaraan.

Baginya panggilan jiwa sebagai relawan harus hadir ketika masyarakat membutuhkan. 

"Semua akan terbayar saat kita mampu meringankan beban orang lain. Selain itu Gusti Allah mboten sare, lemah teles Gusti Allah sing bakal bales," terangnya. 

Sementara itu,Perwakilan Gunungpati Peduli, Joko susilo (53) mengatakan, komunitas relawan yang berbasis di Gunungpati tersebut membentuk tim Kamboja sebagai respon terhadap tingginya angka kematian Covid-19 saat jalani isolasi mandiri. 

Relawan yang tergabung sebanyak sembilan orang beragam latar belakang mulai dari dukun bayi, kuli bangunan, pedagang, dan lainnya. 

"Semangat kami sama, menolong demi kemanusiaan, sebab dari awal basic kami sama yaitu sudah lama berkecimpung di dunia relawan. Jadi ga kaget hadapi beragam tantangan di lapangan," katanya. 

Meski telah lama berjibaku di bidang relawan, pandemi Covid-19 adalah hal baru terutama soal pemulasaraan jenazah Covid-19.

"Maka kami dilatih oleh dokter spesialis forensik dari RSUP Kariadi yakni dr Uva dalam hal keahlian pemulasaraan. Kami juga diberi motivasi dalam pengabdian tersebut karena saat itu suasana bener-bener kacau sehingga petugas pemulasaraan sangat dibutuhkan," paparnya. 

Kondisi yang dimaksut Joko, pernah terjadi saat jenazah Covid-19 terlantar tak ada yang mau mengurusi lantaran keluarga dan warga takut untuk memandikan. 

Tim Kamboja akhirnya turun tangan untuk mengatasi pemulasaraan tersebut. 

"Stigma terhadap Covid-19 saat itu masih tinggi jadi banyak yang takut. Meski saat ini kondisinya lebih baik," terangnya. 

Baca juga: Baru Ingat! Permintaan Vanessa Angel ada yang Belum Terkabul

Baca juga: Milad ke-109 Muhammadiyah di Jateng Bakal Suguhkan Kegiatan Bernuansa Budaya

Suasana pandemi Covid-19 kini telah menurun sehingga tak ada angka kematian. Meskipun ada tentu dapat ditangani rumah sakit sehingga keberadaan relawan pemulasaraan tak terlalu dibutuhkan. 

Kendati demikian, ia mengaku, timnya akan selalu siap sedia andaikata sewaktu-waktu dibutuhkan untuk bertugas kembali. 

"Kami pasti akan terjun ke lapangan semisal dibutuhkan. Kapan pun itu siap," tegasnya. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved