Hari Disabilitas Internasional
Difabel Banjarnegara Ingin Dibantu Pemasaran Produk
Peringatan Hari Disabitas Internasional jadi momentum penting untuk memerhatikan nasib para difabel di seluruh dunia.
Penulis: khoirul muzaki | Editor: Daniel Ari Purnomo
TRIBUNJATENG.COM, BANJARNEGARA-Peringatan Hari Disabitas Internasional jadi momentum penting untuk memerhatikan nasib para difabel di seluruh dunia.
Ini pula yang diharapkan Jirno, difabel asal Desa Kutawuluh Kecamatan Purwanegara, Banjarnegara.
Sebuah kecelakaan kerja yang dialami pada 2016 lalu, telah mengubah jalan hidupnya. Ia yang merantau ke Kalimantan untuk meraih kesejahteraan, justru harus pulang dengan tubuh pesakitan. Kakinya lumpuh hingga tak bisa berjalan sampai sekarang.
Jirno harus menghabiskan hari-harinya di atas kursi roda. Tetapi kondisi itu tak membuatnya frustasi. Ia tetaplah tulang punggung keluarga. Ia punya anak dan istri yang harus ternafkahi.
Dari atas kursi roda, Jirno mencoba berkarya. Di Pendopo Kabupaten Banjarnegara, Jirno memamerkan karyanya pada acara peringatan Hari Disabilitas Internasional, Kamis (2/12/2021)
Sejumlah pot cantik berbahan sabut kelapa ia pajang di meja yang disiapkan panitia. Produk kerajinan tangan itu ia boyong dari rumah. Di hari yang penting itu, ia dan teman-temannya sesama difabel diberi kesempatan untuk memamerkan karya.
Jirno tak mau menyia-nyiakannya.
"Produk saya juga dipamerkan di Salemba, Jakarta, " katanya
Kegiatan semacam itu tentu berarti baginya. Dari situ karyanya diapresiasi. Keberadaannya diakui. Jirno satu di antara difabel yang kreatif. Ia menyulap sabut kelapa menjadi pot bunga yang cantik.
Dari karya yang ia jual, Jirno mendapatkan penghasilan. Hanya ia mengaku masih terkendala untuk mengembangkan usaha.
Ia masih kesulitan mendapatkan pasar.
Di tengah keterbatasannya, mobilitas Jirno dalam berwirausaha tentu tak segesit pelaku usaha pada umumnya.
Karena itu, Jirno masih butuh bantuan untuk mengembangkan usaha. Di hari disabilitas ini, ia berharap pemerintah lebih memerhatikan kemandirian difabel sepertinya.
Difabel sepertinya tak hanya butuh pelatihan keterampilan untuk menghasilkan produk. Lebih dari itu, difabel perlu didampingi hingga dibantu sampai proses pemasaran.
"Pemerintah mestinya bantu juga pemasaran. Saya sendiri butuh pengepul yang bisa menampung produk saya. Sehingga bisa produksi terus, " katanya.
(*)