Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Oknum Polisi Nakal Coreng Korps Bhayangkara, Puskampol: Jangan Disembunyikan, Hukum Diperberat

Andy S prihatin terhadap sejumlah kasus maupun skandal yang libatkan oknum polisi.

Penulis: iwan Arifianto | Editor: sujarwo
HO / Tribun Medan
Ilustrasi. MU (19), korban rudapaksa yang dilakukan oleh oknum polisi di Polsek Kutalimbaru saat menghadiri sidang kode etik di Polrestabes Medan, Kamis (11/11/2021). 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Koordinator Pusat Kajian Militer dan Kepolisian (Puskampol), Andy Suryadi mengaku prihatin terhadap sejumlah kasus maupun skandal yang melibatkan oknum anggota kepolisian. 

Seperti yang diketahui para anggota korps B

Oknum polisi berinisial EHS (kiri) diperiksa di Mapolsek Purwokerto Timur, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Rabu (17/3/2021).
Oknum polisi berinisial EHS (kiri) diperiksa di Mapolsek Purwokerto Timur, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Rabu (17/3/2021). (KOMPAS.COM/FADLAN MUKHTAR ZAIN)

hayangkara tengah menjadi sorotan masyarakat akibat beberapa oknum anggotanya menjadi pelaku atau terlibat kasus. 

Mulai dari anggota Brimob jualan rokok pemicu bentrok di Papua, polisi di Pati selingkuhi istri orang, sampai terbaru, Polisi muda di Pasuruan diduga perkosa mahasiswi hingga berujung korban bunuh diri di pusara Ayahnya. 

Hal itu bagi Andy sangat disayangkan lantaran menutup kerja keras polisi selama pandemi dua tahun terakhir. 

Menurutnya, polisi memiliki citra  positif selama pandemi lantaran mereka mati-matian berjuang dari hulu sampai hilir mencegah penyebaran Covid-19, menyukseskan program vaksin, dan kontribusi lainnya. 

"Sayangnya adanya ulah beberapa oknum tersebut jadi tertutup aksi baik polisi. Sebaliknya yang muncul ke permukaan malah sisi buruknya," ungkapnya saat dihubungi Tribunjateng.com, Senin (6/12/2021).

Ia menjelaskan, masih adanya ulah para oknum polisi tersebut dapat dikaji dari dua sisi yakni sisi lembaga dan oknum itu sendiri.

Dari sisi lembaga, lembaga kepolisian yang menjadi tumpuan besar bagi penegakan hukum di Indonesia. 

Para anggota Polri setiap hari bersentuhan dengan publik sehingga lembaga tersebut harus memastikan para anggotanya terawasi dengan baik. 

"Mereka yang memiliki kekuasan power dan wewenang besar punya potensi untuk menyalahgunakan. Saya rasa peran pengawasan di Polri selama ini  masih kurang," ungkapnya. 

Masih dari sisi lembaga, Andy meminta Polri dalam penegakan hukum anggotanya jangan sampai terkesan ditutupi, dilindungi, dan lamban. 

Polisi ketika ada kasus yang menyangkut anggotanya jangan malah menunggu desakan masyarakat terlebih dahulu melalui media sosial seperti kasus Polisi Pasuruan diduga perkosa mahasiswi yang trending di media sosial. 

"Saat oknum polisi bersalah, justru anggota polisi lainnya harus bergerak tangani kasus lebih cepat dan tegas daripada saat mengurus kasus masyarakat sipil," bebernya. 

Ia melanjutkan, sanski hukum bagi oknum anggota polisi yang melanggar juga harus tegas dan jelas. 

Setelah itu, Polri harus mempublikasikan sanski itu secara besar-besaran agar anggota polri lainnya tak ikut-ikutan.

Perlu diingat pula, sanski kepada oknum polisi juga harus lebih berat daripada masyarakat sipil. 

Sebab, polisi adalah penegak hukum yang dibayar dari uang rakyat untuk menjadi pelindung, pengayom dan menjalankan fungsinya dengan benar. 

"Kalau ada polisi yang salah harus lebih berat hukumannya daripada  masyarakat umum. Jangan malah ditutupi atau malah diringankan," tegasnya. 

Sisi oknum, lanjut dia, muncul dari sikap dan perasaan superior, perasaan yang dapat mengatur hukum, dan menguasai segala lini koneksi. 

Sikap itu semakin langgeng lantaran kurangnya mendapatkan pengawasan dari internal kepolisian.

"Banyaknya oknum polisi yang terlibat kasus berarti fungsi pengawasannya kebobolan, hal ini perlu ditingkatkan lagi," ungkapnya. 

Berdasarkan data yang telah dirilis Divisi Propam Polri Oktober tahun ini jumlah pelanggaran disiplin yang tercatat sebanyak 1.694, turun dibandingkan tahun lalu yang mencapai 3.304 pelanggaran.

Jumlah pelanggaran KEPP ikut turun dari 2.081 pada tahun lalu menjadi 803 pada tahun ini.

Sama halnya dengan dua hal tersebut,pelanggaran pidana yang tercatat turun dari 1.024 menjadi 147 pada tahun 2021.

Jenis pelanggaran pidana yang paling banyak dilakukan anggota polisi yaitu tindak pidana narkoba 327 kasus. asusila atau cabul 86 kasus.

Berikutnya, penganiayaan 82 kasus, penggelapan 17 kasus, serta pungli, gratifikasi, penyimpangan anggaran, dan korupsi 48 kasus. 

Ia menyebut, merujuk laporan Divisi Propam Polri tersebut terjadi penurunan drastis anggota polri yang melanggar dispilin, kode etik, dan pidana.

"Iya kasusnya turun drastis hampir setengahnya, akan tetapi justru porsi pemberitaan miringnya lebih besar tahun 2021. Tahun ini berita polisi diwarnai kisah tragis dan ironis dari memeras, memperkosa,dan lambatnya penangan hukum," tegasnya. 

Ia menyarankan, seringlah memberikan pembekalan mental dan spiritual kepada para anggota polisi secara menyeluruh baik yang sedang menempuh pendidikan maupun polisi senior. 

Pengamatannya, ada stigma di masyarakat polisi muda merasa paling jago sehingga sejak pendidikan hal itu harus dilakukan langkah eliminasi. 

"Yang tua-tua juga perlu dibimbing dan diawasi karena adapula yang melanggar apalagi mereka memiliki jejaring," ujarnya.  

Di sisi lain, Andy mengkritisi kinerja kehumasan Polri. 

Humas Kepolisian seharusnya lebih responsif terhadap keluhan atau aduan masyarakat baik langsung maupun di dunia maya sebelum semua itu kian membesar.

Ia menilai, sejauh ini respon Polri kurang sigap dalam menghadapi kasus yang viral di media sosial sehingga nitizen ikut memantau, menginvestigasi bahkan menghujat. 

Setelah seperti itu, polisi baru bergerak dan seolah-olah mereka gerak cepat menangani kasus tersebut. 

"Hal itu justru kesannya kurang bagus karena berangkat dari desakan masyarakat kemudian jadi berita besar," ungkapnya. 

Sebaliknya, ketika ada kasus melibatkan oknum anggotanya, polisi justru harus lebih cepat dan tegas daripada saat mengurus kasus masyarakat sipil. 

"Humas polisi harus lebih agresif saat menyampaikan anggota polisi bermasalah dibandingkan ketika tangani kasus orang biasa. Jadi publik tahu Polri itu merespon," katanya. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved