Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

OPINI

OPINI dr Ahmad Fachrurrozi : Kekerasan pada Anak yang Tidak Disadari Orangtua

ANAK adalah harapan masa depan bangsa. Merekalah yang akan menentukan bagaimana nasib Indonesia kelak.

Net
Ilustrasi 

Oleh : dr Ahmad Fachrurrozi

Magister Sains Psikologi Unika Soegijapranata

ANAK adalah harapan masa depan bangsa. Merekalah yang akan menentukan bagaimana nasib Indonesia kelak.

Namun, dalam fase perkembangannya ternyata banyak dari mereka terluka secara fisik dan mental akibat kekerasan yang dilakukan oleh orang terdekatnya. Nahasnya, kekerasan itu dilakukan oleh orang tua mereka sendiri tanpa disadari.

Meningkat

Menurut data KemenPPA (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) yang dikutip dari CNN (2021), terjadi peningkatan jumlah kekerasan pada anak dalam 3 tahun terakhir.

Pada tahun 2019, terdapat 11.057 kasus ; tahun 2020, 11.278 kasus ; dan tahun 2021 sudah terjadi 9.428 kasus hingga bulan September dengan rerata 1.000 kasus tiap bulannya.

Kekerasan tersebut meliputi kekerasan fisik, psikis, seksual, eksploitasi, penelantaran, tindak pidana penelantaran orang (TPRO), dan kekerasan lainnya.

Menurut UU Nomor 35 tahun 2014, kekerasan terhadap anak adalah setiap perbuatan kepada anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran.

Sedangkan kekerasan fisik pada anak menurut WHO (2002) meliputi memukul, menampar, menendang, mencubit, dan sebagainya.

Dalam laporan UNICEF (2015) terungkap terjadinya kekerasan pada anak di Indonesia secara luas : 40 % anak berusia 13-15 tahun melaporkan pernah diserang secara fisik setidaknya satu kali dalam setahun dan 26 % melaporkan pernah mengalami hukuman fisik dari orangtuanya sendiri.

Dampak Mental

Tanpa disadari, orang tua sering berkedok ingin mendidik Anak agar menjadi lebih disiplin melalui cara kekerasan fisik.

Mereka menganggap dengan dipukul, dicubit, atau ditampar, akan membuat anak menjadi jera dan tidak akan melakukan hal negatif lagi.

Namun mereka tidak paham, bahwa dalam teori psikologi modifikasi perilaku, bentuk kekerasan fisik tersebut masuk ke dalam jenis punishment yang tidak akan menghasilkan perilaku baru yang positif. Katakanlah orang tua selalu memukul anak ketika mereka berperilaku X.

Anak yang disiksa secara fisik tersebut, tidak melakukan hal X hanya karena atas dasar takut akan hukuman. Namun mereka tidak pernah memahami esensi mengapa hal X tersebut buruk dan tidak boleh dilakukan.

Apa dampak jangka panjangnya? Kelak ketika tidak ada hukuman, maka anak tersebut akan melakukan hal X yang bahkan lebih intens dari sebelumnya.

Dan ia juga akan merasa bahwa punishment yang ia dapat berupa kekerasan fisik merupakan hal yang biasa.

Yang kelak, di dalam sosial pertemanannya dapat ia lakukan ke rekan sebayanya dalam bentuk bullying.

Jangan kebablasan

Dampak bahaya dari kebiasaan buruk menerapkan pukulan, cubitan, tamparan kepada anak sebagai bentuk punishment adalah terjadinya overuse (kebablasan) tanpa disadari.

Awalnya mungkin orang tua hanya memukul ketika anak melakukan kesalahan besar.

Namun lama kelamaan, karena hal itu menjadi sebuah kebiasaan, akhirnya meski anak baru melakukan kesalahan kecil pun orang tua langsung memukulnya secara spontan.

Overuse punishment yang terjadi ini, kelak membuat anak menjadi pribadi penakut. Takut mencoba hal baru, takut mengungkapkan ekspresinya, kemudian ia dapat menjadi pribadi yang tertutup dan sulit bersosialisasi.

Orangtua Demokratif

Dalam membentuk perilaku positif pada seorang Anak, Anda perlu menjadi orang tua yang demokratif. Anak adalah makhluk kecil yang terlahir ke dunia yang harus belajar tentang kehidupan melalui orang di sekitarnya termasuk Anda.

Jika mereka salah, maka katakan dan arahkan dengan baik kepada mereka. Terangkan kenapa mereka tidak boleh berperilaku X.

Dan apa dampaknya kepada orang di sekitar mereka akibat perilaku X tersebut. Pola parenting yang demokratif, cenderung akan menghasilkan anak yang berkepribadian terbuka, mudah bergaul, dan memiliki sikap positif terhadap lingkungannya di masa depan.

Jika anak Anda masih terlalu kecil dan tidak paham ketika diajak bicara, bukan berarti pula Anda berhak memukul ketika mereka salah. Anak yang kecil masih mampu memahami perubahan mood kedua orang tuanya. Perubahan ekspresi wajah seorang Ibu, raut muka marah, sebal, dan datar tanpa senyuman, sudah menjadi bagian punishment bagi mereka.


Anda pun bisa berkata "JANGAN" pada mereka. Satu kata tersebut, dapat Anda lontarkan ketika mereka telah melakukan perilaku yang sangat keterlaluan.

Hal itu agar mereka paham akan batasan, mana yang boleh, dan mana yang sangat tidak boleh.

Perilaku yang sangat keterlaluan tersebut misalnya ketika sudah berhubungan dengan adab kesopanan yang berlaku di nilai sosial Anda serta berdampak negatif bagi orang di sekitarnya (seperti membentak orang yang lebih tua, menjambak rambut neneknya, dan sebagainya).

Namun perlu dipahami bahwa tidak semua perbuatan anak kecil harus dilarang, selama itu masih bisa dimaklumi dan tidak berdampak negatif bagi orang di sekitarnya. Karena jika setiap tindakan mereka selalu dilarang, kelak mereka akan menjadi pribadi yang kurang inisiatif.

Sebagai orang tua yang bijak, tak semestinya kita selalu menyamakan apa yang kita alami di masa lalu sebagai hal yang harus kita terapkan di masa kini.

Bukan berarti ketika Anda di masa kecil selalu dipukul ketika, lalu kemudian Anda berpikir bahwa hal serupa harus diterapkan pada anak Anda.

Buah hati Anda terlalu berharga untuk disakiti oleh kedua orang tuanya sendiri. Karena bahkan seorang singa pun, tak pernah memangsa anaknya sendiri. Apalagi kita sebagai seorang manusia. (*)

Baca juga: Jadwal Leg-2 Semifinal Piala AFF 2020 Timnas Indonesia Vs Singapura dan Vietnam Vs Thailand

Baca juga: Alergi hingga Gangguan Penceranaan, Ini Efek Samping Jahe yang Harus Diketahui

Baca juga: Hotline Semarang : Benarkah Taman Aktif di Kota Semarang Tutup Malam Tahun Baru?

Baca juga: Memanfaatkan Media Sosial dalam Melayani Pembelajaran Anak Usia Dini

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved