Berita Wonosobo
Semangat Adhi Berdayakan Ratusan Petani Kentang Wonosobo, Dari Resah Jadi Berkah
Sore itu hujan, suasana berkabut selimuti kawasan Kelurahan Kejajar, Wonosobo.
Penulis: iwan Arifianto | Editor: sujarwo
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Sore itu hujan, suasana berkabut selimuti kawasan Kelurahan Kejajar, Kecamatan Kejajar, Wonosobo, Jawa Tengah.
Sebuah kampung yang berjarak sekira 16 kilometer dari tempat wisata Candi Dieng.
Di sudut perkampungan, tampak ada empat pria tengah berkumpul tepatnya di gedung PT Adhi Guna Farm di Jalan Dieng, belakang Pasar Kejajar.
Mereka berbalut jaket tebal dan sarung. Di depan mereka ada beberapa gelas berisi teh panas dari pegunungan Tambi.
Di tengah kepulan asap teh panas, mereka asyik berbincang soal progres pembibitan kentang.
Mereka berempat masing-masing Adhi Nurcholis (30), Nur (48), Arifin Sodik (36), dan Slamet Romadhon (46).
Dua nama terakhir yang disebut adalah petani kentang di Kejajar, Wonosobo.
Mereka tampak menyungging senyum, tanda sumringah saat melaporkan progres pembibitan kentang mereka yang berjalan baik.
Mereka adalah bagian kecil dari ratusan petani binaan PT Adhi Guna Farm yang menggeluti pembibitan benih kentang kultur jaringan.
Para petani kentang merasa tertolong saat beralih dari benih kentang tanpa label ke benih kentang kultur jaringan yang diproduksi PT Adhi Guna Farm.
Seperti yang diungkapkan seorang petani kentang Wonosobo, Arifin Sodik (36).
Ia mengaku, sudah bertani kentang dari tahun 2010.
Namun mulai menanam bibit kentang kultur jaringan produk Adhi Farm sejak akhir tahun 2017.
Manfaat yang diperoleh dari menaman bibit kentang kultur jaringan berupa kenaikan hasil panen sebesar 10 kali lipat.
"Saya merasakan sendiri saat tanam bibit biasa sebanyak 1 ton hasilnya tak jauh berbeda sebesar 1 ton. Berbeda dengan menggunakan bibit kultur jaringan yang bibit awal 1 ton bisa menghasilkan 10 ton," katanya kepada Tribunjateng.com, Kamis (23/12/2021).
Setelah merasakan manfaat dan keunggulan benih kentang kultur jaringan secara langsung, ia kemudian tertarik ikut melakukan penangkaran benih kentang kultur jaringan.
Ia ikut berbisnis benih kentang sebagai tambahan penghasilan.
"Sementara masih sambilan, tapi prospek bagus. Selama ini penghasilan saya disokong 50 persen dari panen kentang, 50 persen hasil pembibitan kentang," ungkapnya.
Menyadari peluang bisnis tersebut, ia pun kini mengajari lima petani lain kentang lainnya untuk belajar pembibitan kentang.
"Nantinya akan fokus ke pembibitan saja sebab pembibitan memiliki prospek yang bagus," terang pria lulusan SMP ini.
Sementara petani kentang lain, Slamet Romadhon (46) mengatakan, merasakan banyak manfaat selepas mengenal pembibitan yang diajarkan oleh PT Adhi Farm.
Terutama dari biaya produksi bibit yang dapat ditekan.
Sebelumnya, ia memperoleh bibit dengan harga tinggi namun tak jelas asal-usulnya sehingga saat panen seringkali hasilnya tak maksimal.
Berbeda saat mendapatkan bibit dari Adhi Guna Farm yang jelas sumber dan asal-usulnya membuat panen kentang lebih melimpah.
"Apalagi harga bibit juga terhitung murah," terangnya.
Ia menjelaskan, mengenal pembibitan kentang kultur jaringan dilakukan secara tak sengaja.
Ketika itu, seorang temannya sesama petani kentang mengenalkan kepada seseorang di kawasan Tambi.
Orang itu belakangan diketahui bernama Adhi Nurcholis, seorang CEO Adhi Guna Farm.
Dari obrolan itu, ia tertarik untuk mengenali lebih jauh cara melakukan pembibitan kentang kultur jaringan.
"Pertama kami coba-coba dulu. Kami lihat di laboratorium jadi lebih tahu silsilah benih yang benar seperti apa," terang pria lulusan SD ini.
Selepas dipraktikan, ia menyebut hasil panen menggunakan bibit kentang kultur jaringan lebih melimpah karena tak kenal musim.
Ketika menggunakan benih kultur jaringan sebanyak 1 kuintal akan menghasilkan 1,5 ton kentang, artinya ada kelipatan 15 kali lipat.
Berbeda dengan menanam bibit biasa yang hasilnya tak ada separuhnya dari jumlah tersebut.
"Walaupun ada naik turun harga di kentang di kalangan petani tapi kalau panen melimpah kami masih bisa tetap menutup biaya produksi dan masih ada keuntungan di situ," terang pria asal Desa Surengede, Kejajar.
Setelah menanam benih dari Adhi Guna Farm dan tahu hasilnya, ia lantas ikut belajar membuat proses pembenihan kultur jaringan di akhir tahun 2017.
Dari hasil belajar di Adhi Farm, ia dapat memberikan solusi kepada para sesama petani kentang.
"Mereka tertarik menggunakan bibit kultur jaringan karena melihat hasil panen kami. Mereka lalu sedikit demi sedikit mau beralih ke bibit kentang yang sudah kami buat," terangnya.
Berawal dari Keresahan
Menurut CEO PT Adhi Guna Farm, Adhi Nurcholis (30), mulai tergugah melakukan pemberdayaan kepada petani kentang di kampungnya pada tahun 2016.
Ketika itu sedang mengerjakan penelitian penyilangan varietas baru kentang untuk skripsinya di Pendidikan Biologi, Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.
Dalam penelitian itu, ia banyak bersinggungan secara langsung dengan para petani sehingga menghadapi persoalan-persoalan yang dihadapi petani.
Di antaranya persoalan bibit yang ketika itu belum banyak tersentuh.
Padahal kebutuhan benih kentang cukup tinggi di daerah Wonosobo.
Dari keresahan itu, ia lantas mengembangkan benih kultur jaringan.
Benih tersebut diolah di laboratorium kultur jaringan yang didirikan secara sederhana di rumahnya.
Lantaran sudah memahami seluk beluk perbenihan kentang, tak ada kendala berarti yang dialaminya.
"Agustus 2016 mulai bereksperimen. Enam bulan kemudian benih kultur jaringan bisa produksi dan didistribusikan ke para petani," katanya kepada Tribunjateng.com.
Keunggulan benih kentang kultur jaringan hasil karya Adhi di antaranya hasil seragam, bebas virus dan lebih tahan terhadap penyakit, serta produktifitas atau hasil panen lebih tinggi.
Hasil itu diperoleh karena proses pembenihan dilakukan secara benar.
Alur kerja benih dimulai dari laboratorium meliputi subkultur benih planlet, benih planlet, aklimatisasi, indukan benih ex vitro ke benih ex vitro.
Dari benih ex vitro itu dipecah menjadi indukan benih G-0 dan indukan benih G-2.
"Secara umum benih kentang kultur jaringan lebih baik daripada benih kentang lokal atau benih non label yang tak jelas alurnya," terangnya.
Peluang Bisnis
Peluang bisnis benih kentang memang memiliki peluang besar. Menurut Adhi, penyebabnya kebutuhan benih kentang di Wonosobo sangat tinggi sedangkan ketersediaan benih masih jauh dari kata cukup.
Di Kabupaten Wonosobo terdapat empat kecamatan yang ditanam kentang meliputi di Kecamatan Kejajar, Garung, Kalikajar, dan Kepil.
Pertanian kentang paling besar di Kecamatan Kejajar yang menjadi pusat pertanian kentang di wonosobo.
Sebab, 80 persen kentang Wonosobo berasal dari Kejajar.
Dari empat kecamatan itu terdapat kebun kentang seluas 3.500 hektare.
Luas lahan per hektare membutuhkan 1,5 ton bibit kentang.
Artinya potensi kebutuhan benih mencapai 5.250 ton pertahun.
Sedangkan harga benih kentang mencapai Rp20 ribu sampai Rp25 ribu perkilogram.
"Secara nominal angka perputaran uang di pembenihan wonosobo mencapai Rp131 miliar pertahun," ucapnya.
Ia menjelaskan, fakta di lapangan untuk memenuhi kebutuhan 50 ton sampai 100 ton bibit kentang saja sudah sangat berat.
Selama ini kekurangan kebutuhan bibit kentang dipenuhi dari daerah lain seperti dari Jawa Barat.
"Jadi masih sangat terbuka peluang bisnis bibit kentang di Wonosobo," katanya.
Pembenihan bibit kentang juga menjadi alternatif sumber ekonomi baru bagi petani.
Selama ini image petani kentang di Wonosobo menanam kentang secara serabutan sehingga merusak lingkungan.
Dengan ikut melakukan pembenihan kentang, petani dapat ikut menjual bibit benih kentang kultur jaringan.
Harga benih relatif tinggi yang dapat menjadi sumber pendapatan lain.
"Industri tetap berjalan tetapi dapat mencegah kerusakan lingkungan yang lebih besar, masif dan cepat," terangnya.
Fokus Pemberdayaan
Meski ada peluang bisnis yang besar di bibit kentang,Adhi melihat peluang itu tak hanya menyoal keuntungan.
Baginya pemberdayaan petani lebih penting terutama agar petani mampu menyediakan bibit kentang secara mandiri.
Enam tahun berselang, kini sudah ada tujuh penangkar aktif binaan Adhi Guna Farm di wilayah Kabupaten Wonosobo.
Dari tujuh kelompok itu terdiri dari 100an petani.
Khusus di Kecamatan Kejajar, sudah ada 10 desa yang telah melakukan pembenihan kentang kultur jaringan.
Akan tetapi jumlah itu belum dapat mengcover seluruh kebutuhan benih kentang di wonosobo.
Maka, Adhi terus berfokus terhadap pemberdayaan petani agar petani dapat memproduksi benih kentang kultur jaringan.
"Kami ingin ada transfer teknologi. Petani jadi tahu pembibitan kentang baik ilmunya maupun backgroundnya," terangnya.
Uniknya, Adhi selama proses pemberdayaan selalu dilakukan secara informal dengan gaya santai.
Menurutnya, pemberdayaan kepada petani jika dilakukan secara formal justru akan gagal.
"Karena para petani di sini tidak terbiasa dengan hal-hal seperti itu. Semua harus dikemas dengan gaya santai," ucapnya.
Pendekatan kepada para petani untuk mengenalkan bibit kultur jaringan juga dilakukan beragam cara.
Pria yang aktif di lembaga Nahdatul Ulama (NU) ini, sering bertemu dengan petani di acara-acara keagamaan.
Lewat kegiatan itu, ia sering memperkenalkan sekaligus mengajak petani untuk ikut produksi benih kultur jaringan.
Semisal petani kentang berminat akan diajarkan ke tahapan selanjutnya.
Petani yang dapat membikin greenhouse maka akan diajari membuat bibit G-0.
Kalau ada petani yang punya lahan akan diajari membuat benih G-2.
"Kami layani petani yang ingin belajar dengan sepenuh hati tanpa biaya sepeserpun.
Semisal mereka hendak membayar kami tolak dengan tegas.
Prinsip kami, apapun yang terjadi petani harus menang," tegasnya.
Bertahun-tahun bergumul dengan para petani kentang, ia menemukan berbagai kendala yang dihadapi para petani.
Di antaranya, permodalan yang ada petani masih minim.
Ia berharap ada dukungan dari pemerintah seperti pinjaman lunak agar lebih dimasifkan ke para petani.
Selain itu, petani juga perlu diberi pelatihan pengelolaan keuangan supaya mampu mengelola uang hasil panen menjadi lebih baik.
"Semisal pemerintah ingin memberikan bantuan ke petani sebaiknya menyesuaikan kebutuhan petani karena masing-masing kebutuhan petani berbeda," terang Adhi.
Selanjutnya masih kurangnya dukungan dari para akademisi terhadap para petani.
Ia ingin para akademisi yang bergelut di bidang bidang pertanian dan lainnya ikut membantu para petani kentang melalui penelitian-penelitian yang memberikan manfaat secara nyata.
"Diharapkan dukungan akademisi lebih memihak kepada petani," ujarnya.
Mendengar petani yang sudah bisa keluar dari kebuntuan angsuran pinjaman bank.
Ikut mengelola benih kentang dapat menjadi ekonomi petani kentang.
"Cerita kebahagiaan petani, senyum petani, itu yang bikin kami bahagia," ungkapnya.
Semangat Adhi dalam memberdayakan petani kentang di Wonosobo ternyata dilirik oleh PT Astra International Tbk.
Ia diganjar penghargaan apresiasi SATU Indonesia Award (SI) Provinsi kategori individu bidang lingkungan, di tahun 2017.
Penghargaan itu memacunya untuk terus berkarya dan mengabdi kepada para petani sampai saat ini.
Bahkan, ia masih memiliki impian dan harapan besar demi kemajuan para petani.
Ia berharap, petani mampu beradaptasi dengan kemajuan zaman.
Tak hanya teknologi digitalisasi saja melainkan juga pola berpikir secara modern.
Di dalam pengelolaan pertaniannya, petani harus beradaptasi baik secara keuangan, manajemen, produksi, tenaga kerja dan sebagainya.
Para petani harus mampu mengaplikasikan kemajuan teknologi untuk mendukung kesejahteraannya.
"Petani harus mandiri, maju, modern, dan adaptif, " terang lulusan S2 biologi murni UGM itu. (Iwan Arifianto)