Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

OPINI

OPINI Pdt Sanover ST Allo : Jaga Kesehatan Mental di Masa Pandemi

PANDEMI Covid-19 telah memasuki tahun kedua. Yang menggembirakan adalah penanganan Covid-19 di Indonesia makin hari terus membaik.

Pusat Penelitian Virus di Universitas Glasgow
Ilustrasi 

Oleh Pdt Sanover ST Allo

Magister Psikologi Sains Unika Soegijapranata

PANDEMI Covid-19 telah memasuki tahun kedua. Yang menggembirakan adalah penanganan Covid-19 di Indonesia makin hari terus membaik.

Hal ini ditandai dengan kasus konfirmasi harian nasional terus menurun, yang dibarengi capaian vaksinasi makin meningkat. Meskipun begitu, sampai hari ini dampak pandemi masih dirasakan.

Satu dari sekian dampak yang masih harus mendapat perhatian adalah dampak bagi kesehatan mental atau psikologis masyarakat.

Pandemi yang terasa panjang dan tidak terprediksi kapan berakhir, serta munculnya varian-varian baru, menimbulkan dampak psikologis tersendiri.

Menyadari dampak psikologis dari pandemi ini, WHO memperingatkan bahwa kesehatan mental bisa menjadi dampak berkepanjangan dari pandemi Covid-19.

Terkait dampak psikologis akibat pandemi ini, beberapa survei telah dilakukan.

Dilansir oleh lifestyle.kompas.com (26 Maret 2020), Asosiasi Psikiatri Amerika (APA) melakukan sebuah survey terhadap lebih dari 1.000 orang dewasa di Amerika Serikat terkait dampak psikologis pandemi Covid-19.

Hasilnya adalah ada 48 persen responden merasa cemas akan tertular.

Sekitar 40 persen khawatir akan sakit berat atau meninggal akibat Covid-19, dan 62 persen mencemaskan keluarga atau orang tercintanya tertular, 36 persen menganggap Covid-19 berdampak pada kesehatan mental, 59 persen menjawab efeknya cukup berat pada kehidupan sehari-hari.

Dan kecemasan terbesar terkait pandemi ini adalah pengaruh pada keuangan, kekurangan makanan, obat, dan kebutuhan lainnya.

Bagaimana di Indonesia? Dilansir oleh cnnindonesia.com (01 Juli 2020), hasil studi (survei online) yang dilakukan oleh Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat bersama Ikatan Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga menyatakan bahwa 56 persen masyarakat Indonesia mengalami kecemasan dengan kategori cemas dan sangat cemas selama pandemi.

Penelitian yang diikuti oleh 8.031 responden dari 34 provinsi di Indonesia ini menyatakan bahwa kecemasan yang dialami oleh masyarakat Indonesia menyentuh berbagai aspek kehidupan: ekonomi, pekerjaan, agama, pendidikan, dan interaksi sosial. Dari data survey tersebut menunjukkan bahwa pandemi Covid-19 merupakan ancaman yang meningkatkan tekanan psikologis seseorang.

Goyahnya stabilitas hidup manusia dan munculnya ketidakpastian-ketidakpastian akibat pandemi Covid-19 ini menarik kehidupan manusia untuk mencemaskan berbagai hal dalam hidup.

Oleh sebab itu, pengembangan strategi coping diperlukan untuk mencegah masalah gangguan kesehatan mental.

Lalu bagaimana kesehatan mental seseorang dapat menjadi tangguh di tengah pandemi ini?

Stoikisme

Stoikisme adalah nama dari suatu aliran atau mazhab dalam Filsafat Yunani Kuno. Filosofi Stoik dicetuskan oleh Zeno dari Citium sekitar awal abad ke-3 SM.

Dari Zeno, filsafat ini kemudian dilanjutkan dan dikembangkan oleh para filsuf lain, mulai dari Yunani sampai kekaisaran Romawi, antara lain: Chrysippus, Lucius Seneca, Epictetus, dan Kaisar Marcus Aurelius.

Dalam Manampiring (2019) salah satu prinsip yang sangat mendasar dari Filosofi Stoik adalah bahwa dalam kehidupan ini ada hal-hal yang berada di bawah kendali atau tergantung pada individu, namun ada hal-hal yang tidak di bawah kendali atau tidak tergantung pada individu. Prinsip ini dikenal dengan istilah dikotomi kendali.

Hal-hal yang berada di luar kendali manusia adalah segala hal yang ada atau terjadi di luar pikiran dan tindakan individu antara lain tindakan orang lain, reputasi, cuaca, bencana alam, wabah penyakit. Hal-hal yang berada di dalam kendali adalah semua hal yang merupakan pikiran dan tindakan diri sendiri, yaitu persepsi, penilaian, keinginan, tujuan.

Semua hal yang berada di luar kendali pada dasarnya tidak memberi pengaruh baik atau buruk seseorang. Maksudnya, segala hal eksternal yang di luar kendali manusia, sebenarnya tidak bisa menentukan ketenangan, kebahagiaan, dan perasaan damai seseorang.

Entah seseorang kaya atau miskin, sehat atau sakit, berada dalam masa pandemi atau tidak, dalam keadaan apapun semua orang dapat merasakan kebahagiaan dan menjalani kehidupannya secara optimal.

Kesehatan mental

Konon dulu ada pedagang kaya raya dari Siprus melakukan perjalanan dari Phoenicia ke Peirus menggunakan kapal laut melintasi Laut Mediterania.

Pedagang tersebut membawa pewarna tekstil berwarna ungu yang sering dipakai untuk mewarnai jubah raja-raja.

Dagangan sangat mahal. Namun, sialnya, kapal yang ditumpanginya karam.

Pedagang itu kehilangan semua dagangannya dan harus terdampar di Athena. Ini tentunya sebuah derita besar.

Bukan hanya kehilangan harta benda melainkan juga menjadi orang asing terlunta-lunta di negeri orang. Pedagang itu tak lain adalah Zeno pencetus Stoikisme. Filosofi Stoik, sesungguhnya lahir dari masa pengalaman yang penuh dengan derita.

Entah sudah berapa banyak strategi untuk mengembangkan kesehatan mental yang baik dalam situasi sulit seperti masa pandemi saat ini. Tetapi, menerapkan secara konsisten prinsip dikotomi kendali stoikisme juga dapat menolong setiap orang memiliki kesehatan mental yang baik.

Bagaimana menerapkan prinsip dikotomi kendali dalam situasi Pandemi Covid-19 saat ini?

Prinsip dikotomi kendali adalah sebuah latihan untuk menata persepsi agar bisa membedakan mana hal yang di luar kendali dan mana hal yang berada dalam kendali.

Hal yang paling utama adalah setiap orang harus melatih persepsi di tengah dampak pandemi Covid-19.

Melatih persepsi

Dari perspektif dikotomi kendali ini, dapat dikatakan bahwa pandemi Covid-19 beserta dampak yang dibawanya (bekerja dari rumah, belajar dari rumah, ibadah di rumah, pemutusan hubungan kerja, pembatasan sosial, dll) adalah sesuatu yang terjadi di luar kendali individu.

Menghabiskan waktu dan tenaga mencemaskan Covid-19 beserta dampaknya yang di luar kendali kita adalah hal yang tidak rasional.

Lebih baik individu memfokuskan pikiran dan tindakan melakukan hal-hal yang berada di bawah kendalinya.

Misalnya, karena alasan tertentu seseorang harus beraktifitas di luar rumah, cemas akan terpapar covid, gelisah, stres saat kegiatan.

Maka sebaiknya fokus saja pada tindakan. Fokuslah melakukan tindakan penguatan agar terhindar dari paparan virus ini, dengan mematuhi protokol kesehatan yang telah ditetapkan.

Sehingga saat beraktifitas di luar rumah, dapat beraktifitas dengan rasa aman.

Daripada cemas campur takut akan munculnya varian baru yang di luar kendali kita, maka lebih baik fokus saja pada tindakan.

Yaitu tindakan segera vaksin. Itu lebih baik dan menenangkan. Kenapa harus memikirkan kapan pandemi ini berakhir.

Toh itu di luar kendali kita. Maka hal yang perlu dilakukan adalah tingkatkan rasa bahagia, dengan cara berolahraga, berkunjung ke rumah keluarga, menikmati kuliner di berbagai tempat, dan sebagainya.

Lakukanlah aktivitas yang membuat bahagia, dengan tetap tertib taati protokol kesehatan. Toh sekuat apapun usaha untuk mengubah situasi di luar kendali, tetap saja tidak akan berubah. Tidak perlu menyia-nyiakan waktu dan tenaga untuk memikirkan hal-hal di luar kendali.

Sikap tersebut malah membuat stres, cemas, marah dan depresi. Fokus saja pada persepsi dan tindakan. Maka, setiap orang akan memiliki kesehatan mental yang baik, tetap optimis dan produktif di masa pandemi. (*)

Baca juga: Tiap Kelurahan di Semarang Dapat Dana Rp 50 Juta untuk Pemberdayaan Perempuan

Baca juga: Andin Tinggal di Rumah Om Irvan Sinopsis Ikatan Cinta RCTI Malam Ini 5 Desember 2022 Jam 19.45 WIB

Baca juga: Gadis Jember Dirudapaksa Setelah Dicekoki Miras Pria yang Baru Dikenalnya di Medsos

Baca juga: Geram, Kapolres Demak Ancam Pakaikan Rok Mini Ke Anggota yang Tak Kunjung Ungkap Kasus

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved