Apa Itu Sajam? Fenomena Klitih, Aksi Kriminalitas Remaja Menggunakan Senjata Tajam
Apa Itu Sajam? Fenomena Klitih, Aksi Kriminalitas Remaja Menggunakan Senjata Tajam
Penulis: non | Editor: abduh imanulhaq
Per bulan rata-rata polisi menangani 3 kasus klitih. Namun kriminal yang melibatkan remaja pernah muncul pada tahun 1990-an.
Dalam arsip Harian Kompas pada berita 7 Juli 1993, Kapolwil DIY yang saat itu dijabat oleh Kolonel (Pol) Drs Anwari menyebutkan,
polisi telah memetakan keberadaan geng remaja dan kelompok anak muda yang sering melakukan aksi kejahatan di Yogyakarta.
Kabid Humas Polda DI Yogyakarta Kombes Yuliyanto mengatakan bahwa kriminalitas jalanan yang kerap disebut klitih ini sebagian besar pelakunya merupakan remaja atau pelajar.
"Kejadian kejahatan di jalanan, kriminalitas di jalanan yang disebut klitih itu kan kebanyakan dilaukan oleh anak-anak di bawah umur yang menggunakan sepedah motor," ujar Yulianto.
Kejadian semacam ini umumnya terjadi di malam hari. Sehingga pihaknya rutin melakukan patroli ke titik-titik lokasi di mana kerap terjadi kasus klitih.
Karena klitih melibatkan anak-anak atau remaja, maka hukuman yang diberikan juga lebih ringan.
Maka, solusi terbaik menurut Yulianto adalah dengan pencegahan.
Sosiolog kriminalitas dari Universitas Gadjah Mada, Soeprapto mengatakan terdapat dua faktor yang mendorong tindakan kriminalitas jalanan tersebut.
Yaknin faktor internal dan eksternal.
Soeprapto menjelaskan bahwa faktor internal adalah dorongan yang muncul murni dari diri si pelaku.
Sementara, faktor eksternal berkaitan dengan struktur organisasi yang ada di dalam lingkar pelaku kekerasan.
Dia mengelompokkan lingkar organisasi ke dalam tiga struktur, yakni inti, inti plus, dan inti plus-plus.
Struktur inti terdiri dari pelajar itu sendiri. Struktur inti plus melibatkan alumni yang pernah terlibat dalam lingkat kekerasan itu.
Sementara inti plus-plus berkaitan dengan preman dan pelaku kriminal lainnya.
Aksi klitih juga bisa muncul ketika sebuah kelompok melakukan rekrutmen anggota baru atau sebagai ajang eksistensi diri. (tribunjateng/non)