Smart Women
Dorongan Perasaan Senasib, There Jadi Relawan Kemanusiaan Terinspirasi Putri Semata Wayangnya
Theresia Retno Widayatsih mendermakan diri dalam kegiatan sosial mulai dari pendampingan kelompok difabel hingga aksi penghijauan.
Penulis: M Nafiul Haris | Editor: moh anhar
Adapun mengenai minat bergabung di KOWAD semasa itu banyak kabar menjadi anggota TNI, meskipun perempuan lekat dengan perilaku kekerasan sehingga orangtuanya akhirnya memintanya menjadi seorang guru.
“Jadi semua yang saya inginkan itu akhirnya terwujud, namun terlambat ketika usia tidak lagi muda. Tahun kemarin terakhir kalinya saya menjadi penyiar di Radio Suara Salatiga. Untuk menyanyi dan lainnya ya menjadi hiburan menikmati masa tua sekarang,” jelasnya
Lulusan Diploma 2 IKIP Sanata Dharma Yogyakarta itu mengaku meskipun segala yang pernah dicita-citakan dapat dibilang terwujud tetapi momennya sudah terlambat semua pencapaian tersebut sangat disyukurinya.
Hal serupa juga berlaku dengan aktivitasnya didalam kegiatan sosial kemanusiaan.
Diakuinya, menapaki jalan kerelawanan tidaklah mudah, meskipun didasari semangat membantu sesama yang membutuhkan.
Tetapi, banyak pihak pula yang menaruh curiga kerap menerima fitnah dan lain sebagainya.
Namun, ia tidak mempedulikan anggapan orang-orang yang lebih banyak menilai apa yang dilakukan bagian dari mencari perhatian dan lainnya.
“Saya percaya Tuhan akan membuktikan siapa yang salah dan benar. Walaupun dulu sekali pas awal-awal saya sempat emosi, tapi setelah sekian tahun berjalan saya cuek saja.
Yang paling menyakitkan, dulu sebelum mendirikan IBS, saya bergabung dengan Komunitas Dapur Sejiwa untuk cabang Salatiga. Setelah berjalannya waktu, kegiatan kami di Salatiga lebih produktif dan Ungaran sepi, singkatnya saya difitnah memakai dana organisasi senilai Rp 39 juta,” kenangnya
There menyebutkan, pengalaman itu merupakan suatu hal yang dianggap paling kejam dari perjalanan kerja-kerja kemanusiaan yang dijalaninya.
Sebab, selain namanya menjadi buruk di lingkaran orang-orang aktivis sosial kemanusiaan, dampaknya dirinya dikeluarkan dari organisasi yang pada masa-masa awal dirintis olehnya.
Kemudian, dalam perjalanannya bersama sejumlah orang yang memiliki kesamaan tertarik pada kegiatan-kegiatan sosial membentuk IBS.
Sebaliknya, komunitas lama yakni Dapur Sejiwa gaungnya tidak bertahan lama dan menjadi pasif.
Di satu sisi, IBS terus berjalan sampai sekarang dan banyak orang percaya donasinya dikelola secara baik serta lebih terbuka.
“Berkaitan dengan saya yang juga guru dari apa yang saya lakukan di luar bisa memberi gambaran kepada murid-murid saya di sekolah bahwa mempelajari ilmu pengetahuan saja tidak cukup. Namun, perlu bagaimana ikut andil dalam persoalan riil di masyarakat dengan begitu sebagai manusia menjadi pribadi yang bermanfaat,” tandasnya
Terhadap pemerintah dan juga masyarakat secara umum lanjutnya, diharapkan mengakui keberadaan kelompok difabel serta bersama-sama mendorong kesempatan bekerja setara dengan yang normal.
Kemudian, karena pentingnya keterampilan terapi hendaknya pula pemerintah mulai menggalakkan pelatihan bagi orangtua dengan anak difabel supaya kedepan mereka bisa menterapi anaknya secara mandiri. (*)
Biodata narasumber
Nama : Theresia Retno Widayatsih
Tempat dan tanggal lahir : Klaten 15 September 1962
Hobi : Menyanyi dan Penyiar
Organisasi : Insan Berbagi Salatiga (IBS)