Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Kejari Kota Semarang Berhasil Hentikan Perkara Penganiayaan dengan Mekanisme Restorative Justice

Akibatnya, korban mengalami luka di pergelangan lengan atas kanan dan sempat dirawat selama 2 hari di rumah sakit

Penulis: m zaenal arifin | Editor: muslimah
Dok Intelijen Kejari Kota Semarang
Kepala Kejari Kota Semarang, Transiswara Adhi, menyerahkan surat perdamaian terlaksananya restorative justice kepada tersangka perkara penganiayaan di Kantor Kejari Kota Semarang, Kamis (20/1/2022). 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Semarang berhasil menyelesaikan satu perkara pidana di luar persidangan dengan mekanisme keadilan restoratif (restorative justice). Sehingga perkara tersebut tidak dilakukan penuntutan di pengadilan.

Perkara tersebut berupa penganiayaan yang dilakukan seorang pegawai Satpol PP Kota Semarang, Jarot AH, terhadap korban Dian S, yang tak lain adalah kekasihnya.

Penghentian penuntutan terhadap tersangka dilakukan usai dikabulkannya permohonan restorative justice yang diajukan Kejari Kota Semarang ke Kejaksaan Agung (Kejagung).

"Hari ini (Kamis--red), permohonan restorative justice kami dikabulkan oleh Kejagung. Sehingga perkara itu dihentikan penuntutannya," kata Kepala Kejari Kota Semarang, Transiswara Adhi, di kantornya, Kamis (20/1/2022).

Transiswara Adhi menjelaskan, perkara penganiayaan sepasang kekasih tersebut terjadi pada 14 Oktober 2022 sekitar pukul 15.30 WIB di Kantor Satpol PP Kota Semarang.

Tersangka melakukan penganiayaan kepada korban karena cemburu.

Akibatnya, korban mengalami luka di pergelangan lengan atas kanan dan sempat dirawat selama 2 hari di rumah sakit.

"Atas perbuatannya, tersangka diancam pidana Pasal 351 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana 2 tahun 8 bulan penjara," jelasnya.

Penyelesaian perkara dengan mekanisme restorative justice tersebut difasilitasi langsung oleh Transiswara Adhi, didampingi Kasi Pidana Umum Edy Budianto dan jaksa fasilitator Gilang Prama Jasa. Sehingga akhirnya antara tersangka dan korban terjadi perdamaian.

"Restorative justice ini bisa diterapkan karena ada perdamaian antara korban dan tersangka. Yang tentunya ada syarat dari korban yang harus dipenuhi tersangka. Kemudian disaksikan pihak keluarga kedua pihak, pimpinan tempat kerja, hingga tokoh masyarakat," paparnya.

Kasi Pidana Umum Kejari Kota Semarang, Edy Budianto menuturkan, tidak semua perkara pidana bisa diselesaikan dengan mekanisme restorative justice.

Berdasarkan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, perkara yang bisa diselesaikan dengan mekanisme tersebut harus memenuhi beberapa syarat.

"Dalam perkara ini, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman pidana kurang dari 5 tahun, dan adanya perdamaian antara korban dan tersangka," jelasnya.

Ia menambahkan, hingga saat ini telah ada dua perkara yang diselesaikan dengan mekanisme tersebut. Padahal, Kejari Kota Semarang sebenarnya sudah mengusulkan banyak perkara agar tidak sampai ke pengadilan.

"Memang ada beberapa perkara yang kami ajukan untuk restorative justice, tapi yang berhasil baru 2 perkara. Hal itu karena ketatnya syarat agar perkara itu bisa direstorative justice," jelasnya. (Nal)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved