Berita Nasional
Jokowi dan Sri Mulyani Enggan Bayar Utang Negara Rp 60 M ke Warga, Kuasa Hukum: Alasannya Aneh
Seorang warga Padang, Sumatera Barat kesulitan menagih utang Rp 60 miliar ke Presiden Jokowi dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
TRIBUNJATENG.COM, SUMATERA - Seorang warga Padang, Sumatera Barat kesulitan menagih utang Rp 60 miliar ke Presiden Jokowi dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Penagihan utang itu dilakukan oleh Hardjanto Tutik yang merupakan anak kandung dari Lim Tjiang Poan, yang merupakan pengusaha rempah.
Lim disebut pernah meminjamkan uang kepada Pemerintah RI pada 1950, saat Indonesia mengalami krisis keuangan.
Namun kini upaya untuk menagih utang senilai Rp 60 miliar dari pemerintah menghadapi jalan buntu.
Baca juga: Wahyudi Taburkan Racun Tikus ke Kopi Sahabatnya: saya punya utang Rp 3 Juta pak
Baca juga: Pacu Hilirisasi Batu Bara: Jokowi: RI Tekor Rp 7 T/tahun untuk Subsidi Elpiji
Baca juga: Cerita Penjual Bakso Gemetaran Dapat Amplop dari Presiden Jokowi: Bulu Kuduk Berdiri Semua
Hardjanto melalui kuasa hukumnya, Amiziduhu Mendrofa, sebelumnya sudah melayangkan gugatan terhadap Presiden Joko Widodo, Menteri Keuangan dan DPR RI ke Pengadilan Negeri Padang.
Persidangan kemudian berlanjut dengan mediasi yang difasilitasi pengadilan.
Namun, mediasi terkait gugatan utang pemerintah sejak tahun 1950 itu gagal mencapai kesepakatan.
Alasan pemerintah menolak
Adapun mediasi tersebut gagal mencapai kesepakatan karena pihak pemerintah menilai, surat utang tersebut telah kedaluwarsa.
Dengan demikian, permintaan untuk membayar utang negara yang diminta penggugat sebesar Rp 60 miliar itu tidak dapat dipenuhi.
Dalam jawaban tertulis, tergugat Menteri Keuangan yang diwakili 12 orang pengacara itu menjelaskan bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 6 Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No. 466a/1978, surat obligasi yang telah lewat waktu lima tahun sejak tanggal ditetapkannya keputusan pelunasan, yakni pada 28 November 1978, maka akan dianggap kedaluwarsa apabila belum diuangkan atau dibayar.
"Berdasarkan hal tersebut di atas, oleh karena surat obligasi yang diklaim oleh penggugat sebagaimana mestinya tidak dimintakan/ditagihkan pelunasannya paling lambat lima tahun sejak KMK tersebut, maka surat obligasi tersebut jadi daluarsa, sehingga proposal permohonan penggugat tidak dapat kami penuhi," tulis Didik Hariyanto dan kawan-kawan di jawaban tertulisnya.
Tanggapan kuasa hukum penggugat
Kuasa hukum Hardjanto, Mendrofa mengatakan, jawaban tergugat itu sangat aneh, karena beralasan bahwa utang pemerintah telah kedaluwarsa.
Padahal, menurut Mendrofa, KMK itu mengangkangi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002, tentang Surat Utang Negara (obligasi) Tahun 1950.