Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Petani Singkong Banjarnegara Ajur-ajuran, Tanam Singkong Setahun Cuma Untung 100 Rupiah

etani singkong di Kabupaten Banjarnegara saat ini sedang terpuruk karena tidak mendapat keuntungan yang layak.

Penulis: khoirul muzaki | Editor: Daniel Ari Purnomo
Tribun Jateng/ Khoirul Muzakki
Warga mengangkut hasil bumi salah satunya singkong melintasi jembatan gantung Desa Kaliwungu, Banjarnegara. 

-TRIBUNJATENG.COM, BANJARNEGARA - Petani singkong di Kabupaten Banjarnegara saat ini sedang terpuruk.

Bagaimana tidak, harga komoditas itu tengah anjlok. 

Penderitaan lebih dirasakan warga di beberapa desa di Kecamatan Mandiraja.

Ketiadaan akses untuk mobil pengangkut hasil pertanian membuat harga hasil bumi semakin jatuh. 

Baca juga: Resep Sawut Singkong Gula Merah Camilan Murah untuk Akhir Pekan

Petani di Desa Kaliwungu, Desa Kebanaran, Desa Jalatunda, dan Desa Somawangi Kecamatan Mandiraja selama ini cukup menderita karena tak memiliki akses jembatan yang layak. 

Satu-satunya akses penyeberangan di Sungai Sapi adalah jembatan gantung Desa Kaliwungu, yang hanya bisa dilalui kendaraan roda dua atau pejalan kaki.

Ini menyulitkan mobilitas warga, terutama untuk transportasi hasil bumi. 

Hasil panen warga akhirnya dihargai lebih rendah karena dipotong ongkos trasportasi.

Hasil bumi yang idealnya diangkut menggunakan truk atau pick up, harus dilansir menggunakan jasa ojek sepeda motor. 

"Hasil panen dilansir pakai sepeda motor, ngojek, "kata Tulus, petugas Ulu-ulu Desa Kebanaran, Mandiraja, Senin (31/1/2022) 

Petani kerap merugi karena hasil panen mereka menjadi anjlok meski di luar desa harganya masih normal.

Ini karena mereka harus membayar ongkos lebih untuk transportasi via jembatan gantung. 

Nasib apes kini menimpa petani Singkong.

Harga komoditas itu anjlok di kisaran Rp 500 perkilogram.

Itu harga di pengepul di luar desa. 

Padahal, petani masih harus mengeluarkan ongkos petik dan transportasi yang cukup menguras kantong. 

Ia merinci, untuk biaya lansir ojek saja, petani harus mengeluarkan Rp 150 perkilogram ketela.

Lalu untuk biaya cabut atau petik di lahan sampai kupas, petani harus membayar sekitar Rp 150 perkilogram.

Belum biaya angkut menggunakan mobil setelah dilansir melalui jembatan gantung, Rp 100 perkilogram.

"Kalau ditotal ongkosnya Rp 400 perkilogram. Jadi petani hanya dapat Rp 100 perkilogram, "katanya

Karena perolehan yang tak seberapa itu, petani memilih tidak memanen singkongnya di lahan.

Komoditas itu tak menghasilkan apa-apa bagi petani. 

Padahal petani sudah mengeluarkan modal dan tenaga untuk merawat tanaman Singkong selama hampir setahun.

Penantian panjang itu akhirnya berakhir duka.

Harapan bisa meraup untung dari usaha itu pupus. 

Sebenarnya, kata dia, jika ada akses penyeberangan yang layak, kerugian petani bisa ditekan. 

"Singkong dibiarkan di lahan karena gak laku. Kalau warga  mau ambil boleh, gratis, " katanya.

(aqy)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved