Headline
Headline: Siapakah Kartel Minyak Goreng? Ini Tanggapan Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) segera membawa masalah harga minyak goreng ke ranah hukum.
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) segera membawa masalah harga minyak goreng ke ranah hukum.
Komisioner KPPU, Ukay Karyadi mengatakan, terdapat dugaan adanya indikasi praktik kartel dibalik lonjakan harga minyak goreng yang cukup signifikan dalam beberapa waktu terakhir.
KPPU melihat terkonsentrasinya produksi minyak goreng oleh sejumlah perusahaan besar.
Terkonsentrasinya sejumlah produsen membuat pelaku usaha tersebut mempunyai kekuatan untuk mengatur produksi dan harga, dibandingkan dengan pelaku usaha yang tidak terintegrasi.
“Penguasa pasar minyak goreng adalah perusahaan-perusahaan yang terintegrasi secara vertikal dengan perusahaan perkebunan sawit.
Ironisnya, baik di hulu (perkebunan sawit) maupun hilir (industri minyak goreng) struktur industrinya cenderung oligopoly,” ucap Ukay saat dihubungi Tribun, Selasa(1/2).
“Dengan posisi seperti itu, mereka akan mudah untuk melakukan kartel, dan dari kondisi pasar minyak goreng yang saat ini langka di pasar, meski pemerintah sudah intervensi dengan berbagai kebijakan, memberi sinyal kuat bahwa telah terjadi kartel,” sambungnya.
Sebagai informasi, kebijakan satu harga minyak goreng yang sebelumnya diberlakukan Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI tampaknya masih belum berjalan dengan baik di lapangan.
Sebab, di sejumlah pasar tradisional, toko retail berjaring maupun pasar swalayan terjadi kelangkaan minyak goreng. Dan kemudian sejumlah merek minyak goreng juga memiliki harga jual yang kembali tinggi.
Hal ini pun dikeluhkan masyarakat yang menjadi konsumen minyak goreng untuk kebutuhan sehari-hari. Ukay kembali mengatakan, dalam rangka mencari alat bukti adanya kartel, nantinya pihak yang terlibat dalam industri minyak goreng akan dimintai keterangannya.
Pemanggilan pihak-pihak terkait diharapkan sudah bisa dilakukan dalam waktu dekat. “Karena itu, KPPU membawa hal ini ke ranah penegakan hukum.
Perusahaan minyak goreng dan pihak-pihak terkait segera dipanggil KPPU untuk dimintai keterangan,” pungkas Ukay.
Kenaikan harga minyak sawit dinilai menjadi permasalahan di dalam negeri, di mana hal itu berdampak pada tingginya harga minyak goreng (migor) di pasaran.
Untungnya, pemerintah saat ini tengah melakukan berbagai cara guna menjaga stabilitas harga dan tersedianya pasokan minyak goreng di pasaran.
Berdasarkan rapat dengan DPR, Kementerian Keuangan akhirnya menurunkan batas maksimal harga minyak goreng curah dan kemasan sederhana masing-masing menjadi Rp 11.500 per liter dan Rp 13.500 per liter berlaku mulai 1 Februari.