Wawancara Khusus
Ketua PWI Jateng Amir Machmud: Jurnalisme Digabung TI Jadi Kekuatan Besar
Ketika ada harapan yang menjanjikan bahwa profesi ini bukan tanpa masa depan, artinya secara kesejahteraan memiliki harapan
Penulis: Mazka Hauzan Naufal | Editor: rustam aji
Akan terbedakan. Ini era duopoli media. Satu pihak medsos berkembang masif dan cenderung banal.
Media mainstream berkembang dengan gaya medsos. Ini cepat atau lambat kita berharap, media mainstream tetap menjadi pusat untuk verifikasi informasi.
Apa yang meragukan di medsos, media massa yang jadi penjernih. Orang tetap akan melihat produk jurnalistik penting untuk menjadi gantungan informasi.
PWI ada program apa untuk 2022?
Dari periode pertama kepengurusan 2015 sampai 2020 kemarin, bertitik berat pada pendidikan wartawan.
Artinya pengembangan kapasitas melalui uji kompetensi wartawan, orientasi kewartawanan, pelatihan-pelatihan. Itu yang kami tekankan.
Tidak kami ubah karena kami tahu itulah kebutuhannya. Tetapi ada satu hal yang kami gagas, kemungkinan akan kami lakukan tahun kedua ini, di periode 2021-2025.
Kami ingin agar profesi wartawan tetap diminati anak-anak muda. Karena mereka inilah masa depan sumber daya kewartawanan nantinya.
Caranya bagaimana agar anak muda tertarik dengan profesi wartawan?
Nanti kami buat magnet-magnet. Kebanggaan menulis, menyiarkan. Termasuk menyiarkan secara audio-visual.
Sekarang ini kan konten di medsos seperti video youtube, podcast, dan lain-lain bisa dimodifikasi ke arah media mainstream.
Ketika proses penginformasian juga terverifikasi dengan standar jurnalistik.
Ketika ada harapan yang menjanjikan bahwa profesi ini bukan tanpa masa depan, artinya secara kesejahteraan memiliki harapan, pasti fresh graduate akan berpikir untuk memasuki profesi ini.
Awal pandemi saya sempat khawatir. Tapi perkembangan saya lihat ada hal-hal yang memberi harapan.
Uji Kompetensi Wartawan caranya seperti apa?