Forum Guru
OPINI Sri Hartati : Menyambut Kurikulum Merdeka Belajar Saat Krisis Pembelajaran Siswa
DUNIA pendidikan saat ini mengalami krisis pembelajaran yang signifikan seiring dengan pandemi yang belum tahu kapan berakhirnya.
Oleh Sri Hartati, SPd
Guru Kimia di SMAN 12 Semarang
DUNIA pendidikan saat ini mengalami krisis pembelajaran yang signifikan seiring dengan pandemi yang belum tahu kapan berakhirnya.
Dampak yang realistis adalah terjadinya penurunan prestasi pembelajaran (learning loss).
Pemerintah selaku pemberi kebijakan melalui menteri Kemendikbudristek, Nadiem Makarim tak henti hentinya melakukan upaya agar learning loss tidak mencapai puncaknya.
Ibarat busur, panah yang menukik tajam harus segera dikendalikan supaya prestasi pembelajaran kembali normal. Tidak ada lagi generasi pembelajaran yang hilang.
Selama dua tahun sejak pandemi ini berbagai riset telah dilakukan oleh 2.500 sekolah penggerak di Indonesia, dan didapatkan bahwa sekolah yang jangkauan teknologinya tinggi semakin berkembang, sedangkan sekolah yang berada dipelosok semakin terpuruk.
Misalnya, siswa SD kelas 1 yang naik ke kelas dua kemampuan membaca, menulis dan berhitungnya rendah jika dibandingkan dengan sekolah yang jangkauan internetnya mudah.
Kesenjangan yang terjadi adalah siswa yang mengalami learning loss lebih banyak dibandingkan dengan siswa yang berprestasi.
Learning loss terjadi karena akses perangkat pembelajaran yang kurang memadai dan tidak dapat dijangkau oleh daerah pelosok.
Akibatnya siswa yang berada di pelosok tidak mendapatkan pembelajaran secara maksimal dan hilangnya kesempatan belajar tatap muka di sekolah akibat pembelajaran offline ditiadakan.
Kurikulum
Di tengah kondisi pendidikan di Indonesia akibat penurunan pembelajaran (learning loss), maka pemerintah mengeluarkan berbagai macam kebijakan penggantian kurikulum.
Paradigma bahwa setiap ganti menteri ganti kurikulum dipatahkan dengan pembaharuan kurikulum agar pendidikan di Indonesia semakin berkualitas dan komprehensif.
Berdasarkan kondisi learning loss yang semakin parah, akhirnya pemerintah melakukan perubahan penting dalam pelaksanaam kurikulum di sekolah-sekolah yang dikenal dengan KURIKULUM MERDEKA BELAJAR DAN PLATFORM MERDEKA MENGAJAR.
Kurikulum Merdeka Belajar diantaranya kurikulum prototipe 2022 telah diterapkan oleh berbagai sekolah penggerak yang telah ditunjuk oleh pemerintah.
Kurikulum Merdeka belajar dimulai dari episode 1 hingga episode 15. Merdeka Belajar, dengan mengganti Ujian Nasional menjadi Asessmen Nasional, menghapus Ujian Sekolah Berstandar Nasional, Menyederhanakan RPP, menyesuaikan kuota jalur prestasi Penerimaan Peserta Didik Baru berdasarkan Zonazi, adanya sekolah penggerak yang mengembangkan sekolah-sekolah katalis yang diawali dengan pemberdayaan kepala sekolah dan guru menjadi SDM unggul melalui kolaborasi dengan pemerintah daerah dan intervensi yang holistik dalam hal pembelajaran, perencanaan, digitilasasi, sampai pendampingan selama tiga tahun ajaran bagi sekolah negeri maupun swasta.
Implementasi kurikulum 2013 saat ini, kurang fleksibel, jam pelajaran ditentukan perminggu, materi terlalu padat sehingga tidak cukup waktu untuk melakukan pembelajaran yang mendalam dan yang sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik.
Materi pembelajaran yang tersedia kurang beragam sehingga guru kurang leluasa dalam mempertimbangkan pembelajaran kontekstual.
Teknologi digital belum digunakan secara sistematis untuk mendukung proses belajar guru melalui praktek baik, sehingga implementasi kurikulumnya diarahkan menjadi Merdeka Belajar dengan Kurikulum Merdeka dan Platform Merdeka Mengajar.
Arah perubahan
Arah perubahan kurikulum : struktur kurikulum yang lebih fleksibel, jam pelajaran ditargetkan untuk dipenuhi dalam satu tahun, fokus pada materi yang esensial, capaian pembelajaran diatur perfase, bukan pertahun. Memberikan keleluasaan bagi guru menggunakan berbagai perangkat ajar sesuai kebutuhan dan karakteristik peserta didik. Aplikasi yang menyediakan berbagai referensi bagi guru untuk dapat terus mengembangkan praktek mengajar secara mandiri dan berbagai praktek baik.
Selain itu, penerapan Kurikulum Merdeka juga didukung oleh Platform Merdeka Mengajar. Platform Merdeka Mengajar adalah platform edukasi yang menjadi teman penggerak untuk guru agar bisa mengajar, belajar dan berkarya dengan akun pembelajaran belajar. id melalui aplikasi di gawai Android melalui laman situs.
Keunggulan Kurikulum Merdeka, fokus pada materi yang esensial, dan pengembangan kompetensi peserta didik pada fasenya. Belajar lebih mendalam, bermakna, tidak terburu-buru dan menyenangkan. Sekolah, guru dan peserta didik lebih merdeka.
Sekolah memiliki wewenang dalam penggunaan kurikulum sesuai kondisi peserta didik. Guru mengajar sesuai tahap capaian peserta didik, dan peserta didik merasa tidak terbebani dengan materi pembelajaran yang begitu banyak.
Ajakan Kemendikbudristek kepada semua pihak untuk bergerak bersama mewujudkan transformasi pendidikan di Indonesia dengan Merdeka Belajar episode 15 : Kurikulum Merdeka dan Platform Merdeka Mengajar disambut dengan gembira oleh semua pihak dan pemangku pendidikan baik dari Satuan Pendidikan, Dinas Pendidikan, serta Mitra Komunitas dan Organisasi Pendidikan.
Tiga opsi
Ada tiga opsi yang ditawarkan dalam Merdeka Belajar episode 15. Opsi pertama, Sekolah tetap boleh menggunakan Kurikulum 2013 jika belum siap.
Opsi kedua, Sekolah mengadakan transformasi Kurikulum sesuai dengan kemampuan sekolah dan opsi yang ketiga, sekolah menggunakan kurikulum merdeka belajar dengan platform merdeka mengajar.
Dari hasil pengukuran studi PISA (Programme for International student Assessment) Indonesia yang diinisiasi oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) kemampuan baca, matematika, dan sains dari SD hingga SMA di Indonesia rendah dan belum merata (Yuri Belfali).
Setelah ada sekolah penggerak diperoleh data bahwa sekolah yang menggunakan kurikulum 2013 dan kurikulum transformasi, mengalami learning loss sebanyak 90 %, sedangkan sekolah yang menggunakan kurikulum merdeka belajar (kurikulum prototipe 2022) mengalami learning loss sebanyak 10 % (Totok Suprayitno).
Perbandingan hasil riset yang sangat signifikan karena penggunaan kurikulum merdeka lebih relevan, interaktif dan tidak memberatkan semua pihak.
Tidak ada lagi peserta didik yang tidak tuntas karena kebanyakan materi. Sebab materi pembelajarannya disesuaikan dengan SDM yang ada.
Tidak ada lagi jurusan peminatan IPA, IPS dan Bahasa bagi siswa SMA selama dua tahun, serta tidak ada lagi beban fisik dan psikis guru dalam menulis administrasi.
Semuanya plong bebas merdeka, se-merdeka kurikulum yang baru saja diluncurkan, dan sekolah bebas memilih kurikulum yang ditawarkan oleh pemerintah sesuai kemampuannya.
Otonomi sekolah
Dengan demikian wajar jika terjadi otonomi sekolah dalam penerapan kurikulum. Hal ini dikarenakan tiap sekolah bebas memilih satu dari tiga opsi kurikulum alternatif yang sudah diberikan pemerintah, apakah menggunakan kurikulum 2013, kurikulum transformasi ataukah kurikulum merdeka belajar.
Tergantung dari kesiapan dan kemantapan masing-masing sekolah sebab tidak ada unsur paksaan dari pihak manapun alias merdeka dalam memilih kurikulum di sekolahnya.
Tetapi masih dengan satu visi misi yang sama yaitu menormalkan kembali kondisi pendidikan nasional agar tidak terjadi learning loss yang berkepanjangan, dan kehilangan satu generasi penerus bangsa akibat pandemi. Pada akhirnya sekolah bebas memilih kurikulum sesuai kondisi dan otonomi masing-masing agar pembelajaran normal seperti semula. (*)
Baca juga: OPINI Ummi Nuamah : Membangun Konsistensi Gen-Z dalam Mengawal Pemilu
Baca juga: OPINI Urip Triyono : Mendadak Temperamen, Ada Apa?
Baca juga: OPINI Aminuddin : Ancaman Regenerasi Koruptor
Baca juga: OPINI RIBUT LUPIYANTO : Wadas dan Ujian Kepemimpinan Ekologis