Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Wawancara Khusus

WAWANCARA : Ketua PWNU Jateng, KH Muzamil : Merawat Jagat Membangun Peradaban

Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah, KH Mohamad Muzamil, memaparkan agenda Musyawarah Kerja Wilayah (Muskerwil) ke-2

Tribun Jateng/ Hermawan Endra
Musyawarah Kerja Wilayah (Muskerwil) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah dan Harlah NU ke 99 H, di Aula Masjid Agung Jawa Tengah, Kamis (10/2/2022). 

TRIBUNJATENG.COM -- Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah, KH Mohamad Muzamil, memaparkan agenda Musyawarah Kerja Wilayah (Muskerwil) ke-2 Kepengurusan PWNU Jateng masa khidmah 2018-2023.

Muskerwil tersebut berlangsung selama dua hari di Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT), Kota Semarang, pada Kamis- Jumat (11/2/2022).

Tiap Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) di Jawa Tengah, mengirim utusan untuk ikut membahas evaluasi dan rencana kerja setahun kedepan.

Kiai Muzamil, sapaan akrabnya, berbincang dalam acara Tribun Topic yang dipandu host Iswidodo News Manager Tribun Jateng langsung dari MAJT.

Muskerwil tersebut diharapkan bisa terlaksana dengan sebaik-baiknya dan membawa keberkahan bagi masyarakat di Jawa Tengah.

Video tayang di media sosial Tribun Jateng dan kali ini disajikan kepada tribunners serta pembaca koran cetak Tribun Jateng yang ditranskip oleh reporter Fajar Bahruddin Achmad. Berikut petikan wawancaranya.

Pak Kiai, gambaran Muskerwil itu seperti apa?

Musyawarah kerja wilayah ini merupakan permusyawaratan tertinggi di bawah Konferensi Wilayah (Konferwil). Tingkat wilayah itu berarti tingkat provinsi.

Tingkat nasional, ada musyawarah nasional (Munas) dan konferensi besar (Konbes). Forum permusyawaratan tertinggi di tingkat pusat juga ada Muktamar.

Tugas dari Munas, Konbes, Muskerwil, ataupun di tingkat cabang Muskercab, pertama adalah untuk menilai kinerja kepengurusan.

Tujuannya ada perbaikan kinerja supaya lebih maksimal dalam berkhidmat kepada jamaah dan masyarakat pada umumnya. Kemudian bisa memberikan solusi terhadap persoalan keagamaan dan persoalan kemasyarakatan yang ada di lingkungan.

Apa topik dari Muskerwil ke-2 ini Pak Kiai?

Kami ingin "Merawat Jagat dan Membangun Peradaban" sebagaimana tema nasional Hari Lahir ke-99 Hijriah atau ke-96 Masehi Nahdlatul Ulama. Acara ini kami ambil dalam momentum tahun hijriah. Saat ini bulan Rajab, dan NU lahir pada 16 Rajab pada 1344 Hijriah. Tanggal masehinya pada 31 Januari 1926.

Jadi, waktu itu Indonesia belum merdeka, NU sudah lahir. Kemudian sampai sekarang NU diakui sebagai badan hukum yang memiliki hak milik berupa aset yang bergerak maupun tidak bergerak.

Kami berharap, semoga ukhuwah nahdliyah ini semakin kuat. Persaudaraan sesama NU, persaudaraan sesama umat Islam, persaudaraan sesama bangsa, bahkan persaudaraan sesama umat manusia.

Peserta Muskerwil berasal dari mana?

Peserta Muskerwil berasal dari semua pengurus PWNU Jawa Tengah. Terdiri dari mustasyar, syuriah, a'wan, tanfidziyah, dan perangkat organisasi di tingkat wilayah.

Kemudian semua badan otonom, antara lain GP Ansor, Fatayat NU, IPNU, IPPNU, ISNU, dan Pagar Nusa. Jika ada pemungutan suara, masing-masing hanya mendapatkan satu suara. Kalau di Jawa Tengah ini ada 36 cabang, maka masing-masing memiliki satu suara.

Apa prestasi Tanfidziyah PWNU Jawa Tengah?

Terus terang, kami sebagai tanfidziyah tidak bisa menilai diri sendiri. Yang bisa menilai adalah syuriah, cabang-cabang dan MWC yang kami khidmati.

Kami manut saja kepada beliau-beliau. Sedangkan tanfidziyah adalah pelaksana. Berkoordinasi dengan badan otonom dan lembaga lainnya.

Adakah anjuran Kiai untuk dakwah di internet?

Alhamdulillah, tanpa kami membuat anjuran. Beliau para kiai sudah menginisiasi. Sudah tumbuh banyak majelis taklim, terutama dari pesantren-pesantren. Ini barokahnya pandemi, karena tidak bisa tatap muka, akhirnya pengajian banyak melalui online.

Bagiamana cegah milenial tidak terjerumus paham radikal?

Yang prinsip, memberikan suri tauladan atau contoh yang baik. Karena yang perlu diutamakan adalah akhlakul karimah.

Dengan akhlak yang baik, yang pernah dicontohkan ulama-ulama terdahulu. Insyaallah efektif untuk membendung paham-paham yang sifatnya intoleransi.

Karena itu persoalan akhlak, perilaku, dan kebiasaan. Orang diuji ketika ada masalah. Ketika tidak ada masalah baik-baik saja. Ketika ada masalah itu baru kelihatan aslinya. Bagaimana karakternya.

Nah, jadi karakter ini yang perlu kita utamakan. Ada satu ungkapan berbunyi "Lisanul hal afshahu min lisanil maqol". Artinya, perilaku atau haliyah itu lebih efektif dari pada kata-kata. (fba)

Baca juga: WAWANCARA : Kombes DR dr Sumy Hastry, Kabiddokkes Polda Jateng : Menguak Tabir Jenazah Bisa Bicara

Baca juga: WAWANCARA : Ketua Karang Taruna Kota Semarang: Ajak Muda-mudi Semarang Berkegiatan Positif

Baca juga: WAWANCARA : Ketua AFK Kota Semarang : Ingin Cetak Banyak Pemain dan Pelatih Berbakat

Baca juga: WAWANCARA : PWI Jateng Meriahkan Hari Pers Nasional dengan Berbagai Kegiatan

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved